Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi menghentikan sementara atau melakukan suspensi perdagangan saham PT Abadi Lestari Indonesia Tbk (RLCO). Emiten yang bergerak di bidang ekspor sarang burung walet ini telah mencetak enam kali auto reject atas (ARA) sejak melantai di bursa melalui penawaran umum perdana saham (IPO) pada Senin (8/12).
Auto reject atas merupakan batas maksimal kenaikan harga saham yang diperbolehkan dalam satu hari perdagangan. Ketika harga menyentuh batas tersebut, sistem perdagangan secara otomatis menolak seluruh pesanan beli maupun jual pada harga di atas batas yang ditentukan.
Kepala Divisi Pengawasan Transaksi BEI Yulianto Aji Sadono mengatakan, suspensi dilakukan menyusul peningkatan harga kumulatif saham RLCO yang dinilai signifikan. Langkah ini diambil sebagai upaya cooling down sekaligus bentuk perlindungan bagi investor.
“PT Bursa Efek Indonesia memandang perlu untuk melakukan penghentian sementara perdagangan saham PT Abadi Lestari Indonesia Tbk (RLCO) pada tanggal 16 Desember 2025. Penghentian sementara perdagangan saham PT Abadi Lestari Indonesia Tbk (RLCO) tersebut dilakukan di Pasar Reguler dan Pasar Tunai,” ujar Yulianto dalam keterangan resmi yang dikutip Selasa (15/12).
Ia menjelaskan, suspensi bertujuan memberikan waktu bagi para pelaku pasar untuk mencermati informasi yang tersedia sebelum mengambil keputusan investasi pada saham RLCO.
Head of Research Korea Investment and Sekuritas Indonesia Muhammad Wafi menilai, lonjakan harga saham RLCO hingga menembus ARA sebanyak enam kali lebih didorong oleh euforia pasca IPO dan kelangkaan saham di pasar, bukan oleh faktor fundamental.
“Bisnisnya emang punya demand ekspor, tapi sifatnya niche, volatile dan sangat tergantung harga dan kualitas panen,” katat Wafi kepada Katadata.co.id pada Selasa (16/12).
Menurut dia, dalam jangka panjang memang terdapat pasar untuk bisnis ekspor sarang burung walet. Namun, pertumbuhannya tidak bersifat linear dan memiliki risiko tinggi, mulai dari sisi pasokan, regulasi ekspor, fluktuasi harga, hingga konsistensi produksi.
“Bukan sektor yang bisa di-compare dengan consumer atau bank,” ujarnya.
Wafi juga mengingatkan, secara historis saham yang baru dibuka kembali usai suspensi kerap bergerak volatil. Saham RLCO masih berpeluang melanjutkan ARA jika permintaan ritel tetap kuat, namun dia mengingatkan bahwa risiko profit taking juga besar, mengingat investor awal telah mengantongi keuntungan signifikan.
Sementara itu, lonjakan harga saham RLCO yang tinggi usai IPO membuat sebagian besar investor memprediksi saham ini dapat naik ke level 1.000 dalam waktu dekat. Menjawab hal tersebut, Wafi menegaskan level tersebut murni berbasis ekspektasi, bukan valuasi.
“Dengan fundamental saat ini, level itu sangat spekulatif. Jika pun tembus, itu karena momentum dan perilaku massa, bukan karena nilai intrinsik,” katanya.
Ia menilai saham RLCO lebih cocok bagi trader agresif ketimbang investor jangka panjang. Investor diminta mewaspadai euforia, menghindari fear of missing out (FOMO), serta menerapkan manajemen risiko secara disiplin. Menurut dia, pasca suspensi justru risiko cenderung lebih besar dibandingkan peluang untuk masuk di level harga baru.
Rencana Usai IPOBerdasarkan prospektus IPO yang diterbitkan perseroan, seluruh dana hasil IPO, setelah dikurangi biaya emisi, akan dialokasikan untuk dua kebutuhan utama. Sekitar 56,33% dana akan digunakan sebagai modal kerja, terutama untuk pembelian bahan baku berupa sarang burung walet.
Sementara itu, 43,67% dana lainnya akan disalurkan kepada anak usaha, PT Realfood Winta Asia, dalam bentuk penyertaan modal yang juga akan digunakan untuk pembelian bahan baku serupa. Perseroan menilai tambahan modal kerja dari IPO diperlukan untuk mengoptimalkan utilitas pabrik yang saat ini masih belum beroperasi pada kapasitas maksimal.
Melalui tambahan pendanaan tersebut, perusahaan berharap dapat meningkatkan kapasitas operasional dan produktivitas, sehingga mendorong pertumbuhan pendapatan ke depan.
Hingga prospektus diterbitkan, perseroan belum menandatangani perjanjian baru dengan pemasok, baik pemasok lama maupun pemasok baru. Apabila dana hasil IPO tidak mencukupi untuk membiayai rencana penggunaan dana, perseroan membuka peluang untuk memanfaatkan sumber pendanaan lain, seperti pinjaman pihak ketiga maupun dana internal.




