SURABAYA, KOMPAS - Muhammad Adimas Firdaus Putra Nasihan (25), pelaku ujaran kebencian, terkena konsekuensi berat atas tindakannya. Polda Jawa Barat menangkap dan menahan pemilik akun YouTube Resbob ini. Universitas Wijaya Kusuma Surabaya mencabut status mahasiswanya atau sanksi drop out (DO).
Tidak hanya itu, Dewan Pengurus Komisariat (DPK) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (GMNI UWKS) per 13 Desember 2025 menerbitkan pemberitahuan pemberhentian anggota terhadap Resbob.
”Muhammad Adimas Firdaus diberhentikan dari keanggotaan GMNI UWKS secara tidak terhormat,” demikian pemberitahuan yang dikutip dari akun @gmni_uwks pada Selasa (16/12/2025).
”Dikarenakan yang bersangkutan telah melanggar AD (anggaran dasar) organisasi pada Bab VI Pasal 8 Ayat 2 poin a dan b serta melanggar ART (anggaran rumah tangga) organisasi pada Bab I Pasal 1 Ayat 1 dan Pasal 5 Ayat 1 dan 2,” tulis pemberitahuan dengan nomor 038/Int/DPK.GMNI-UWKS/XII/2025. Tembusan pemberitahuan kepada Dewan Pengurus Pusat (DPP) GMNI, Dewan Pengurus Daerah (DPD) GMNI Jawa Timur, dan Dewan Pengurus Cabang (DPC) GMNI Surabaya.
Firdaus alias Resbob telah melanggar AD yakni kewajiban anggota dan kader untuk menaati AD/ART, peraturan, serta disiplin organisasi. Selain itu, menjunjung tinggi nama dan kehormatan organisasi, aktif melaksanakan program, dan kegiatan organisasi.
Tersangka yang telah ditahan di Polda Jabar itu juga melanggar ART bahwa keanggotaan GMNI tidak membeda-bedakan latar belakang suku, agama, etnis, golongan, dan status sosial calon anggota.
Kader juga harus menaati AD, ART, peraturan, keputusan, serta ketentuan lainnya dalam organisasi. Kader wajib menjunjung tinggi kehormatan dan nama baik organisasi.
GMNI menyatakan sebagai organisasi berlandaskan nasionalisme, marhaenisme, menjunjung tinggi nilai disiplin, etika organisasi, tanggung jawab kolektif, dan loyalitas terhadap AD/ART organisasi.
Didasari hasil evaluasi dan pertimbangan internal, telah terjadi tindakan oleh kader GMNI UWKS yang secara nyata melanggar aturan organisasi, dan menimbulkan kegaduhan dan keresahan internal hingga ruang publik.
Tindakan Firdaus, yang telah DO dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UWKS juga bertentangan dengan ideologi, mencederai marwah, dan mengganggu stabilitas serta keberlangsungan organisasi. Kader harus selalu menghargai serta menjunjung tinggi toleransi dalam segala bentuk perbedaan suku, agama, ras, antargolongan (SARA), dan budaya.
Ketua GMNI Surabaya Virgiawan Budi Prasetyo yang dihubungi pada Selasa siang menyatakan, pemberhentian Firdaus efektif berlaku pada 13 Desember 2025. ”Dengan demikian, saat ditangkap Polda Jabar, bukan lagi berstatus sebagai kader GMNI,” ujarnya.
Menurut Virgiawan, karena bukan lagi kader GMNI, Firdaus tidak akan mendapat pendampingan apalagi bantuan hukum. Bahkan, Firdaus merupakan kader relatif baru bergabung dengan GMNI sejak Oktober 2025.
Sebelum diterima, Virgiawan menyebut Firdaus telah menempuh pendidikan kader. Firdaus juga sudah diminta tidak melontarkan polemik atau ujaran kontroversial mengingat statusnya sebagai pemengaruh di media sosial.
”Waktu itu, dia menyanggupi meskipun sempat bilang jadi influencer itu kalau enggak kontroversial enggak akan laku,” ujar Virgiawan.
Ke depan, GMNI akan lebih ketat dalam memberikan pendidikan dan pengaderan untuk mencegah kader-kadernya berbuat seperti Firdaus.
Melalui pernyataan sikap bertanggal 15 Desember 2025 melalui akun @dpcgmnisurabaya, GMNI adalah organisasi kader perjuangan yang berlandaskan marhaenisme yaitu sosio-nasionalis, sosio-demokratis, dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap kader representasi nilai, sikap, dan watak ideologis organisasi di tengah masyarakat.
Menyikapi tindakan Firdaus, GMNI tidak membenarkan segala bentuk tindakan, pernyataan, maupun ekspresi yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan, keberadaban, persatuan bangsa, dan semangat anti-diskriminasi. GMNI menghormati proses hukum yang berjalan, seraya menegaskan sikap organisatoris yang berpegang teguh pada etika dan moral perjuangan.
Peristiwa ini menjadi momentum refleksi kolektif untuk memperkuat kaderisasi, pendampingan ideologis, dan pembinaan karakter. ”Seluruh komisariat diinstruksikan melakukan evaluasi internal, memperdalam pendidikan Marhaenisme secara substantif, serta menanamkan nilai cinta akan nasib bangsa dan kepribadian yang beradab,” tulis pernyataan sikap itu.
Arah kaderisasi ke depan difokuskan pada pembentukan kader yang cakap intelektual dan organisatoris, sekaligus matang secara etis, ideologis, dan sosial. ”Kami meyakini, organisasi besar bukan yang bebas dari masalah, melainkan yang mampu melakukan koreksi, pembaruan, dan pendewasaan diri secara kolektif. Pernyataan ini disampaikan sebagai tanggung jawab kepada publik, kader, dan bangsa Indonesia,” tulis GMNI.
Sebelumnya, Minggu (14/12/2025), Rektor UWKS Rr Nugrahini Susantinah Wisnujati mengumumkan pencabutan status mahasiswa terhadap Firdaus. ”Rektor Universitas Wijaya Kusuma Surabaya memutuskan menjatuhkan sanksi kepada Muhammad Adimas Firdaus Putra Nasihan NPM 24520017 berupa pencabutan status sebagai mahasiswa Universitas Wijaya Kusuma Surabaya,” ujarnya dalam video di akun resmi @uwksmediacenter.
Pencabutan status sebagai mahasiswa atau DO itu berdasarkan keputusan Rektor UWKS Nomor 324 Tahun 2025. Surat ditetapkan pada 14 Desember 2025.
”UWKS mengecam keras segala bentuk ucapan, tindakan, maupun perilaku yang mengandung unsur diskriminasi, ujaran kebencian, dan pelecehan atas dasar suku, agama, ras dan antargolongan atau SARA,” ujar Nugrahini.
UWKS menilai, tindakan Firdaus tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila ataupun karakter dan budaya kampus. UWKS berdiri atas nilai luhur kewijayakusumaan yang menjunjung tinggi penghormatan terhadap martabat manusia, keberagaman budaya, toleransi, serta persatuan dalam bingkai kebangsaan. Kampus percaya perbedaan bukan alasan untuk merendahkan, melainkan kekayaan yang harus dijaga bersama.
UWKS, kata dia, telah memeriksa internal, obyektif, dan berlandaskan peraturan Rektor UWKS Nomor 170 Tahun 2023 tentang Kode Etik dan Tata Pergaulan Mahasiswa di Kampus UWKS. Selain itu, UWKS memperhatikan hasil rekomendasi dari Komisi Pertimbangan Etik Mahasiswa pada Minggu, 14 Desember 2025.
”Berdasarkan rapat Rektorat dengan memperhatikan rekomendasi Komisi Pertimbangan Etik Mahasiswa dan demi menjaga integritas institusi serta nilai-nilai kebangsaan yang kami junjung tinggi, Rektor UWKS memutuskan untuk menjatuhkan sanksi berupa pencabutan status sebagai mahasiswa atau DO,” kata Nugrahini.
Keputusan itu disebut sebagai tanggung jawab moral dan institusional UWKS. Selain itu, ujar Nugrahini, keputusan itu menjadi bentuk penegakan kode etik dalam menjaga lingkungan akademik yang beradab, aman, dan menghormati keberagaman.
”Kampus berkomitmen menjadi rumah besar pendidikan yang inklusif, beradab, dan menjunjung tinggi nilai toleransi sesuai dengan Pancasila,” katanya.



