TIGA pelajar SMA yang tergabung dalam dalam grup “Bayu Sakti” berinisiatif mengembangkan sebuah drone yang dirancang khusus untuk membantu penanganan bencana. Ketiga pemuda tersebut adalah Ksatria Wibawa Putra Murti ,16, Owen Tay Jia Hao, 16, dan Arga Wibawa, 18. Mereka mengembangkan “Drone Rajawali”, sebuah drone otonom berbasis kecerdasan buatan (AI) yang mampu memetakan wilayah bencana, bergerak secara mandiri, serta mendeteksi berbagai indikator risiko di lapangan.
Menurut mereka, kehadiran teknologi yang mampu bekerja cepat dan mandiri sangat dibutuhkan pada jam-jam krusial pascabencana. Drone Rajawali dirancang untuk membantu tim penyelamat melakukan penilaian risiko, menentukan jalur akses, serta memperluas jangkauan pencarian korban di wilayah yang sulit ditembus.
“Kerap kali korban terbanyak bukan terjadi saat bencana berlangsung, tetapi setelahnya, ketika bantuan tidak segera datang karena akses dan komunikasi terputus,” ujar Ksatria saat demonstrasi Drone Rajawali di ACS Jakarta, Senin (15/12).
Kemenangan di Ajang WRS dan WRGInovasi Drone Rajawali membawa Tim Bayu Sakti ke panggung internasional. Karya ini berhasil meraih juara 4 kategori Drone Disaster Challenge di ajang World Robot Summit (WRS) 2025 di Fukushima, Jepang, Oktober lalu. Tak berhenti di sana, mereka juga menyabet juara 1 kategori Innovation AI Robot pada World Robot Games (WRG) di Taipei, Taiwan pada awal bulan ini.
Prestasi ini mencatatkan sejarah tersendiri. Tim Bayu Sakti menjadi perwakilan Indonesia pertama yang tampil di WRS sekaligus peserta termuda, serta tim Indonesia pertama yang meraih juara pertama kategori inovasi di WRG.
Berkarya Secara Mandiri Tanpa Sponsor BesarDrone Rajawali dikembangkan secara mandiri oleh para pelajar ini dengan sumber daya yang mereka miliki. Mereka merancang, menguji, hingga menyempurnakan teknologi drone tersebut tanpa dukungan sponsor besar, mengandalkan inisiatif pribadi serta dukungan lingkungan sekolah.
Dikerjakan di Tengah Kesibukan SekolahProses pengembangan Drone Rajawali berlangsung lebih dari enam bulan dan dilakukan di sela-sela kesibukan sekolah. Tim Bayu Sakti harus membagi waktu antara kegiatan belajar, ujian, dan pengembangan drone.
Pihak sekolah ACS Jakarta memberikan dukungan penuh, mulai dari fleksibilitas akademik hingga pendampingan guru. Dukungan ini memungkinkan para siswa tetap berprestasi di sekolah sekaligus mengharumkan nama Indonesia di kompetisi robotik internasional.
Teknologi Drone Rajawali untuk Penanganan BencanaDrone Rajawali merupakan autonomous AI-powered disaster response UAV. Drone yang mampu bergerak secara mandiri tanpa GPS berkat teknologi LIDAR. Drone ini dapat melakukan pemetaan area, mendeteksi retakan bangunan, label hazard, karat, serta indikator risiko lainnya melalui sistem pengenalan citra berbasis AI.
Selain itu, drone ini tetap dapat beroperasi meski jaringan komunikasi terputus. Rajawali juga mampu menyusun peta jalur akses dan evakuasi yang dapat digunakan tim penyelamat, serta dirancang dengan sistem kendali yang mudah sehingga berperan sebagai pengganda efektivitas tim di lapangan.
Meski telah meraih prestasi internasional, ketiganya menyadari bahwa Drone Rajawali masih berada pada tahap awal pengembangan. Mereka berharap ke depan teknologi ini dapat terus disempurnakan, baik dari sisi daya jelajah, kemampuan deteksi risiko, maupun pengembangan sistem multi-drone.
“Kami berharap inovasi ini bisa terus dikembangkan dan benar-benar digunakan untuk membantu penyelamatan korban bencana,” tutup Ksatria.
Ke depan, Tim Bayu Sakti berharap Drone Rajawali dapat terus dikembangkan, termasuk peningkatan daya jelajah, kemampuan multi-drone, serta identifikasi risiko yang lebih kompleks, agar semakin optimal membantu penanganan bencana di Indonesia. (Z-2)




