Tim penyidik KPK melakukan perjalanan ke Arab Saudi beberapa waktu lalu untuk mendalami kasus dugaan korupsi kuota haji 2024. KPK menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian negara saat pengecekan di Saudi itu.
"Jadi ketika tim berangkat ke Arab Saudi, penyidik juga beserta kawan-kawan auditor dari BPK. Jadi sekalian dari temuan-temuan itu tentu kemudian butuh dikonfirmasi kepada para saksi yang kemarin diminta keterangan," kata juru bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (17/12/2025).
KPK melakukan sejumlah pengecekan di Saudi. Salah satunya yang dicek KPK terkait fasilitas haji.
"Dalam pengecekan di Arab Saudi, penyidik dan BPK itu melakukan peninjauan secara langsung ya, berkait dengan fasilitas-fasilitas yang berkaitan dengan penyelenggaraan ibadah haji, ya ini ketersediaannya seperti apa, ya," lanjutnya.
Budi menyebut, sampai saat ini proses perhitungan kerugian negara pun masih dilakukan. Termasuk pencocokan dengan keterangan yang diberikan mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas saat diperiksa kemarin dengan hasil temuan penyidik dan BPK di Arab Saudi.
"Ini masih proses hitung, ini kan ini baru selesai tadi malam ya pemeriksaannya, tentu ini masih dilakukan analisis atas pemeriksaan semalam, nanti hasil hitungnya seperti apa, kita tunggu laporan final dari kawan-kawan," tutur Budi.
Dia juga menjelaskan sampai saat ini KPK masih terus melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak asosiasi biro perjalanan haji. Hal ini dilakukan termasuk untuk menghitung jumlah total kerugian negara yang timbul dalam perkara ini.
"Kemarin ada tujuh ya dari pihak asosiasi yang hadir dan diminta keterangan, khususnya yang terkait dengan penghitungan kerugian negara," imbuh dia.
KPK Dalami Eks Menag Yaqut soal Aliran Dana ke Oknum KemenagKPK telah memeriksa eks Menag Yaqut terkait kasus korupsi kuota haji tahun 2023-2024. Salah satu materi yang didalami KPK terkait aliran dana dari Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) ke pihak Kemenag dalam kasus ini.
"Penyidik juga mendalami terkait dengan aliran-aliran uang dari para PIHK atau biro travel haji ini kepada oknum-oknum di Kementerian Agama atas pengelolaan atau jual beli kuota haji yang dilakukan oleh para biro travel itu," kata Jubir KPK Budi Prasetyo kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (16/12).
Selain itu, KPK juga mendalami kerugian negara dalam kasus ini bersama BPK saat memeriksa Yaqut. Selain Yaqut, ada 7 saksi lain yang turut diperiksa dari kalangan asosiasi penyelenggara ibadah Haji.
"Pemeriksaan kepada para saksi difokuskan terkait dengan penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh kawan-kawan BPK, Badan Pemeriksa Keuangan," ucapnya.
Budi melanjutkan, pemeriksaan kali ini juga menjadi pelengkap pemeriksaan saksi sebelumnya. KPK juga mendalami diskresi dalam pembagian kuota haji tambahan di perkara ini.
"Ini menjadi pelengkap dari puzzle-puzzle informasi dan keterangan yang sebelumnya sudah didapatkan oleh penyidik," sebutnya.
Dugaan Korupsi Kuota HajiKasus dugaan korupsi yang diusut KPK ini terkait pembagian tambahan 20 ribu jemaah untuk kuota haji tahun 2024 atau saat Yaqut Cholil Qoumas menjabat Menteri Agama. Kuota tambahan itu didapat Indonesia setelah Presiden RI saat itu, Joko Widodo (Jokowi), melakukan lobi-lobi ke Arab Saudi.
Kuota tambahan itu ditujukan untuk mengurangi antrean atau masa tunggu jemaah haji reguler Indonesia, yang bisa mencapai 20 tahun, bahkan lebih.
Sebelum adanya kuota tambahan, Indonesia mendapat kuota haji sebanyak 221 ribu jemaah pada 2024. Setelah ditambah, total kuota haji RI tahun 2024 menjadi 241 ribu. Namun kuota tambahan itu malah dibagi rata, yakni 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus.
Padahal, UU Haji mengatur kuota haji khusus hanya 8 persen dari total kuota haji Indonesia. Akhirnya Indonesia menggunakan kuota 213.320 untuk jemaah haji reguler dan 27.680 untuk jemaah haji khusus pada 2024.
KPK menyebut kebijakan era Yaqut itu membuat 8.400 orang jemaah haji reguler yang sudah mengantre lebih dari 14 tahun dan seharusnya bisa berangkat setelah ada kuota tambahan tahun 2024 malah gagal berangkat. KPK pun menyebut ada dugaan awal kerugian negara Rp 1 triliun dalam kasus ini. KPK telah menyita rumah, mobil, hingga uang dolar terkait kasus ini.
(lir/lir)





