JAKARTA, KOMPAS – Sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan bekas Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim dalam kasus dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tahun 2019-2022, diputuskan ditunda.
Sidang, menurut rencana, akan digelar pada Selasa (23/12/2025), sembari menunggu perkembangan kondisi kesehatan Nadiem Makarim. Hingga saat ini, Nadiem disebut masih dirawat di rumah sakit di wilayah Jakarta.
Keputusan menunda sidang itu disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim Purwanto S Abdullah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (16/12/2025), setelah mendengarkan keterangan dari pihak jaksa penuntut umum dan tim penasihat hukum Nadiem. Berdasarkan pantauan di ruang sidang, tampak hadir ibu dari Nadiem, Atika Algadrie, dengan ditemani oleh adik dari istri Nadiem, Franka Franklin.
Awalnya jaksa penuntut umum Roy Riyadi mengatakan, pihaknya sudah memanggil empat terdakwa untuk menghadiri sidang hari ini. Namun, mereka hanya dapat menghadirkan tiga terdakwa.
Ketiganya adalah Ibrahim Arief selaku konsultan teknologi; Sri Wahyuningsih selalu Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah 2020-2021; dan Mulyatsyah selaku Direktur Sekolah Menengah Pertama pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah 2020-2021.
“Berdasarkan dari hasil pengesahan dokter dan keterangan rumah sakit hari ini, yang bersangkutan Nadiem tidak bisa hadir,” kata Roy.
Karena Nadiem masih dirawat di rumah sakit, pihaknya meminta agar pembacaan dakwaan untuk Nadiem dapat digelar pekan depan. Sidang dapat digelar secara langsung ataupun melalui daring.
“Dari dokter kami juga akan mengontrol, apakah memang nanti hasil dari yang disampaikan dokter pascaoperasi itu mungkin bisa di minggu depan, atau setidaknya bisa dilakukan Zoom,” kata Roy.
Mendengar permintaan jaksa, hakim meminta pendapat penasihat hukum Nadiem yang dipimpin Dodi S Abdulkadir dan Ari Yusuf Amir.
Senada dengan penuntut umum, Dodi pun meminta agar majelis hakim menunda pembacaan dakwaan bagi kliennya serta mengeluarkan penetapan pembantaran (penundaan sementara penahanan) bagi Nadiem dengan mengikuti surat keterangan dari dokter.
Di luar itu, pihak Nadiem juga meminta kelengkapan berkas berupa daftar alat bukti sebagai lampiran dalam surat dakwaan Nadiem, serta laporan audit kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam perkara ini.
Terkait dengan permintaan ketetapan pembantaran dari majelis tersebut, hakim Purwanto menuturkan, pihaknya akan memantau terlebih dahulu perkembangan kondisi Nadiem. Berdasarkan surat dari penuntut umum, Nadiem sudah dirawat sejak 9 Desember 2025 di RS Abdi Waluyo.
Sementara itu, terkait dengan digabung atau tidaknya persidangan Nadiem dengan terdakwa lainnya, majelis hakim memutuskan akan menunggu terlebih dahulu selesainya seluruh pembacaan surat dakwaan bagi para terdakwa. Untuk sementara majelis hakim akan menunda sidang untuk satu pekan ke depan.
“Jadi untuk selanjutnya, kita tetapkan persidangan satu minggu dengan melihat kondisi terdakwa, apakah melalui langsung, apakah melalui online, tentu dengan mempertimbangkan sisi kemanusiaannya melihat kondisi terdakwa, kalau memang sakit, tidak mungkin kita bisa melakukan sidang,” kata hakim.
Sementara itu, sidang dengan agenda pembacaan dakwaan jaksa penuntut umum tetap dilanjutkan untuk tiga terdakwa lainnya.
Dalam perkara itu juga masih terdapat satu orang tersangka lagi, yakni Jurist Tan. Saat ini, Jurist Tan berstatus buron dan sudah masih dalam Daftar Pencarian Orang. Sebelum perkara ini bergulir, Jurist Tan diketahui telah meninggalkan Indonesia dan sempat disebut-sebut berada di Australia.
Pada Senin (8/12/2025), Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Riono Budisantoso mengatakan, Nadiem diduga telah memerintahkan untuk mengubah hasil kajian tim teknis yang mengarah pada sistem operasi tertentu.
Awalnya, tim teknis menyampaikan ke Nadiem selaku Mendikbudristek bahwa spesifikasi teknis pengadaan peralatan teknologi informasi dan komunikasi tahun 2020 tidak boleh mengarah pada sistem operasi tertentu.
Namun, kajian tersebut kemudian diperintahkan untuk diubah agar merekomendasikan khusus penggunaan sistem operasi Chrome sehingga mengarah langsung pada pengadaan Chromebook. Sebelumnya, pada tahun 2018, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pernah melakukan pengadaan Chromebook dengan sistem operasi Chrome. Namun, penerapannya dinilai gagal. Pengadaan serupa kembali dilakukan pada tahun 2020 sampai 2022 tanpa dasar teknis yang obyektif.
Menurut Riono, tindakan tersebut bukan hanya mengarahkan proses pengadaan kepada produk tertentu, tetapi juga telah secara melawan hukum menguntungkan berbagai pihak, baik di lingkungan Kemendikbudristek maupun penyedia barang dan jasa.
Dari hasil penghitungan kerugian negara, diperoleh angka, yaitu kemahalan harga Chromebook sebesar Rp 1.567.888.662.719,74 dan pengadaan Chrome Device Management yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat sebesar Rp 621.387.678.730. Total kerugian negara mencapai lebih dari Rp 2,1 triliun.





