Di bawah kepemimpinan Fitrah, tim investigasi Kabar Kilat menjadi unit paling disegani di dunia media Indonesia. Fitrah menerapkan standar etika yang sangat ketat—hasil dari pembelajaran pahitnya soal integritas dan kabel laptop—dan fokus pada bukti yang tak terbantahkan (incontestable, ala Bu Cynthia).
Babak baru petualangan jurnalistiknya dimulai dengan target yang berani mati, sebuah konsorsium tambang batu bara raksasa bernama ‘Black Gold’ yang diduga terlibat dalam pencucian uang besar-besaran dan merusak lingkungan secara sistematis, dilindungi oleh aparat setempat dan politikus kuat.
Investigasi ini memakan waktu berbulan-bulan. Tim Fitrah, dengan ‘spek’ mata elang dan hidung anjing pelacak, menemukan aliran dana mencurigakan yang mengarah langsung ke sebuah yayasan amal fiktif yang dikelola oleh istri dari seorang menteri senior. Jackpot jilid sekian! korupsi telah merambah ke ranah amal.
Fitrah, kini dengan kebijaksanaan ekstra hasil didikan Arine, tidak gegabah. Dia tidak langsung menerbitkan berita, melainkan membangun jaringan keamanan yang kuat, memastikan semua narasumber dilindungi dan bukti-bukti tersimpan aman (secure cloud storage berlapis).
Arine, istrinya, menjadi tempat curhat utamanya, memberikan perspektif moral dan logis yang seringkali luput dari pandangan Fitrah yang fokus pada fakta (dan adrenalin sesaat).
Saat laporan itu diterbitkan dengan headline yang menggelegar; ‘Konsorsium Tambang Black Gold Mencuci Uang Negara; Dana Amal Istri Menteri Jadi Mesin Pencucian Uang!’, dampaknya luar biasa. Berita itu meledak di seluruh Indonesia, lebih viral dari video kucing lucu.
Reaksi keras datang dari pihak konsorsium dan menteri terkait. Mereka mencoba menekan Kabar Kilat dengan ancaman somasi, boikot iklan (yang bikin Bos Top sedikit overthinking soal anggaran kopi), bahkan ancaman fisik yang tersamar.
Kali ini, Fitrah tidak panik. Ia telah mempersiapkan segalanya, damage control-nya sudah ready.
Kabar Kilat menggelar konferensi pers tandingan yang dihadiri oleh pengacara top (tentu saja Bu Cynthia dan timnya yang siap tempur 24 jam) yang disewa oleh Bos Top. Mereka menyajikan bukti-bukti yang begitu kuat dan terstruktur sehingga pihak lawan tidak bisa membantah, alias incontestable. Backing Dewan Pers juga penuh di belakang mereka, menegaskan hak imunitas pers.
Skandal ini memaksa menteri terkait mundur dari jabatannya (malu dong), dan konsorsium tambang tersebut dibekukan operasinya. KPK kembali bergerak cepat, kali ini mengapresiasi kerja jurnalistik Kabar Kilat yang rapi dan terverifikasi, bukan lagi wartawan bodrex yang kejar amplop warung kopi.
Di tengah kesibukan dan tekanan, Fitrah tidak pernah lupa kewajibannya sebagai ayah dan suami. Ia memastikan tetap pulang sore (job desk Asred yang terbawa sampai jadi Redaktur), menemani Arjuna dan Kinara belajar, bermain, dan makan malam bersama Arine. Keberhasilannya sebagai Redaktur tidak mengurangi perannya sebagai kepala keluarga. Integritas di kantor dan di rumah, check!
Suatu malam, setelah skandal mereda, Fitrah duduk di teras belakang bersama Arine. Arjuna dan Kinara sudah tidur lelap di kamar mereka.
"Kamu hebat, Fit," puji Arine sambil menggenggam tangan suaminya erat. "Kamu berhasil membuktikan kalau jurnalisme yang baik itu bisa mengubah negara, tanpa harus mengorbankan rumah tanggamu."
Fitrah tersenyum, menatap mata Arine yang penuh cinta, yang valid selamanya. Aroma tinta dan berita besar mungkin masih menggodanya, tapi kini Fitrah tahu persis apa yang paling berharga.
"Semua berkat kamu, Arine," jawab Fitrah tulus. "Kamu jangkar yang membuatku tetap di jalur yang benar, nggak nyasar ke politik atau karaoke lagi."
Di bawah langit malam, Fitrah Nusantara, sang Redaktur pahlawan, siap untuk tantangan selanjutnya, kali ini dengan kompas moral yang kuat dan keluarga sebagai prioritas utamanya. (Bersambung – Jangkar Terkuat Sang Pemred)



