KPK memeriksa mantan bendahara Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Tauhid Hamdi. Pemeriksaan ini terkait penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji.
"Betul. Pemeriksaan kali ini untuk penghitungan KN-nya (kerugian negara)," kata juru bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (16/12/2025).
Budi mengatakan KPK memeriksa sejumlah saksi, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Pemeriksaan dilakukan untuk penghitungan kerugian keuangan negara akibat korupsi kuota haji.
"Selain memeriksa saudara YCQ yang menjabat sebagai menteri agama saat tempus perkara, pemeriksaan hari ini juga dilakukan kepada sejumlah saksi lainnya, yakni dari para pihak asosiasi penyelenggara haji," ucapnya.
Berikut daftar saksi lainnya:
1. Ali M amin
2. Ida Nursanti
3. Kirina Nurrun Nisa
4. Saodah
5. H. Amaluddin
6. Ali Makki
Tauhid sebelumnya sudah 3 kali dimintai keterangannya oleh KPK. Yakni pada Jumat (19/9), Kamis (25/9), dan Selasa (7/10).
Kasus dugaan korupsi yang diusut KPK ini terkait pembagian tambahan 20 ribu jemaah untuk kuota haji tahun 2024 atau saat Yaqut menjabat Menteri Agama. Kuota tambahan itu didapat Indonesia setelah Presiden RI saat itu, Joko Widodo (Jokowi), melakukan lobi-lobi ke Arab Saudi.
Kuota tambahan itu ditujukan untuk mengurangi antrean atau masa tunggu jemaah haji reguler Indonesia, yang bisa mencapai 20 tahun, bahkan lebih.
Sebelum adanya kuota tambahan, Indonesia mendapat kuota haji sebanyak 221 ribu jemaah pada 2024. Setelah ditambah, total kuota haji RI tahun 2024 menjadi 241 ribu. Namun kuota tambahan itu malah dibagi rata, yakni 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus.
Padahal, UU Haji mengatur kuota haji khusus hanya 8 persen dari total kuota haji Indonesia. Akhirnya Indonesia menggunakan kuota 213.320 untuk jemaah haji reguler dan 27.680 untuk jemaah haji khusus pada 2024.
KPK menyebut kebijakan era Yaqut itu membuat 8.400 orang jemaah haji reguler yang sudah mengantre lebih dari 14 tahun dan seharusnya bisa berangkat setelah ada kuota tambahan tahun 2024 malah gagal berangkat. KPK pun menyebut ada dugaan awal kerugian negara Rp 1 triliun dalam kasus ini. KPK telah menyita rumah, mobil, hingga uang dolar terkait kasus ini.
(ial/fas)





