Sektor usaha kecil, mikro, dan menengah atau UMKM telah tumbuh menjadi ekosistem sosial yang menjadi penghubung tidak hanya bagi pelaku usaha dan keluarga, tetapi juga komunitas dan pasar yang terus berkembang.
Ketika pelaku UMKM mendapatkan akses keuangan yang tepat, bukan hanya usahanya yang akan tumbuh, tetapi juga berdampak positif dalam kesehatan finansial rumah tangga. Hal itu tentu akan memperkuat fondasi bagi perekonomian daerah.
Akses keuangan yang tepat itu dirasakan oleh perempuan pelaku UMKM yang menjadi mitra Amartha di sejumlah daerah di Indonesia.
Pengalaman itu dibagikan oleh Dessi Ari Setiyowati, Yuanita Komalasari, dan Gusti Ian, perempuan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah di Sukoharjo dan Surakarta, Jawa Tengah.
Pada awalnya, Dessi, yang membuka warung kelontong di tempat tinggalnya di Pabelan, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo, membutuhkan pinjaman modal untuk mengembangkan usaha warung kelontong.
Dessi kemudian menjadi mitra Amartha dan memperoleh pinjaman untuk usaha. Dua tahun terakhir ini Dessi juga mulai menjadi agen AmarthaLink yang menjadi jembatan bagi warga yang kesulitan untuk mendapatkan akses ke bank atau layanan digital.
Sebagai agen AmarthaLink, Dessi melayani kebutuhan transaksi keuangan digital bagi para tetangga dan warga lain di sekitar lingkungannya.
Sementara bagi Yuanita Komalasari, pelaku usaha minuman herbal dengan jenama Omah Rempah di Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah, yang dibutuhkan para pelaku UMKM adalah akses keuangan dengan persyaratan yang mudah dan tidak memberatkan.
Yuanita Komalasari yang akrab disapa ibu Puci ini mulai bergabung sebagai mitra Amartha pada 2023 setelah sebelumnya terkendala permodalan. Bantuan pinjaman itu digunakan untuk membeli peralatan yang memadai dan menambah kapasitas produksi.
Berawal dari usaha mandiri di rumah, ibu Puci kini juga mulai mempekerjakan orang lain untuk membantunya melayani pesanan minuman herbal.
Suara mesin jahit terdengar jelas di salah satu rumah yang berada di tengah permukiman di Sumber, Kecamatan Banjarsari, Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (27/11/2025).
Di dalam rumah tampak empat perempuan sedang sibuk bekerja. Dua orang duduk di depan mesin jahit, sedangkan dua orang lainnya duduk di lantai.
Mereka adalah para perajin dan penjahit rumah produksi untuk Kebaya Mbok Dhe.
Pemilik usaha dengan jenama Kebaya Mbok Dhe ini adalah Gusti Ian. Mulai menggeluti dunia pakaian tradisional sejak 2007, Gusti Ian menghadapi banyak tantangan dalam berbisnis, termasuk pandemi yang sempat membuat usahanya terpuruk.
Ia kemudian mencoba membangun kembali usahanya dengan membuat produk kebaya dengan model yang tidak membosankan dan bukan sekedar mengikuti tren.
Dari berjualan di rumah, usaha yang digeluti Gusti Ian terus berkembang hingga ia bisa menyewa kios di Pasar Triwindu.
Kebaya Mbok Dhe juga menjadi jenama dengan banyak pelanggan dari berbagai daerah.
Meningkatnya pesanan Kebaya Mbok Dhe, membuat usaha ini banyak melibatkan penjahit lokal di Solo untuk turut membantu memenuhi pesanan pelanggan.
Gusti Ian merasa senang jika usahanya ini bisa mempekerjakan banyak orang terutama para perempuan.




:quality(80):format(jpeg)/posts/2025-12/15/featured-130a5d3a27a5452494c35e8b6131606c_1765808322-b.jpg)