GABUNGAN Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) menegaskan bahwa keberlanjutan industri tempe dan tahu nasional sangat bergantung pada tiga pilar utama: kualitas produksi, efisiensi biaya, dan stabilitas rantai pasok bahan baku kedelai.
Sekjen Gakoptindo, Wibowo Nurcahyo, mengungkapkan bahwa industri ini menghadapi tantangan serius, terutama terkait biaya produksi dan regenerasi perajin. Untuk mengatasi hal ini, Gakoptindo telah menyusun sejumlah program strategis hingga 2026.
Modernisasi Pabrik dan Efisiensi EnergiSalah satu fokus utama adalah efisiensi operasional. Wibowo menyebut, biaya energi menjadi kendala besar bagi perajin. Oleh karena itu, Gakoptindo berencana meluncurkan inovasi untuk menekan pengeluaran.
“Untuk 2026, Gakoptindo menyusun beberapa program strategis, di antaranya mempersiapkan pabrik tempe tahu yang bersih, higienis, layak, dan hemat energi,” ujar Wibowo.
Inovasi ini diwujudkan melalui pengadaan mesin produksi baru yang diklaim mampu menghemat energi hingga 52%. Mesin ini direncanakan akan diluncurkan pada Mei 2026 di Yogyakarta. Efisiensi ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas produksi tanpa harus menaikkan harga jual di tingkat konsumen.
Selain itu, Gakoptindo juga menyoroti masalah regenerasi perajin. Untuk menarik minat generasi muda, mereka menyiapkan program penciptaan wirausaha baru untuk produk turunan tempe dan tahu.
“Kami ingin menciptakan ekosistem baru, minimal 100 wirausaha baru yang akan dilatih dan dipantau melalui program inkubator,” tambahnya.
Segmentasi Kedelai Kunci Stabilitas PasokanTerkait pasokan bahan baku, Wibowo menekankan perlunya strategi yang jelas dalam memanfaatkan kedelai lokal dan impor.
Kebutuhan kedelai nasional mencapai sekitar 2,9 juta ton per tahun, sementara serapan dari kedelai lokal saat ini tidak sampai 100 ribu ton. Kondisi ini membuat kebijakan impor menjadi hal yang tidak terhindarkan.
“Dengan kondisi seperti ini, tidak mungkin kita menutup keran impor. Itu hal yang tidak realistis,” tegasnya.
Di sisi lain, Gakoptindo mendukung penuh program pemerintah, termasuk penyediaan tempe dan tahu untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG). Untuk mendukung program ini dan Asta Cita Presiden Prabowo, Gakoptindo memfokuskan penggunaan kedelai lokal non-GMO sebagai bahan baku terbaik untuk MBG.
Untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan secara keseluruhan, Gakoptindo mendorong strategi segmentasi pasar kedelai:
- Kedelai Lokal (Non-GMO): Difokuskan untuk program MBG, termasuk produksi susu kedelai.
- Kedelai Impor: Diarahkan untuk konsumsi masyarakat umum agar harga tetap terjangkau dan inflasi dapat dicegah.
Menurut Wibowo, tempe dan tahu merupakan sumber protein utama masyarakat, dengan rata-rata konsumsi rumah tangga mencapai 1,5 kg tempe dan 1,7 hingga 1,8 kg tahu per bulan. Oleh karena itu, menjaga stabilitas pasokan kedelai adalah kunci ketahanan pangan nasional.
“Intinya, kami ingin semua pihak aman dan nyaman. Kedelai lokal kita fokuskan pada segmen tertentu, impor tetap berjalan untuk menjaga harga dan pasokan. Dengan strategi ini, inflasi bisa ditekan dan kebutuhan dalam negeri tetap bisa terpenuhi,” pungkas Wibowo. (Z-1)


