FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pemerhati Politik dan Kebangsaan Rizal Fadillah menilai laporan Presiden ke-7 RI Joko Widodo terkait dugaan pencemaran nama baik dan penghasutan dalam polemik ijazah palsu telah gugur demi hukum. Ia menyebut laporan yang kini ditangani Polda Metro Jaya tidak lagi memiliki dasar hukum yang kuat untuk dilanjutkan.
Rizal yang juga termasuk salah satu dari delapan tersangka dalam perkara tersebut menilai proses hukum yang berjalan berlarut-larut dan justru menimbulkan kejenuhan di tengah publik.
“Berlarut-larut dan membuat publik jenuh. Laporan Jokowi sejatinya telah hangus,” ujar Rizal kepada fajar.co.id, Minggu (14/12/2025).
Ia mengungkapkan, Polda Metro Jaya dijadwalkan menggelar gelar perkara khusus pada Senin mendatang sebagai tindak lanjut atas keberatan para tersangka terhadap penetapan status hukum yang dinilai dilakukan secara sepihak.
Meski mengaku meragukan obyektivitas, transparansi, dan kejujuran penyidik, Rizal menegaskan para tersangka bersama kuasa hukum tetap akan memanfaatkan forum tersebut untuk mempertanyakan keabsahan dokumen ijazah Jokowi.
Selain itu, mereka juga akan memaparkan apa yang disebutnya sebagai ketidakbenaran cara kerja penyidik dalam menangani laporan Jokowi dan pihak-pihak pendukungnya.
Rizal menjelaskan, laporan Jokowi sangat bergantung pada pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama, khususnya Pasal 310 dan 311 tentang pencemaran nama baik serta Pasal 160 tentang penghasutan, di samping Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang bersifat komplemen.
Menurutnya, pasal-pasal tersebut kini berada di ujung masa berlakunya, seiring dengan akan efektifnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru mulai 2 Januari 2026.
“Pasal-pasal kriminalisasi atas para tersangka yang sejak awal kontroversial kini terancam hangus dan tidak berlaku. Laporan Jokowi dan lainnya batal demi hukum,” tegas Rizal.
Ia menambahkan, dengan berlakunya KUHP baru, KUHP lama otomatis tidak lagi berlaku. Oleh karena itu, Polda Metro Jaya diminta mencermati faktor hukum tersebut dalam menjalankan fungsi penegakan hukum.
“Polda Metro Jaya mesti memperhatikan faktor penting ini dalam menjalankan fungsi sebagai penegak hukum. Keberlakuan pasal-pasal KUHP lama tinggal dua pekan lagi,” terangnya.
Rizal menilai, lazimnya suatu aturan lama tetap diberlakukan jika hal itu ditegaskan dalam ketentuan peralihan. Namun, menurutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 justru menutup ruang keberlakuan KUHP lama.
“Ketentuan peralihannya sama sekali menutup keberlakuan KUHP lama. Ini mudah dipahami karena UU tersebut sudah diberi masa transisi tiga tahun sejak ditetapkan,” jelasnya.
Dengan demikian, Rizal menegaskan bahwa terhitung 2 Januari 2026, KUHP lama tidak dapat lagi digunakan kecuali terhadap perkara yang telah masuk tahap proses peradilan.
Ia juga menyinggung konsiderans UU Nomor 1 Tahun 2023 yang menyebut KUHP lama sebagai warisan pemerintah kolonial Hindia Belanda.
“Oleh karena itu, laporan Jokowi dan lainnya yang mendasarkan pada KUHP lama tidak dapat dilanjutkan lagi setelah 2 Januari 2026. Pasal 310, 311, dan 160 KUHP tidak berlaku. Laporan Jokowi hangus,” tutur Rizal.
Jika proses hukum tetap ingin dilanjutkan, Rizal menyarankan agar dibuat laporan baru dengan dasar hukum yang baru pula.
“Kalau mau lanjut, Jokowi harus bikin laporan baru. Monggo,” ucapnya.
Ia pun mendesak Polda Metro Jaya untuk menghentikan penyidikan terhadap delapan tersangka.
“Laporan Jokowi gugur demi hukum. Tidak ada alasan lain yang dapat dibenarkan, kecuali jika negara ini memang negara komunis atau negara otoriter lainnya, di mana hukum diabaikan,” kuncinya. (fajar)





