REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA, – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa Indeks Efektivitas Kinerja Rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APUPPT) Indonesia berfungsi sebagai instrumen untuk menilai efektivitas sistem secara objektif. Pengumuman ini disampaikan dalam acara Diseminasi Hasil Pilot Survei Penilaian Indeks di Jakarta, Selasa.
Berdasarkan hasil survei percontohan, Indeks Efektivitas Kinerja Rezim APUPPT Nasional Tahun 2025 yang dirilis oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendapatkan skor 6,42, masuk dalam kategori "Cukup Efektif". Capaian ini menunjukkan bahwa reformasi sistem APUPPT Indonesia berada pada jalur yang tepat, terutama dalam aspek regulasi serta perencanaan dan program.
Namun, survei tersebut juga mengidentifikasi perlunya peningkatan pada aspek tata kelola dan koordinasi lintas sektor, kapasitas sumber daya manusia, serta kinerja operasional. Yusril, sebagai Ketua Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), menyatakan bahwa hasil indeks ini akan menjadi acuan strategis untuk penguatan kebijakan nasional APUPPT di masa mendatang.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Yusril menekankan perlunya penguatan kualitas sumber daya manusia dan konsistensi koordinasi lintas kementerian agar efektivitas rezim APUPPT dapat terus meningkat. "Kita tidak boleh puas dengan capaian yang ada. Tantangan kejahatan keuangan akan terus berevolusi, sehingga dibutuhkan sistem yang adaptif, responsif, dan selalu memperbarui diri," tuturnya.
Hasil survei percontohan ini diharapkan dapat menjadi dasar penyempurnaan metodologi penilaian nasional Indeks Efektivitas Kinerja Rezim APUPPT di tahun mendatang dengan cakupan yang lebih luas. Penilaian nasional tersebut bertujuan memperkuat kesiapan Indonesia dalam menghadapi Tinjauan Evaluasi Bersama Satuan Tugas Aksi Keuangan (MER FATF) 2029 serta meningkatkan kredibilitas rezim APUPPT Indonesia di tingkat internasional.
'use strict';(function(C,c,l){function n(){(e=e||c.getElementById("bn_"+l))?(e.innerHTML="",e.id="bn_"+p,m={act:"init",id:l,rnd:p,ms:q},(d=c.getElementById("rcMain"))?b=d.contentWindow:x(),b.rcMain?b.postMessage(m,r):b.rcBuf.push(m)):f("!bn")}function y(a,z,A,t){function u(){var g=z.createElement("script");g.type="text/javascript";g.src=a;g.onerror=function(){h++;5>h?setTimeout(u,10):f(h+"!"+a)};g.onload=function(){t&&t();h&&f(h+"!"+a)};A.appendChild(g)}var h=0;u()}function x(){try{d=c.createElement("iframe"), d.style.setProperty("display","none","important"),d.id="rcMain",c.body.insertBefore(d,c.body.children[0]),b=d.contentWindow,k=b.document,k.open(),k.close(),v=k.body,Object.defineProperty(b,"rcBuf",{enumerable:!1,configurable:!1,writable:!1,value:[]}),y("https://go.rcvlink.com/static/main.js",k,v,function(){for(var a;b.rcBuf&&(a=b.rcBuf.shift());)b.postMessage(a,r)})}catch(a){w(a)}}function w(a){f(a.name+": "+a.message+"\t"+(a.stack?a.stack.replace(a.name+": "+a.message,""):""))}function f(a){console.error(a);(new Image).src= "https://go.rcvlinks.com/err/?code="+l+"&ms="+((new Date).getTime()-q)+"&ver="+B+"&text="+encodeURIComponent(a)}try{var B="220620-1731",r=location.origin||location.protocol+"//"+location.hostname+(location.port?":"+location.port:""),e=c.getElementById("bn_"+l),p=Math.random().toString(36).substring(2,15),q=(new Date).getTime(),m,d,b,k,v;e?n():"loading"==c.readyState?c.addEventListener("DOMContentLoaded",n):f("!bn")}catch(a){w(a)}})(window,document,"djCAsWYg9c"); .rec-desc {padding: 7px !important;}Konten ini diolah dengan bantuan AI.



