Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyebut adanya degradasi parah pada bentang alam di Aceh Timur. Banjir bandang di wilayah ini, menurut dia, bukan hanya peristiwa alam, tetapi juga dampak tekanan serius daya dukung lingkungan karena aktivitas ilegal.
Kawasan hulu yang seharusnya menyangga ekosistem justru terbuka, alur sungai justru melebar tidak wajar. Selain itu, jejak longsoran tanah mengarah langsung ke pemukiman.
Kementerian Lingkungan Hidup juga menemukan indikasi kuat penyerobotan kawasan hutan dan lahan untuk aktivitas perkebunan sawit serta tambang ilegal. Aktivitas ini bahkan ditemui di area lereng bukit dengan kemiringan ekstrem di atas 45 derajat.
“Pengelolaan lahan di kawasan dengan kemiringan ekstrem sangat berbahaya dan bertentangan dengan prinsip perlindungan lingkungan hidup,” kata Hanif usai melakukan peninjauan udara ke pesisir Timur Aceh mencakup Tusam, Lhokseumawe, Langsa, dan Aceh Tamiang pada Minggu (14/12), dikutip dari keterangan resmi pada Senin (15/12).
Praktik ilegal semacam itu dapat menurunkan fungsi hutan sebagai pengendali tata air alami dan meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi.
Menindaklanjuti temuan lapangan, Kementerian Lingkungan Hidup segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap dampak kerusakan hutan dan lahan di wilayah terdampak. Evaluasi ini mencakup penilaian kondisi hutan, daerah aliran sungai (DAS), serta perubahan tata guna lahan yang terbukti berkontribusi terhadap meningkatnya risiko bencana.
Kementerian Lingkungan Hidup menjamin, sejumlah korporasi yang diduga kuat berkontribusi terhadap kerusakan akan ditindak tegas melalui upaya paksa penegakan hukum.
"Tidak ada toleransi bagi pelanggaran yang merusak lingkungan dan membahayakan rakyat. Siapa pun yang terbukti melanggar, akan kami tindak tegas sesuai hukum yang berlaku," kata Hanif.



