Bursa saham Asia menguat pada Rabu (17/12/2025), di tengah data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) yang beragam gagal mengubah arah ekspektasi suku bunga.
IDXChannel - Bursa saham Asia cenderung menguat pada Rabu (17/12/2025), di tengah data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) yang beragam gagal mengubah arah ekspektasi suku bunga.
Investor pun memilih menunggu petunjuk lanjutan sebelum menentukan langkah berikutnya.
Indeks MSCI Asia-Pasifik di luar Jepang naik 0,16 persen, sementara indeks Nikkei Jepang menguat 0,25 persen dan Topix terapresiasi tipis 0,03 persen.
Shanghai Composite mendaki 0,13 persen, Hang Seng Hong Kong terkerek 0,09 persen, dan KOSPI Korea Selatan melejit 0,73 persen.
Berbeda, ASX 200 Australia turun 0,22 persen dan STI Singapura minus 0,29 persen.
Di pasar yang lebih luas, saham memulai perdagangan dengan sikap hati-hati seiring pelaku pasar mencermati laporan nonfarm payrolls (NFP) AS yang telah lama dinanti pada Selasa.
Melansir dari Reuters, pertumbuhan lapangan kerja AS tercatat pulih lebih kuat dari perkiraan pada November, setelah mengalami penurunan terdalam dalam hampir lima tahun pada Oktober.
Namun, tingkat pengangguran justru naik ke level tertinggi dalam lebih dari empat tahun, yakni 4,6 persen.
Meski demikian, data tersebut dinilai sarat gangguan, mengingat proses pengumpulan data terdampak penutupan pemerintahan AS selama 43 hari, yang menjadi rekor terpanjang.
“Kendala dalam pengumpulan data terkait akan membuat banyak pihak skeptis untuk menafsirkan terlalu dalam angka ketenagakerjaan terbaru ini,” ujar Kepala Riset Makro Monex Europe, Nick Rees.
“Meski begitu, kami tetap menilai kesimpulan utamanya adalah pasar tenaga kerja AS melemah lebih cepat dari yang diperkirakan para pembuat kebijakan, meskipun masih ada ruang untuk mempertanyakan seberapa mengkhawatirkan pelemahan tersebut,” imbuh Rees.
Di Wall Street, kontrak berjangka Nasdaq turun 0,26 persen dan kontrak berjangka S&P 500 melemah 0,14 persen, setelah sesi perdagangan tunai yang bergerak beragam.
Pasar berjangka (futures) masih memperhitungkan sekitar dua kali pemangkasan suku bunga AS tahun depan. Data ketenagakerjaan terbaru dinilai belum cukup kuat untuk menggeser ekspektasi tersebut.
Data penting berikutnya yang dinantikan investor adalah laporan inflasi AS untuk November yang dijadwalkan rilis pada Kamis.
“Untuk saat ini, skenario dasar kami tetap dua kali pemangkasan suku bunga masing-masing 25 basis poin pada paruh pertama tahun depan, yakni pada pertemuan FOMC Maret dan Juni, dengan risiko condong ke arah pemangkasan yang lebih banyak ketimbang lebih sedikit pada 2026,” tulis para ekonom Wells Fargo dalam sebuah catatan.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS relatif stabil setelah turun pada perdagangan sebelumnya. Imbal hasil obligasi tenor 10 tahun terakhir berada di 4,1509 persen, sementara obligasi tenor dua tahun di level 3,4933 persen.
Di luar AS, investor juga menanti keputusan kebijakan dari sejumlah bank sentral utama, yakni Bank of England (BoE), Bank Sentral Eropa (ECB), dan Bank of Japan (BOJ), yang dijadwalkan berlangsung pekan ini.
BoE diperkirakan memangkas suku bunga. Sementara itu, pelaku pasar memperkirakan ECB mempertahankan kebijakan, dan BOJ menaikkan suku bunga.
Kondisi tersebut membuat pergerakan mata uang relatif terbatas, meskipun dolar AS masih berada dalam tekanan.
Harga minyak melonjak setelah Presiden AS Donald Trump memerintahkan penerapan blokade ‘total dan menyeluruh’ terhadap seluruh kapal tanker minyak yang dikenai sanksi dan keluar-masuk Venezuela. (Aldo Fernando)



