KPK: Bupati Lampung Tengah Tunjuk Orang Kelola Uang Suap Bayar Utang Kampanye

kumparan.com
10 jam lalu
Cover Berita

KPK telah menetapkan Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya, sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi dari sejumlah proyek di lingkungan Pemkab Lampung Tengah.

Dari hasil penelusuran sementara, Ardito diduga menerima total uang suap sebesar Rp 5,7 miliar. Uang itu di antaranya digunakan untuk membayar utang biaya kampanye.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa Ardito mengumpulkan biaya kampanye tersebut dengan menunjuk hingga meminta tim suksesnya mengelola uang yang telah dihimpun.

"Sekarang itu memang sedang trennya adalah ada orang-orang yang menjadi representasinya gitu," ujar Asep kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/12).

"Termasuk juga pada saat ini ada pinjaman-pinjaman ini sebetulnya itu ada timnya waktu itu," jelas dia.

Saat pencalonan, lanjut Asep, tim yang ditunjuk Ardito mengupayakan untuk kebutuhan dana kampanye Pilkada 2024. Hal serupa juga dilakukan Ardito saat menghimpun uang suap lewat tim suksesnya sebagai pembayaran utang kampanye.

"Jadi pada saat pencalonan, timnya yang mengupayakan gitu untuk kebutuhan pada saat kontestasi itu. Sekarang setelah jadi, maka ya saya mendelegasikan lagi gitu, ya," papar dia.

"Kan kemarin disampaikan untuk setiap ini ada 15-20% untuk setiap pekerjaan. Nah nanti uang itu larinya ke representasinya," imbuhnya.

Menurut Asep, pihaknya memerlukan waktu cukup lama untuk menggali cara yang digunakan Ardito tersebut.

"Makanya kita betul-betul memerlukan waktu yang cukup lama untuk menggali itu karena ada nominee-nominee, kemudian juga ada representasi seperti itu, gitu," tutur dia.

"Jadi, baik penerimaan maupun penggunaan, ya, alur perintah maupun penggunaan uang itu dari si pucuk pimpinan ini, tetapi yang mengelolanya kemudian orang kepercayaannya. Nah ini memerlukan waktu yang cukup untuk membongkar praktik seperti itu," terangnya.

Lebih lanjut, Asep menerangkan bahwa modus dan praktik itu kini marak dijumpai, terutama yang dilakukan pihak penerima suap dalam menyembunyikan jejak korupsi.

"Jadi rupanya mungkin juga modusnya sudah mulai bergeser, sehingga kalau kami nyari yang directly, langsung, gitu, ya, ketemu directly, langsung dia terima sendiri, nah itu sudah menjadi hal yang mereka hindari, gitu, ya, para pelaku ini," kata Asep.

"Jadi menunjuk nominee lah, kemudian atas nama orang lain, kemudian yang menerima orang lain, gitu, ya, seperti itu, itu tren yang berkembang gitu," sambungnya.

Sebelumnya, juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut bahwa kasus yang menjerat Ardito tersebut mencerminkan tingginya biaya politik di Indonesia.

"Hal ini menunjukkan masih tingginya biaya politik di Indonesia," ucap Budi kepada wartawan, Sabtu (13/12).

"Berakibat pada para kepala daerah terpilih lalu punya beban besar untuk mengembalikan modal politik tersebut, yang sayangnya kemudian dilakukan dengan cara-cara melawan hukum, yaitu korupsi," pungkas dia.

Kasus Bupati Lampung Tengah

Dalam kasusnya, Ardito dijerat bersama empat orang lainnya, yakni:

Kasus ini terungkap saat KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Ardito diduga memerintahkan Ranu, Riki, dan Anton untuk mengkondisikan sejumlah proyek pengadaan di lingkungan Pemkab Lampung Tengah.

Ardito diduga meminta agar perusahaan yang dimenangkan dalam pengadaan merupakan perusahaan milik keluarga atau tim pemenangan yang mendukungnya dalam Pilkada 2024 lalu.

Dari hasil penelusuran sementara, Ardito diduga menerima Rp 5,7 miliar. Uang itu diduga berasal dari sejumlah fee proyek yang ada di lingkungan Pemkab Lampung.

Uang digunakan untuk dana operasional Bupati sebesar Rp 500 juta. Kemudian, pelunasan pinjaman bank yang digunakan untuk kebutuhan kampanye di tahun 2024 sebesar Rp 5,25 miliar.

Sebagai pihak penerima suap, Ardito, Riki, Ranu, Anton, dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara itu, Lukman selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Leedon Hotel & Suites Surabaya Hadirkan Rumah Jahe Spektakuler Sambut Natal & Tahun Baru 2025
• 1 jam laluerabaru.net
thumb
Bayi enam bulan tewas diduga akibat dianiaya ayah kandung di Tangsel
• 13 jam laluantaranews.com
thumb
Pertama di Makassar, Kolaborasi Medikids dan Kimia Farma Hadirkan Klinik Keluarga Berkonsep Unik
• 1 jam laluharianfajar
thumb
Pohon Tumbang Timpa Mobil dan Motor di Cilandak, 1 Orang Terluka
• 20 jam lalukompas.com
thumb
Prabowo Targetkan 2.000 Hunian Sementara Untuk Korban Bencana Sumatera Dibangun Pekan Ini
• 17 jam laluviva.co.id
Berhasil disimpan.