Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan kebutuhan penyelenggaraan haji dan umrah dapat dipenuhi oleh industri nasional, mulai dari makanan dan minuman halal, obat-obatan dan alat kesehatan, perlengkapan ibadah, busana muslim dan modest fashion, koper dan tas perjalanan, perlengkapan hotel, hingga produk kebutuhan konsumsi jemaah lainnya. Industri dalam negeri dinilai telah memiliki kapasitas, kualitas, serta sertifikasi yang memadai untuk masuk ke dalam rantai pasok layanan haji dan umrah.
“Dengan jumlah jemaah yang sangat besar setiap tahun, ekosistem haji dan umrah memiliki nilai ekonomi signifikan. Jika kebutuhan tersebut dipasok oleh produk dalam negeri, maka manfaatnya akan kembali ke perekonomian nasional, memperkuat industri, serta membuka dan menjaga lapangan kerja,” ujar Agus dalam keterangannya, Selasa (16/12).
Dia menegaskan bahwa penggunaan produk dalam negeri oleh penyelenggara serta jemaah haji dan umrah tidak hanya bernilai ekonomi, tetapi juga memiliki nilai ibadah.
“Bagi penyelenggara serta jemaah haji dan umrah, ketika belanja barang-barangnya berasal dari produk-produk nasional, mereka bisa mendapat dua pahala. Pahala pertama berasal dari ibadah haji atau umrah itu sendiri. Pahala kedua karena ikut melindungi industri dalam negeri, yang artinya juga melindungi para pekerja Indonesia,” jelasnya.
Penguatan penggunaan produk dalam negeri tersebut sejalan dengan kinerja positif industri manufaktur nasional sebagai penggerak utama perekonomian. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan nonmigas (IPNM) pada kuartal III 2025 tumbuh sebesar 5,58 persen (yoy), melampaui pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,04 persen, dengan kontribusi terhadap PDB mencapai 17,39 persen.
Selain itu, kinerja industri manufaktur Indonesia juga mendapat pengakuan global. Berdasarkan data World Bank dan United Nations Statistics, nilai Manufacturing Value Added (MVA) Indonesia pada 2024 mencapai USD 265,07 miliar, menempatkan Indonesia pada peringkat ke-13 dunia, ke-5 di Asia, dan peringkat pertama di ASEAN.
Menperin menyampaikan, capaian tersebut mencerminkan kuatnya struktur industri nasional. Oleh karena itu, kebijakan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) terus diperkuat sebagai instrumen strategis untuk menjaga nilai tambah tetap berada di dalam negeri, memperkuat keterkaitan hulu-hilir industri, serta meningkatkan daya saing manufaktur nasional secara berkelanjutan.
Hingga saat ini, sebanyak 89.872 produk dari lebih 15.900 perusahaan telah memperoleh sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Studi menunjukkan bahwa setiap belanja Rp 1 untuk produk dalam negeri mampu memberikan dampak ekonomi hingga Rp 2,2, yang menunjukkan besarnya efek berganda bagi perekonomian nasional.
Melalui Business Matching Produk Dalam Negeri 2025, Kemenperin mendorong agar pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, serta penyelenggara haji dan umrah semakin mengutamakan produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa. Kegiatan ini juga menjadi wadah mempertemukan kebutuhan pasar dengan kapasitas industri nasional guna membangun kemitraan usaha yang berkelanjutan.
“Dengan memperkuat penggunaan produk dalam negeri untuk kebutuhan haji dan umrah, kita tidak hanya memperkuat industri halal nasional, tetapi juga memastikan manfaat ekonomi dirasakan secara luas dan berkesinambungan,” tambahnya.





