Di tengah kondisi ekonomi yang melambat, dan lingkungan yang merana, salah kelola sumber daya menjadi salah satu penyebab utama. Wakil Presiden ke-10 dan 12 Jusuf Kalla melihat pengelolaan nikel hingga batu bara yang amburadul adalah salah satu kerugian terbesar Indonesia. Akhirnya, sumber daya tergerus, lingkungan merana, sementara kue ekonomi hanya dinikmati para pemodal.
“Kerugian terbesar dalam sejarah ekonomi (Indonesia) yaitu di nikel dan batubara. Habis Sulawesi Tengah dan Maluku Utara. Jangan lihat pertumbuhan statistiknya karena itu bukan untuk rakyat. Tapi untuk yang mempunyai tambang dan China,” kata Jusuf Kalla saat menjadi pembicara kunci dalam acara Sarasehan Ekonomi yang diselenggarakan Ikatan Alumni Ilmu Ekonomi Universitas Hasanuddin, di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (15/12/2025).
Hal itu terjadi, ia menerangkan, sebab ekspor nikel yang begitu mudah dan tidak membayar pajak apapun terkecuali royalti. Negara pun mengalami kerugian besar yang dimulai sejak akhir 2019.
Di masa akhir jabatannya di 2009 bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ia bercerita, memang ada upaya untuk membatasi ekspor sumber daya alam. Hal itu dilakukan agar tercipta industrialisasi di mana bahan baku dikelola hingga tahap akhir di dalam negeri.
Namun, semuanya tiba-tiba berubah seiring gembar-gembor hilirisasi. Aturan dikeluarkan yang membebaskan investor dari berbagai macam hal, utamanya pembabasan pajak.
Akibatnya, nilai tambah yang diidam-idamkan tidak tercapai. Pertumbuhan yang tinggi hanya milik pemilik industri.
”Kita dapat banjirnya, rusak akibat itu semua,” ucap Jusuf Kalla. Ia melanjutkan, “Kita dirampok habis-habisan di Morowali. Sekarang mulai diperbaiki meski butuh waktu. Sumatera hancur karena penebangan pohon, dan ini bisa terjadi di Sulawesi.”
Oleh karena itu, ia berharap agar ada perbaikan mendasar dan kontinyu. Mulai dari penegakan dan kepastian hukum, hingga pemberantasan ekonomi abu-abu.
Para pelaku ekonomi abu-abu adalah mereka yang menggerus sumber daya dengan cara ilegal, dan tidak memberikan manfaat lebih pada negara, atau masyarakat luas.
Selain itu, di tingkat regional, diharapkan agar pemerintah fokus pada industrialisasi sektor utama, yaitu pertanian hingga kelautan. Sektor ini merupakan tulang punggung ekonomi yang menjadi tumpuan masyarakat.
“Di Sulsel pernah kita kembangkan delapan komoditas andalan, mulai dari kakao, jagung, hingga mete. Ini yang menyelamatkan kita saat krisis ekonomi 1998 terjadi,” ucapnya.
Jusuf Kalla mengingatkan, Indonesia masuk dalam kategori negara berpendapatan menengah. Kondisi ini menyimpan risiko besar jika strategi pembangunan tidak diarahkan pada peningkatan nilai tambah dan produktivitas nasional.
“Untuk lepas dari jebakan pendapatan menengah dan natural resources yang belum dikelola dengan baik, Indonesia harus melakukan perubahan dalam strategi pengelolaan ekonomi. Pengelolaan yang kurang tepat justru membuat manfaat ekonomi lebih banyak dinikmati pemilik modal, sementara dampaknya bagi kesejahteraan masyarakat masih terbatas,” jelas Jusuf Kalla.
Persoalan nikel dan industri ekstraktif lainnya memang menjadi hal yang mengubah banyak hal. Sektor ini berdampak buruk dalam kehidupan masyarakat.
Sebelumnya, Climate Rights International merilis laporan berjudul ”Nikel Dikeduk” pada Januari 2024 yang mengulas dampak lingkungan dan pelanggaran HAM akibat pertambangan nikel di Halmahera, Maluku Utara. Isu ini kemudian diulas kembali melalui laporan berjudul ”Perusakan Berlanjut dan Rendahnya Akuntabilitas” pada Juni 2025.
Dalam menyusun laporan terbaru ini, Climate Rights International mewawancarai 93 orang yang tinggal di sekitar atau bekerja di lokasi penambangan dan pengolahan nikel di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. Tiga wilayah itu merupakan lokasi utama industri nikel Indonesia yang dioperasikan oleh sejumlah perusahaan.
Kategori pelanggaran pertama yang dicatat dalam laporan ini menyangkut hak atas tanah. Pada sejumlah komunitas di tiga wilayah industri nikel, warga melaporkan lahan mereka diambil tanpa kompensasi yang layak.
Sebagian warga mengaku dipaksa menjual tanah dan sebagian lainnya tidak menerima informasi jelas mengenai nilai dan status transaksi. Setelahnya adalah polusi udara dan tanah, pelanggaran HAM, hingga pencemaran lingkungan (Kompas, 16 Oktober 2025).
Data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi pada 2024 menyebutkan, Indonesia memiliki sumber daya logam nikel sebesar 140,3 juta ton, serta cadangan logam nikel sebesar 49,26 juta ton.
Wilayah Sultra berada di posisi puncak dengan sumber daya nikel sebesar 61,3 juta ton, dan cadangan nikel mencapai 20,45 juta ton. Potensi itu disusul Maluku Utara dan Sulawesi Tengah.
Sementara itu, Trend Asia melaporkan, deforestasi akibat pertambangan nikel di Indonesia telah mencapai 86.000 hektar. Ironisnya, pembukaan lahan juga mencaplok daerah hutan lindung, hutan adat, dan kawasan yang seharusnya dijaga untuk kelestarian lingkungan. Pertambangan ugal-ugalan membuat gunung terbuka, hutan hilang, dan pesisir rusak.
Di sisi lain, berbagai aktivitas dan kerusakan lingkungan ini tidak berdampak banyak terhadap ekonomi masyarakat. Secara kasar, keuntungan ekonomi dari pertambangan hanya 10 persen dari total keuntungan.
Angka itu juga bisa berkurang jauh jika dikurangi hitungan subsidi dan pengurangan pajak pemerintah. Belum lagi angka kecelakaan kerja yang membuat nyawa pekerja terus melayang. Akhir 2023, ledakan besar terjadi di salah satu tungku di PT IMIP yang menewaskan 21 pekerja, dan puluhan lainnya luka-luka.
Hamid Paddu, ekonom dari Universitas Hasanuddin mengingatkan tahun 2026 adalah titik kritis untuk Indonesia. Ini adalah tahun krusial untuk menuju Indonesia Emas pada 2045 mendatang. Berbagai hal harus dilakukan agar sektor utama berkembang, dan sumber daya alam tidak hanya dinikmati kalangan tertentu.
“Kalau tidak, kita akan terjebak pada negara dengan pendapatan kelas menengah, dan tidak akan beranjak menuju negara maju. Sebab, dalam beberapa tahun lagi bonus demografi kita akan habis dan didominasi penduduk usia tua. Ini adalah kesempatan besar kita untuk berkembang dengan segala potensi yang ada,” tuturnya.

:quality(80):format(jpeg)/posts/2025-12/14/featured-8c9eeaff2c85f93ae0842b3ff1a202d0_1765721742-b.jpg)



