Dedi Mulyadi Disindir Pakar Hukum Gegara Banyak Keluarkan Surat Edaran, Gubernur Jabar Beri Tanggapan Begini

grid.id
1 hari lalu
Cover Berita

Grid.ID- Dedi Mulyadi disindir pakar hukum gegara banyak keluarkan surat edaran. Gubernur Jabar itu beri tanggapan begini.

Pakar Hukum dari Universitas Islam Bandung (Unisba) Rusli K Iskandar, mengingatkan kepala daerah termasuk Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang gemar mengeluarkan surat edaran (SE). Seperti yang diketahui, selama menjabat, Dedi beberapa kali mengeluarkan SE, dari mulai penerapan jam malam, hingga pengaturan operasional kendaraan ODOL.

"SE tidak bisa dibuat seenaknya, (apalagi) menabrak koridor hukum,” ujar Rusli, dilansir dari Kompas.com.

Rusli mengatakan, SE berlaku internal atau mengatur urusan khusus kepala daerah yang bersangkutan. Namun kini SE sudah dianggap sebagai aturan yang mengikat publik sehingga menjadi salah kaprah karena dibuat seperti titah raja yang bebas bertindak atau freies ermessen.

"Jika ingin mengikat publik secara penuh harus setingkat Perda saja, ada konsultasi yang dilakukan sebelum dibuat seenak hati. Hukum itu ada etika dan etika itu posisinya di atas hukum," tegasnya.

Rusli menjelaskan bahwa SE bisa digugat dan dievaluasi ke Kemendagri. Mendagri bisa memberi sanksi pada kepala daerah, jika surat edaran yang dikeluarkan mengganggu atau meresahkan masyarakat dan iklim usaha.

"Yang merasa dirugikan dapat menggugat ke Mendagri, uji saja nanti di sana, nanti akan ada evaluasi. Sudah pernah dilakukan terhadap SE Gubernur Bali terkait larangan menjual air kemasan di bawah 1 liter, Mendagri meminta untuk dievaluasi karena mengganggu sektor usaha di sana," beber Rusli.

Dia mengatakan bahwa jika ternyata SE itu dibuat melanggar perundang-undangan, kepala dearah bisa dikenai sanksi perbuatan melanggar hukum. Pakar Kebijakan Publik Agus Pambagio menambahkan bahwa SE tak perlu lagi diterbitkan oleh Kementerian dan lembaga hingga setingkat pemda karena banyak yang sudah berpotensi melanggar peraturan undang-undang di atasnya.

"Jangan salah kaprah, harus sesuai dengan UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. SE itu mengikat secara internal saja, bukan untuk mengatur publik," tegas Agus.

Kebebasan membuat surat edaran sudah mengarah pada kebebasan wewenang kepala daerah yang tak terbatas, padahal ada aturan yang mengikat. Agus lalu mencontohkan salah satu SE yang pernah dikeluarkan Dedi Mulyadi terkait ODOL.

"Misal SE terkait larangan truk ODOL air mineral, tujuannya bagus, namun itu bisa menjadi alat bagi pihak tak bertanggung jawab menerapkan pungli bahkan tilang ilegal. SE tidak bisa menjadi dasar untuk polisi menilang, harus berupa Perda," jelasnya.

 

Usai Dedi Mulyadi disindir pakar hukum, sang Gubernur Jabar beri tanggapan terkait surat edaran dan mengatakan bahwa dia menyadari bahwa SE memiliki kekuatan hukum yang lemah. Secara hierarki, surat edaran tak lebih tinggi dari undang-undang maupun peraturan daerah.

Dedi lalu menjelaskan tentang surat edaran baru yang dia keluarkan menyusul bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi di wilayah Jawa Barat. Menurut Dedi Mulyadi, lahirnya SE itu merupakan langkah mitigasi bencana.

"Saya memahami bahwa surat edaran yang dikeluarkan itu pasti memiliki kekuatan hukum yang lemah. Jauh di atas undang-undang. Saya memahami itu. Tetapi situasi kita hari ini adalah situasi kebencanaan. Di mana banjir terus terjadi, longsor terus terjadi," ucap Dedi.

Melansir dari TribunJabar.id, bencana alam yang berulang terjadi tak lepas dari kesalahan tata ruang dan perizinan yang menyebabkan banyak bangunan berdiri di kawasan rawan bencana. Kesalahan ini berawal dari penetapan tata ruang yang keliru sehingga berujung pada izin mendirikan bangunan yang tak tepat.

"Sehingga banyak bangunan yang dibangun di atas rawa. Banyak bangunan yang dibangun di atas permukaan sawah. Banyak bangunan yang dibangun di atas daerah aliran sungai. Banyak bangunan yang dibangun di atas perbukitan yang memiliki potensi bencana," katanya.

Dedi menilai terdapat kekeliruan dalam penyusunan regulasi daerah maupun penerbitan izin bangunan yang berpotensi menimbulkan bencana. Oleh karena itu, surat edaran diterbitkan sebagai langkah pencegahan.

"Kekeliruan itu berpotensi menimbulkan bencana. Sehingga surat edaran itu adalah sebagai upaya mitigasi untuk mencegah terjadinya bencana yang lebih besar," jelas Dedi Mulyadi.

Mantan bupati Purwakarta ini mengatakan bahwa dalam kondisi darurat, keselamatan warga jadi prioritas utama pemerintah. Dia menambahkan bahwa sebagai pemimpin harus memiliki tanggung jawab mengambil kebijakan strategis untuk melindungi masyarakat.

"Pemimpin harus mengambil kebijakan-kebijakan strategik. Untuk apa? Melindungi warganya dari bencana," ucapnya. (*)

 

Artikel Asli


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Dito Ariotedjo bantah selingkuh dengan Davina Karamoy, ungkap alasan pisah dengan Niena Kirana
• 4 jam lalubrilio.net
thumb
Harga Buyback Emas Antam Hari Ini Selasa, 16 Desember 2025 & Nilai Pajaknya
• 9 jam lalubisnis.com
thumb
Maling Gasak TV Korban Kebakaran di Jakarta Barat, Pura-Pura Lihat Situasi
• 9 jam lalutvonenews.com
thumb
'Biar Kapok': DPR Desak Polisi Beri Efek Jera ke Youtuber Resbob Penghina Sunda dan Bobotoh
• 22 jam lalusuara.com
thumb
Jadwal Distribusi dan Pemasangan Internet Rakyat, Ini Cara Daftar dan Cek Lokasi
• 7 jam lalukatadata.co.id
Berhasil disimpan.