Jurus MK Dekatkan Warga dan Konstitusi

kompas.id
10 jam lalu
Cover Berita

Seharusnya konstitusi itu dekat dari jangkauan masyarakat. Apalagi ia memuat hak dasar warga negara. Realitasnya, urusan penuntutan hak dasar itu seringkali terasa begitu berjarak dan cenderung elitis seiring mekanismenya yang rumit. Jauhnya jarak itu berusaha dipangkas melalui kehadiran platform belajar daring dan pemanfaatan akal imitasi buatan Mahkamah Konstitusi.

Ikhtiar mendekatkan antara warga dan konstitusinya dimulai dari peluncuran Mahkamah Konstitusi (MK) Learning Center dan MKRI AI, di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Bogor, Jawa Barat, Jumat (12/12/2025). Turut hadir dalam peluncuran itu Ketua MK Suhartoyo dan Wakil Ketua MK Saldi Isra.

MK Learning Center (MKLC) merupakan platform pembelajaran konstitusi berbasis situs internet. Laman pembelajarannya bisa diakses pada tautan mklc.mkri.id. Laman profil platform itu langsung menyuguhkan informasi perihal manfaat mempelajari hak-hak konstitusional. Pada sudut kanan bawah, ada sebuah lingkaran yang menyerupai logo aplikasi WhatsApp untuk melakukan konsultasi langsung via pesan singkat terkait platform tersebut.

“Ini bagian dari komitmen Mahkamah Konstitusi dalam menjemput era digitalisasi yang pada hakikatnya ingin meningkatkan bagaimana pelayanan terhadap para pencari keadilan dalam memperjuangkan hak konstitusional bagi mereka yang merasa dirugikan,” kata Suhartoyo, seusai peluncuran program itu.

Fitur utama dari platform pembelajaran daring itu terdapat pada laman “Pendidikan”. Ada dua modul pembelajaran yang bisa diakses gratis terkait peningkatan pemahaman hak konstitusional. Isi keduanya lebih kurang sama. Hal yang membedakan sekadar latar belakang pembelajar, yakni pegawai pemerintah dan warga biasa secara umum. 

Dalam modul itu, materi pembelajarannya berisi topik tentang konsep dan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, sistem pemerintahan, hubungan antara lembaga negara, pengertian konstitusionalisme dan hukum konstitusi, jaminan hak konstitusi warga negara hingga prinsip Hak Asasi Manusia (HAM). 

Lebih dari sekadar diajak memahami konsep dasar, beberapa materi akhir mengajarkan peserta pembelajaran soal penyusunan permohonan pengujian Undang-Undang (UU) yang selama ini menjadi salah satu fungsi MK ketika ada warga negara yang dirugikan secara konstitusional atas pembuatan atau penerapan suatu UU.

Bahkan, peserta pembelajaran juga diminta berlatih membuat permohonan pengujian UU. Hasil buatan peserta itu nantinya bakal dinilai apa-apa saja kekurangannya dan bagaimana cara memperbaikinya. Evaluasi serupa juga akan ditempuh setelah peserta merampungkan semua bab dari modul itu untuk mengukur sejauh mana pemahaman mereka sesudah mengikuti pembelajaran tersebut.

Baca JugaDari Privasi hingga AI, Masa Depan Sengketa Digital di Mahkamah Konstitusi

Menurut Suhartoyo, model pembelajaran semacam itu mampu memperluas akses masyarakat memperoleh keadilan dari jalur konstitusional. Lebih-lebih jika warga itu kehidupan kesehariannya jarang bersentuhan perkara hukum. Sejalan dengan itu, adanya pemahaman mendalam juga akan membuat kualitas permohonan pengujian UU bakal meningkat dengan sendirinya. Imbasnya, putusan-putusan perkara konstitusi juga akan semakin baik di waktu mendatang. 

“Karena, permohonan yang baik juga akan menghasilkan pemahaman dari para hakim yang komprehensif, dan kemudin akan menghasilkan putusan yang berkualitas,” kata Suhartoyo. 

Pemanfaatan AI

Selain platform pembelajaran daring, MK juga menginisiasi pembuatan platform akal imitasi, atau AI, yaitu MKRI AI. Memang, platform itu belum diluncurkan sepenuhnya. Terdapat sejumlah aspek yang mesti dikembangkan agar kelak jika digunakan bisa benar-benar bermanfaat sepenuhnya bagi publik. 

Baca JugaMenjaga Asa Demokrasi di Era Kecerdasan Buatan

Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan menjelaskan, platform AI itu nantinya akan menyuguhkan informasi berbagai hal mengenai MK. Informasi itu antara lain terdiri dari dari jejak persidangan perkara, putusan, konten resmi MK, sampai Peraturan MK yang pernah dikeluarkan. Adapun rentang waktunya dimulai sejak 2003 silam, yang juga menjadi tahun berdirinya MK.

“Dengan demikian, big data sudah tersaji. Kami ingin menghadirkan pelayanan yang optimal, termasuk agar masyarakat bisa berkonsultasi bagaimana berperkara di MK, serta bertanya langsung secara interaktif terkait putusan-putusan MK,” kata Heru.

MKLC dan MKRI AI boleh jadi akan membuka kesempatan lebih besar bagi masyarakat untuk memperjuangkan hak-hak konstitusionalnya. Walaupun begitu, beberapa tahun terakhir, muncul fenomena peningkatan permohonan uji materi, atau pengujian UU di MK. Keadaan ini seakan memotret tumbuhnya kesadaran hukum dari masyarakat. Regulasi yang diuji juga sering berkenaan dengan hak-hak publik seperti UU Cipta Kerja, UU BUMN, dan UU TNI. 

Sejak awal tahun ini hingga Selasa (16/12/2025), jumlah permohonan pengujian UU yang sudah teregistrasi mencapai 255 perkara. Angka itu menjadi yang terbesar sepanjang MK berdiri. Bahkan, peningkatan permohonan mengalami peningkatan secara konsisten dari tahun ke tahun. 

Tahun 2021, jumlah permohonan hanya mencapai 71 perkara. Permohonan itu meningkat menjadi 121 perkara pada 2022. Selama dua tahun berturut-turut, peningkatan kembali terjadi dengan 168 perkara pada 2023, dan 189 perkara pada 2024.

“Barangkali memang hari ini tingkat kebutuhan dan kesadaran masyarakat pencari keadilan, berkaitan dengan hak konstitusionalnya sudah semakin meningkat sehingga ketika menengarai ada hak konstitusionalnya yang tercederai dengan berlakunya sebuah UU, kemudian minta MK melakukan pengujian terhadap norma UU yang diduga mengandung ketidakpastian, atau ketidakadilan itu,” kata Suhartoyo.

Barangkali memang hari ini tingkat kebutuhan dan kesadaran masyarakat pencari keadilan, berkaitan dengan hak konstitusionalnya sudah semakin meningkat.

Baca JugaSejumlah Putusan MK Tak Kunjung Ditindaklanjuti DPR, Mengapa?
Generasi muda dominan

Pengajar hukum tata negara dari Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yance Arizona saat dihubungi, Senin (16/12/2025), melihat, fenomena lonjakan permohonan pengujian UU itu memang bagian dari peningkatan kesadaran hukum masyarakat. Ini semakin menarik mengingat sebagian besar pihak yang mengajukan permohonan berasal dari generasi muda. Keadaan itu dipengaruhi oleh akses informasi dan teknologi yang kian mudah pada masa sekarang. 

Untuk itu, Yance mengapresiasi inisiatif MK yang membuat MKLC dan MKRI AI. Baginya, langkah itu merupakan upaya integrasi teknologi dalam proses yudisial. Terlebih lagi soal pengembangan AI yang mampu mempermudah peningkatan pemahaman masyarakat terkait masalah konstitusi. Layanan itu bakal mendukung akses warga memperoleh keadilan konstitusional.

“Apalagi generasi muda sekarang sangat familiar dengn teknologi, sehingga inovasi seperti ini sejalan dengan semangat zaman dan menjadikan MK sebagai lembaga peradilan yang memelopori integrasi teknologi di bidang yudisial,” kata Yance. 

Hanya saja, Yance juga mengingatkan agar integrasi AI dilakukan penuh kehati-hatian. Di satu sisi, AI akan memudahkan seseorang untuk memproses data lebih cepat. Tetapi, AI juga masih bermasalah dalam hal akurasi jika belum terlalu banyak dilatih. Lantas, ia meminta supaya diterapkan pembatasan tertentu terkait pemanfaatan teknologi itu. 

Baca JugaTak Sekadar Turun ke Jalan, Aktivisme Mahasiswa Kian Terang Bersinar dari Gedung MK

Terkait masalah itu, usul Yance, peran AI dibatasi untuk keperluan literasi dan edukasi publik. Hendaknya teknologi itu tidak digunakan selama proses menjalani perkara. Pasalnya, publik akan mengasumsikan AI buatan MK pasti menghasilkan jawaban akurat. Padahal, teknologi itu membutuhkan banyak pengujian sebelum menghasilkan jawaban berakurasi tinggi. 

“AI harus diposisikan sebagai alat bantu awal untuk mengoleksi dan mengolah data awal. Tetapi, nanti harus ada unsur manusianya ketika kita berperkara. Harus manusia sebagai pemohon yang menentukan dan bertanggung jawab atas permohonannya,” kata Yance.

Inovasi teknologi diambil sebagai jalan pembuka akses warga menuju perjuangan atas hak konstitusionalnya. Lagi-lagi ruang digital memberdayakan rakyat dalam menuntut keadilan dari negara yang kerap lupa akan tanggung jawabnya. Kesadaran hukum yang meningkat sekaligus menjadi pengingat agar negara tak sewenang-wenang karena masyarakat bisa sewaktu-waktu menggugat.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Menteri Mukhtarudin: Negara Berkomitmen Lindungi Pekerja Migran Indonesia Secara Komprehensif
• 20 jam lalujpnn.com
thumb
Gratis, Ini 7 Perawatan Gigi yang Ditanggung BPJS Kesehatan
• 4 jam lalucnbcindonesia.com
thumb
Jakarta Kebakaran Lagi, 10 Warung di Kalideres Ludes Terbakar
• 7 jam lalusuara.com
thumb
Di depan Prabowo, Kepala BMKG sebut ada tiga siklon kepung Indonesia
• 20 jam laluantaranews.com
thumb
Kian Ekspansif, MR.D.I.Y (MDIY) Kini Kelola 1.200 Toko
• 21 jam laluidxchannel.com
Berhasil disimpan.