Seorang pria asal Pakistan di Sydney menerima ancaman mati setelah fotonya tersebar luas di internet dan disebut sebagai pelaku penembakan di Pantai Bondi.
Polisi mengidentifikasi ayah dan anak sebagai pelaku penembakan di masyarakat yang berkumpul di Pantai Bondi untuk merayakan Hanukkah pada Minggu (14/12) malam. 15 orang termasuk seorang anak berusia 10 tahun tewas dan 42 orang terluka.
Otoritas Australia mengutuk serangan itu sebagai serangan teroris. Namun, pihak berwenang belum menyebut nama dua pelaku penembakan. Satu pelaku tewas di TKP, dan satu pelaku lainnya mendapat perawatan di rumah sakit.
Lembaga penyiaran publik Australia, ABC Australia, melaporkan nama salah satu pelaku adalah Naveed Akram dari pinggiran kota Bonnyrigg, Sydney. ABC Australia mengutip informasi itu dari seorang pejabat anonim dan media lokal melaporkan bahwa polisi telah menggeledah rumah pelaku.
Foto terduga pelaku yang memakai jersey kriket Pakistan berwarna hijau tersebar di media sosial. Foto itu dibagikan ribuan kali dan memicu komentar pedas.
Sayangnya, foto yang diambil merupakan foto orang lain yang memiliki nama yang sama dengan pelaku. Dia mengutuk insiden itu dan meminta masyarakat berhenti menyebarkan informasi yang salah.
"Menurut laporan media, nama salah satu pelaku adalah Naveed Akram dan nama saya juga Naveed Akram," katanya dalam video yang diunggah oleh Konsulat Pakistan di Sydney, dikutip dari AFP, Senin (15/12).
"Itu (pelaku penembakan) bukan saya. Saya tidak ada hubungannya dengan insiden atau orang itu," lanjutnya.
"Saya ingin semua orang membantu saya menghentikan propaganda ini," tuturnya.
Dia meminta pengguna media sosial melaporkan akun yang menyalahgunakan fotonya. Foto itu dia bagikan di media sosial dalam sebuah unggahan pada 2019 lalu.
Akram mengaku mengetahui dituduh sebagai pelaku penembakan sekitar pukul 21.30 pada Minggu malam.
"Saya tidak bisa tidur tadi malam," ungkap Akram kepada AFP. Dia bahkan menghapus semua pesan mengerikan yang diterimanya.
"Saya ketakutan. Saya tidak bisa keluar rumah, ini adalah masalah yang mengancam jiwa, sehingga saya tidak mau mengambil risiko apa pun. Keluarga saya juga khawatir, sehingga ini jadi masa yang sulit buat saya," jelasnya.
Akram kemudian menghubungi Konsulat Pakistan untuk menyebarkan video klarifikasinya karena keluarganya di Punjab juga menerima panggilan telepon.
"Ini menghancurkan citra saya, citra keluarga saya," ujarnya.
"Orang-orang mulai menelepon mereka (keluarga). Mereka khawatir dan mereka telah memberi tahu polisi di sana," lanjutnya.
Akram pindah dari Pakistan ke Australia pada 2018 untuk kuliah di Universitas Central Queensland, kemudian mengambil gelar master di Holmes Institute di Sydney.
Akram saat ini memiliki bisnis penyewaan mobil. Dia bahkan menyebut Australia sebagai negara yang sempurna.
"Saya mencintai negara ini. Saya tidak pernah punya masalah keamanan di sana, semua orang sangat baik, orang-orang di sini sangat ramah," tuturnya.
"Hanya kejadian inilah yang menyebabkan saya trauma," pungkasnya.




