Dalam dunia binatang, manusia bukanlah spesies yang paling setia dengan satu pasangan seksual untuk seumur hidupnya. Namun dibanding kelompok primata besar lain, seperti simpanse dan gorila, tingkat monogami manusia jauh lebih tinggi. Monogami pada manusia bukanlah sesuatu yang alami, tetapi berkembang dan berevolusi sesuai struktur sosialnya.
Perkawinan memiliki keuntungan sosial yang bersifat evolutif. Karena itu, berbagai spesies binatang secara independen mengembangkan berbagai pola perkawinan yang menguntungkan baik dalam sisi biologis yang mendukung proses reproduksi, pertimbangan ekologis terkait pembagian sumber daya, hingga manfaat sosial dalam pembentukan msyarakat.
Meski demikian, monogami bukanlah pola perkawinan yang umum dalam dunia binatang, termasuk kelompok primata maupun mamalia. Karena itu, selama berabad-abad, manusia juga diyakini bukanlah spesies yang menjalankan perkawinan monogami secara alami. Struktur sosial yang terbentuk, khususnya pada beberapa abad terakhir, membuat manusia menjadi spesies yang akhirnya cenderung monogami.
Dalam budaya modern manusia, monogami diperkirakan baru muncul sekitar 1.000 tahun terakhir. Bahkan seperti ditulis di situs Universitas Cambridge Inggris, 10 Desember 2025, sebelum Revolusi Industri berlangsung di tahun 1700-an, sebanyak 85 persen masyarakat dalam berbagai budaya membolehkan poligami, terutama dalam bentuk poligini yaitu satu laki-laki yang memiliki pasangan seksual perempuan lebih dari satu orang pada satu waktu.
Monogami lebih berkembang dibanding poligami dalam berbagai budaya dan menjadi landasan kerja sama sosial karena mendukung pengasuhan anak yang lebih baik, lebih efektif dalam pembagian sumber daya kepada pasangan kawinnya sehingga lebih menyejahterakan, mengurangi konflik antarlaki-laki dan pembunuhan keturunan, hingga menjaga struktur sosial yang lebih stabil.
Meski monogami berkembang, namun banyak variasi monogami yang tumbuh. Dibanding monogami seksual yang hanya menghendaki satu pasangan kawin seumur hidup, monogami serial maupun monogami sosial lebih banyak terjadi. Monogami serial hanya menuntut komitmen terhadap satu pasangan untuk satu periode tertentu dan bisa berganti pasangan pada periode berikutnya, sedangkan monogami sosial menghendaki adanya satu pasangan sah yang berkomitmen tetapi juga memiliki pasangan seksual lain di luar hubungan resminya.
Untuk mengetahui seberapa besar tingkat monogami dalam dunia binatang, peneliti antropologi evolusioner dari Universitas Cambridge Inggris Mark Dyble menganalisis proporsi jumlah saudadara kandung penuh dengan saudara tiri pada sejumlah spesies binatang dan beberapa populasi manusia sepanjang sejarah.
“Spesies dan masyarakat dengan tingkat monogami lebih tinggi cenderung menghasilkan lebih banyak saudara kandung yang memiliki orangtua sama. Sementara mereka yang memiliki pola perkawinan poligami atau promiskuitas (perilaku seksual yang sering berganti pasangan tanpa ikatan jangka panjang), cenderung memiliki lebih banyak saudara tiri,” katanya.
Guna menjawab persoalan tersebut, Dyble mengembangkan model komputasi untuk memetakan data saudara kandung yang dikumpulkan dari data genetik terbaru. Data genetik itu diambil dari sejumlah situs arkeologi, termasuk pemakaman dari Zaman Perunggu di Eropa atau sekitar tahun 3200 sebelum masehi (SM) sampai 900 SM serta situs Neolitikum atau Zaman Batu Baru sekitar tahun 10.000 SM-2.000 SM di Anatolia atau wilayah Turki modern.
Tak hanya itu, data genetik juga dikumpulkan dari 94 kelompok manusia di seluruh dunia, mulai dari suku Hadza yang merupakan kelompok pemburu-pengumpul di Tanzania hingga petani padi di Toraja, Indonesia.
Meski model ini masih kasar, tetapi merupakan cara yang langsung dan konkret untuk mengukur pola monogami dibanding metode-metode lainnya yang pernah digunakan. Dari proporsi jumlah saudara kandung yang ditemukan, kemudian disusun pemeringkatan untuk mengetahui spesies mana yang paling monogami dan spesies mana yang lebih suka menjalani poligami.
Hasil pemodelan yang diterbitkan dalam Proceedings of the Royal Society: Biological Sciences, 10 Desember 2025, menunjukkan monogami pada manusia Homo sapiens cukup tinggi dibanding mamalia lain yang lebih bebas dalam menjalankan seleksi seksual. Tingkat monogami atau tingkat saudara kandung pada manusia mencapai 66 persen.
Dengan tingkat monogami sebesar itu, manusia berada di urutan ketujuh dari 35 spesies yang diukur atau peringkat ketujuh dari 11 spesies yang juga menjalani monogami sosial dan lebih menyukai ikatan perkawinan jangka panjang.
Tingkat monogami yang mirip dengan manusia dimiliki oleh meerkat atau mirkat dengan porsi saudara kandung mencapai 59,9 persen dan berang-berang Eurasia sebesar 72,9 persen. Meerkat Suricata suricatta adalah sejenis luwak atau garangan yang hidup di selatan Afrika, sedangkan biwara Eurasia Castor fiber yang mirip dengan berang-berang tersebar mulai dari Eropa Barat hingga ke perbatasan China-Mongolia.
“Sama seperti manusia, tingkat monogami (pada meerkat dan biwara Eurasia) ini menunjukkan tren signifikan untuk monogami, tetapi dengan fleksibilitas yang cukup besar,” katanya.
Sementara primata yang memiliki tingkat monogami mirip dengan manusia adalah owa tangan putih Hylobates lar. Dikutip dari situs Animalia, hewan dengan lengan dan tangan panjang yang tersebar di Asia Timur dan Asia Tenggara ini termasuk hewan monotokus atau umumnya hanya mampu menghasilkan satu anak dalam satu waktu kehamilan, mirip manusia. Kondisi itu sedikit berbeda dengan mamalia monogami lain yang bisa melahirkan beberapa anak dalam satu persalinan.
Primata nonmanusia lain yang memiliki tingkat monogami tinggi adalah tamarin berkumis Saguinus mystax sebesar 77,6 persen. Dikutip dari New England Primate Conservancy, monyet kecil dari hutan hujan tropis Amazon di barat Brasil dan timur Peru ini memiliki dua sistem perkawinan, yaitu monogami dan poliandri. Dalam perkawinan poliandri, satu betina kawin dan bereproduksi dengan lebih dari satu pejantan.
Dalam satu persalinan, tamarin berkumis bisanya melahirkan dua anak kembar non-identik yang berasal dari dua sel telur terpisah yang telah dibuahi oleh dua sel sperma yang berbeda pula. Dalam pengasuhan anak, sang jantan akan mengambil dan membawa anaknya ke induknya dan semua anggota kelompok akan membantu sang induk merawat anak-anaknya.
Selain itu, semua primata lain dalam studi ini diketahui memiliki sistem perkawinan poligami, baik poligini maupun poliandri sehingga tingkat monogaminya rendah. Mereka antara lain gorila gunung Gorilla beringei beringei dengan tingkat monogami 6,2 persen, simpanse Pan troglodytes dan lumba-lumba hidung botol Tursiops truncatus 4,1 persen, monyet Jepang Macaca fuscata 2,3 persen dan moyet Rhesus Macaca mulatta 1,1 persen.
“Berdasarkan pola perkawinan primata kerabat dekat manusia yang masih ada, seperti simpanse dan gorila, monogami pada manusia kemungkinan berevolusi dari kehidupan berkelompok non-monogami. Ini merupakan transisi yang sangat tidak biasa di antara mamalia,” tambah Dyble.
Di antara sedikit spesies yang mengalami pergeseran evolusi serupa adaalah serigala abu-abu Canis lupus dan rubah merah Vulpes vulpes. Kedua jenis hewan ini melakukan monogami sosial dan perawatan anak yang kooperatif. Namun leluhur mereka berdua yaitu keluarga Canidae atau Canid hidup berkelompok dan melakukan poligini.
Serigala abu-abu memiliki tingkat monogami 46,2 persen dan rubah merah 45,2 persen. Sedangkan saudara mereka, yaitu serigala Ethiopia Canis simensis memiliki tingkat monogami 76,5 persen atau di peringkat kelima dan anjing liar Afrika Lycaon pictus mempunyai tingkat monogami 85 persen dengan peringkat monogami kedua.
Binatang yang paling setia dengan pasangan kawinnya dengan tingkat monogami mencapai 100 persen adalah tikus California Peromyscus californicus. Menurut Animal Diversity Web, hewan pengerat kecil pemakan buah, biji, dan bunga semak ini ditemukan di tengah dan selatan California, Amerika Serikat dan barat laut Meksiko.
Sementara binatang yang paling gemar berpoligami alias gonta-ganti pasangan seksual adalah domba Soay Ovis aries yaitu domba ternak yang diturunkan dari domba liar di Pulau Soay, Skotlandia Inggris. Tingkat monogami domba Soay ini hanya 0,6 persen.
Meski tingkat kesetiaan manusia dengan pasangannya mirip dengan meerkat dan biwara Eurasia, namun manusia dengan kedua jenis binatang itu memiliki sistem kemasyarakatan dan sistem sosial yang sangat berbeda. Perbedaan kelompok sosial itu membuat proses monogami pada manusia juga berbeda dibanding spesies lain dengan tingkat monogami yang mirip.
"Sebagian besar spesies (meerkat dan biwara Eurasia) ini, hidup dalam kelompok sosial seperti koloni serta kemungkinan hidup berpasangan secara menyendiri dan berkeliling bersama. Manusia sangat berbeda dari itu. Manusia hidup dalam kelompok yang memiliki multi-jantan dan multi-betina, tetapi manusia juga memiliki unit monogami atau pasangan yang terikat," kata Dyble seperti dikutip dari BBC, 11 Desember 2025.
Satu-satunya mamalia lain yang diyakini hidup dengan model kelompok sosial mirip manusia adalah hewan pengerat besar mara Patagonia Dolichotis patagonum. Hewan yang mirip kelinci ini tinggal dalam kelompok yang stabil dan terdiri atas banyak individu dewasa dengan campuran jenis kelamin. Meski demikian, dalam kelompok tersebut terdapat ikatan-ikatan pasangan yang eksklusif. Beberapa pasangan jangka panjang binatang ini mendiami satu liang yang sama.
Meski manusia memiliki kemiripan genetik 98,8 persen dengan simpanse dan 98,7 persen dengan bonobo, nyatanya manusia menempuh jalur perkawinan yang berbeda.
Walau riset ini berhasil memetakan tingkat monogami dalam sejumlah spesies, Dyble menegaskan bahwa studi ini mengukur monogami reproduktif, bukan perilaku seksual. Pada sebagian besar mamalia, perkawinan umumnya terkait erat dengan proses reprodduksi. Perkawinan selalu diidentikkan dengan memiliki keturunan.
Namun pada manusia, berkembangnya metode dan teknologi kontrasepsi untuk pengendalian kelahiran membuat perkawinan tidak lagi identik dengan proses reproduksi. Praktik budaya yang berkembang juga membuat perkawinan dan fungsi reproduksi bisa dipisahkan.
Manusia memiliki beragam pola hubungan sehingga menciptakan kondisi yang campur aduk, baik mempunyai saudara kandung, tetapi juga memiliki saudara tiri. Selain itu, keberadaan anak juga dianggap sebagian orangtua sebagai sarana investasi yang kuat. Semua itu akhirnya memunculkan banyak model perkawinan, mulai dari monogami serial hingga poligami yang stabil.
Secara terpisah, ahli biologi evolusi dari Universitas Bristol Inggris Kit Opie yang tidak terlibat dalam penelitian Dyble mengatakan studi tingkat monogami pada sejumlah spesies ini menjelaskan bagaimana monogami pada manusia muncul. Studi ini juga menunjukkan bahwa di sepanjang waktu dan di berbagai tempat, manusia itu bersifat monogami.
Meski manusia memiliki kemiripan genetik 98,8 persen dengan simpanse dan 98,7 persen dengan bonobo, nyatanya manusia menempuh jalur perkawinan yang berbeda. Pilihan inilah yang akhirnya membuat manusia jauh lebih monogami dibanding saudara mereka simpanse dan bonobo.





