KPK telah rampung melakukan pemeriksaan terhadap mantan Kepala Balitbang Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, pada Senin (15/2).
Zarof yang juga dikenal sebagai makelar kasus itu diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat eks Sekretaris MA, Hasbi Hasan.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut bahwa dalam pemeriksaan itu, penyidik mendalami percakapan yang dilakukan antara Zarof Ricar dengan Hasbi Hasan.
“Penyidik mendalami terkait dengan percakapan-percakapan yang ter-capture dalam barang bukti elektronik yang dilakukan oleh yang bersangkutan [Zarof Ricar] dengan Saudara HH [Hasbi Hasan] dan juga pihak-pihak lain yang terkait," ujar Budi kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Budi menyebut, bahwa pemeriksaan itu merupakan yang pertama kalinya bagi Zarof dalam kasus tersebut.
Ia pun menyinggung terkait kemungkinan penyidik akan melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap Zarof terkait kasus pencucian uang tersebut.
"Ini masih pemeriksaan pertama terhadap Saudara ZR, tentu terbuka kemungkinan penyidik setelah melakukan analisis terhadap pemeriksaan hari ini, jika nanti ada kebutuhan informasi ataupun keterangan-keterangan lainnya dari Saudara ZR, terbuka kemungkinan untuk melakukan penjadwalan pemeriksaan kembali," tutur dia.
Adapun Zarof kini merupakan terpidana dalam kasus dugaan pemufakatan jahat suap kasasi Ronald Tannur. Dalam kasus yang diusut Kejagung itu, ia telah dihukum pidana penjara 18 tahun. Saat ini, ia pun telah dijebloskan ke Lapas Salemba.
Dalam kasus itu, Zarof terbukti bersalah melakukan pemufakatan jahat terhadap suap kasasi Ronald Tannur.
Selain itu, Zarof juga terbukti menerima gratifikasi Rp 915 miliar dan emas 51 kilogram dari berbagai hasil pengurusan perkara. Uang dan emas itu disita untuk negara karena dinilai gratifikasi.
Budi pun menyebut bahwa pemeriksaan itu juga masih berkaitan dengan perkara yang menjerat Zarof dalam kasus yang diusut Kejagung.
"Yang bersangkutan kan sama-sama dalam perkara dugaan pengurusan perkara, ya. Jadi nanti ini mungkin juga bisa saling terkait, ya," ucap Budi.
"Perkara yang sedang berjalan di Kejaksaan dan juga perkara yang sedang berjalan di KPK untuk para pihak-pihak yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Saudara HH dan tersangka-tersangka lainnya," imbuhnya.
Kasus Hasbi HasanDalam kasusnya, Hasbi Hasan menerima suap Rp 11,2 miliar melalui eks Komisaris PT Wika Beton, Dadan Tri Yudianto terkait pengurusan perkara di MA. Hasbi menerima suap itu bersama Dadan Tri Yudianto.
Mereka menerima uang itu dari debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Heryanto Tanaka yang ketika itu sedang berperkara di MA. Uang tersebut antara lain untuk mengkondisikan pengurusan perkara di MA agar diputus sesuai dengan keinginan Heryanto Tanaka.
Dalam kasus itu, Hasbi Hasan telah divonis hukuman selama 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Serta, membayar uang pengganti sebesar Rp 3,8 miliar.
Vonis itu juga dikuatkan di pengadilan tingkat banding dan tingkat kasasi. Sehingga, Hasbi Hasan tetap dijatuhi hukuman 6 tahun penjara. Sementara Dadan juga sudah divonis 8 tahun penjara dan hukuman itu inkrah di tingkat kasasi MA.
Selain itu, setidaknya ada lima penerimaan gratifikasi Hasbi Hasan sejak Januari 2021 hingga Februari 2022. Diduga terkait dengan tugas dan wewenang jabatan Hasbi Hasan selaku Sekretaris MA.
Tak hanya itu, pada 5 Maret 2024 lalu, KPK juga mengembangkan perkara suap pengurusan perkara yang menjerat Hasbi Hasan. Pengembangan itu mengarah kepada pengusutan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Akan tetapi, KPK belum mengumumkan secara resmi identitas tersangka perkara TPPU itu. Namun, dari informasi yang diperoleh kumparan, lembaga antirasuah telah menjerat Hasbi Hasan lagi sebagai tersangka. Kali ini bersama penyanyi Windy Idol.



