Bisnis.com, MEDAN – Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatra Utara (Sumut) menyebut pasokan bahan olah karet rakyat (bokar) ke pabrik-pabrik pengolahan akan turun signifikan pascabanjir yang melanda sejumlah sentra karet di wilayah Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
Sekretaris Eksekutif Gapkindo Sumut Edy Irwansyah mengatakan bahwa penurunan pasokan bokar ke pabrik diperkirakan menurun hingga 50% dibanding kondisi normal.
Hal ini lantaran terputusnya rantai pasok bahan baku dari sentra-sentra produksi karet akibat kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan serta cuaca yang belum sepenuhnya kondusif.
"Secara keseluruhan, pascabanjir dan cuaca ekstrem, pabrik-pabrik pengolahan karet di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat mengalami penurunan pasokan bokar yang sangat signifikan, diperkirakan berkurang hingga sekitar 50% dibandingkan kondisi normal," kata Edy dalam keterangan resmi, Selasa (16/12/2025).
Di wilayah Aceh, misalnya, pasokan bokar dari sentra produksi di Aceh Timur, Aceh Utara, dan Lhokseumawe masih terhambat karena jembatan di Kabupaten Pidie Jaya dan Bireun masih terputus. Jembatan itu diketahui merupakan akses utama pengangkutan bokar menuju pabrik.
Edy mengatakan hingga saat ini jembatan belum dapat dilalui normal sehingga pasokan dari wilayah tersebut masih terisolasi.
Baca Juga
- Asuransi Tanggung Kerugian Global Rp1,7 Kuadriliun akibat Bencana Alam, Termasuk Banjir Sumatra
- Dampak Banjir Sumatra: 139.000 Rumah Rusak, Wilayah Aceh Terparah!
- SKK Migas dan EMP Tonga Bantu Korban Banjir Tapanuli Selatan
Kondisi di Sumatra Utara tak jauh berbeda. Dia menyebut gangguan distribusi terjadi akibat putusnya sejumlah ruas jalan di sentra produksi kawasan Tapanuli.
Selain itu, pasokan dari Kepulauan Nias belum dapat dikirim secara optimal karena kondisi cuaca laut yang belum membaik sehingga angkutan kapal dari Nias ke Sibolga belum kembali normal.
Sementara di Sumatra Barat, pabrik pengolahan mengalami keterbatasan pasokan karena sebagian bahan baku berasal dari Sumatra Utara dan pulau-pulau sekitar Riau.
"Hingga saat ini distribusi dari wilayah-wilayah tersebut masih terkendala akibat cuaca buruk yang membatasi aktivitas pelayaran dan kapal belum dapat berlabuh secara optimal," kata Edy.
Selain infrastruktur yang terputus pascabanjir, penurunan pasokan bokar ke pabrik pengolahan diperparah oleh keterbatasan mobilitas angkutan truk ekspedisi, baik akibat akses jalan yang belum pulih sepenuhnya maupun terkendala ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di beberapa wilayah.
Edy mengatakan pelaku industri berharap kondisi ini segera terlewati. Para pelaku usaha berharap perbaikan infrastruktur segera dilakukan, begitu pula dengan distribusi BBM dan pemulihan sarana transportasi.
"Percepatan perbaikan infrastruktur, normalisasi distribusi BBM, serta pemulihan transportasi darat dan laut, agar rantai pasok bokar dapat segera kembali berjalan normal dan aktivitas industri karet tidak semakin terganggu," jelas dia.




