jpnn.com - Tim Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menemukan bakteri berbahaya dalam pakaian bekas hasil impor ilegal yang diselundupkan jaringan Korea Selatan-Bali.
Penyelundupan pakaian bekas melalui aktivitas impor ilegal tersebut melibatkan dua tersangka, yakni berinisial ZT dan SB.
BACA JUGA: Korupsi Kuota Haji: Eks Menag Gus Yaqut Dipanggil KPK Lagi
Saat pengungkapan kasus impor pakaian bekas dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Denpasar, Senin, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Ade Safri Simanjuntak menyebut bakteri berbahaya itu diketahui berdasarkan hasil uji laboratorium di Bali.
"Hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan oleh penyidik, dari sampel pakaian bekas yang diambil kemudian diajukan untuk diperiksa secara laboratoris ke Labkesda Provinsi Bali, ditemukan terdapat bakteri Bacillus sp," katanya.
BACA JUGA: Korupsi Chromebook: Nadiem Makarim Disidang Hari Ini
Dia menjelaskan bahwa bakteri tersebut sangat rentan menimbulkan masalah kesehatan untuk pengguna pakaian bekas.
Selain berbahaya sebagai kesehatan, praktik importasi pakaian bekas juga mematikan industri tekstil dan UMKM dalam negeri yang bergerak di bidang fesyen.
BACA JUGA: Resbob Ditangkap Polisi, Dia Terancam Dipenjara Selama Ini
"Praktik-praktik importasi ilegal atau pakaian bekas ini dapat mengancam terhadap industri tekstil dalam negeri dan sektor UMKM produsen pakaian jadi di Indonesia," tuturnya.
Sementara itu, Direktur Hukum dan Regulasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Novian mengungkap selama lima tahun menjalani bisnis ilegal pakaian bekas dari Korea Selatan, ZT dan SB menyamarkan identitas dari pedagang hingga mahasiswa untuk mengelabui petugas.
"Mereka menggunakan identitas sebagai pedagang pakaian, wiraswasta, bahkan menggunakan profil mahasiswa," ungkapnya.
Dia menjelaskan, dari 2021 sudah terlihat kurang lebih 1.900 lebih transaksi yang dilakukan para pelaku ke salah satu negara yaitu Korea Selatan.
Tim PPATK juga berhasil mengendus kurang lebih 6 negara lainnya yang diduga jadi pemasok barang bekas yang beredar luas di Indonesia.
"Modus yang mereka gunakan tadi disampaikan bahwa menggunakan transaksi menggunakan nama-nama pihak lain. Dan juga ada potensi mencampur uang hasil kejahatan atau hasil tindak pidana dengan uang bisnis sah yaitu bisnis transportasi dan juga bisnis ekspor-impor," kata Novian.
Dari sisi transaksi, terlihat juga ada indikasi kuat mereka melakukan skema trade-base money laundering.
"Itu dikenal di dunia internasional bahwa transaksi yang dilakukan sedemikian rupa direkayasa agar terlihat itu transaksi sah yang wajar hasil bisnis ekspor-impor sebagaimana mestinya," katanya.
Padahal, di balik hal tersebut ada beberapa yang harus didalami seperti pencucian uang.
Sebelumnya, Satgas Gakkum Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengungkap praktik impor ilegal pakaian bekas di sebuah gudang kawasan Tabanan, Bali dengan total transaksi Rp 669 miliar.(ant/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam



