EtIndonesia. Sejak Donald Trump kembali menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat, arus berita besar tak pernah berhenti mengalir. Hampir setiap hari, dari Washington hingga berbagai belahan dunia, muncul peristiwa geopolitik berskala besar yang saling berkaitan. Bahkan bagi jurnalis senior dengan pengalaman lebih dari dua dekade, kecepatan dan intensitas dinamika global kali ini terasa luar biasa.
Memahami satu peristiwa secara terpisah mungkin tidak sulit. Namun menempatkan rangkaian peristiwa harian itu dalam konteks besar—melihat pola, latar belakang, serta arah strategisnya—justru menjadi tantangan utama. Dan di sanalah letak makna sesungguhnya dari apa yang kini sedang terjadi.
Dalam 24 jam terakhir, setidaknya tiga peristiwa besar terjadi secara beruntun. Jika disatukan, semuanya mengarah pada satu kesimpulan yang sangat jelas: Presiden Donald Trump telah secara resmi melancarkan perang total terhadap jaringan narkoba global.
Serangan Udara AS di Samudra Pasifik Timur
Pada 15 Desember 2025, militer Amerika Serikat melancarkan tiga serangan udara presisi secara beruntun di wilayah Samudra Pasifik Timur, tepatnya di perairan yang berdekatan dengan Kolombia. Dalam operasi tersebut, tiga kapal pengangkut narkoba dihancurkan hingga berkeping-keping.
Serangan ini menewaskan delapan anggota kartel narkoba:
- 3 orang di kapal pertama
- 2 orang di kapal kedua
- 3 orang di kapal ketiga
Komando Selatan Amerika Serikat (US Southern Command) bahkan merilis rekaman video inframerah yang menunjukkan detik-detik penghancuran kapal-kapal tersebut. Ini bukan sekadar operasi penegakan hukum laut, melainkan serangan militer penuh dengan kekuatan tempur udara.
Bagian dari “Operasi Jangkar Selatan”
Ketiga serangan tersebut merupakan bagian dari operasi militer yang lebih besar, yang dikenal sebagai “Operasi Jangkar Selatan” (Southern Anchor), yang telah dimulai sejak September 2025.
Pola operasinya menunjukkan eskalasi yang jelas:
- Tahap awal berfokus di sekitar Venezuela dan Laut Karibia
- Di kawasan Karibia dan sekitarnya terjadi 4 hingga 5 serangan terpisah
- Samudra Pasifik Timur dekat Kolombia menjadi titik panas dengan total 8 serangan
- Perairan dekat Meksiko mencatat sedikitnya 3 serangan
Jika dijumlahkan, dalam tiga bulan terakhir, militer AS telah melancarkan sedikitnya 22 serangan udara, dengan jumlah korban tewas mendekati 100 pengedar narkoba.
Pernyataan Trump yang Mengubah Segalanya
Yang membuat rangkaian serangan ini berbeda dari operasi sebelumnya adalah pernyataan langsung Presiden Trump setelah operasi tersebut.
Trump menyatakan bahwa: “Penyelundupan narkoba ke Amerika Serikat melalui jalur laut dan darat telah turun hingga 96%.”
Lebih jauh lagi, Trump bahkan menyinggung Perang Candu di abad ke-19, ketika Inggris menggunakan narkotika sebagai senjata strategis untuk menghancurkan Tiongkok.
Namun satu kalimat Trump yang paling menarik perhatian dunia militer adalah: “Serangan berikutnya akan dilakukan di darat.”
Pernyataan ini secara luas ditafsirkan sebagai sinyal bahwa operasi darat lintas negara terhadap kartel narkoba kini sedang dipersiapkan.
Fentanil Resmi Ditetapkan sebagai Senjata Pemusnah Massal
Masih pada 15 Desember 2025, di Gedung Putih, Presiden Trump menandatangani perintah eksekutif yang mengejutkan dunia: Fentanil secara resmi diklasifikasikan sebagai senjata pemusnah massal (Weapons of Mass Destruction/WMD).
Dalam pernyataannya, Trump mengatakan: “Tidak ada bom di dunia ini yang menimbulkan kerusakan sebesar yang ditimbulkan oleh fentanil.”
Keputusan ini didasarkan pada data yang sangat mengkhawatirkan:
- Fentanil kini menjadi penyebab kematian nomor satu bagi warga Amerika berusia 18–45 tahun
- Lebih dari 200.000 warga AS meninggal setiap tahun akibat overdosis narkoba
- Sekitar 70% di antaranya disebabkan oleh opioid sintetis
- Tahun 2023, lebih dari 70.000 kematian tercatat akibat fentanil—setara 200 kematian per hari
Pemerintah AS tidak lagi memandang ini sebagai krisis kesehatan semata, melainkan sebagai serangan sistematis terhadap generasi muda Amerika.
Dengan status WMD, militer AS kini memiliki dasar hukum penuh untuk menghancurkan rantai produksi dan distribusi fentanil di mana pun berada, menggunakan segala sarana militer yang tersedia.
Kartel Narkoba = Organisasi Teroris
Beberapa hari sebelum pengumuman WMD tersebut, Trump juga telah menetapkan kartel narkoba internasional sebagai organisasi teroris asing.
Artinya:
- Kartel narkoba kini setara dengan ISIS atau Al-Qaeda dalam doktrin militer AS
- Operasi terhadap mereka tidak lagi dibatasi oleh pendekatan penegakan hukum
- Serangan militer lintas batas menjadi sah secara hukum dan politik
Hingga kini, hampir seluruh fentanil yang masuk ke AS diketahui berasal dari dua sumber utama: Meksiko dan Republik Rakyat Tiongkok (PKT).
Restrukturisasi Terbesar Komando Militer AS
Petunjuk paling mencolok tentang arah strategis Trump justru datang dari Pentagon.
Pada pertengahan Desember 2025, Departemen Pertahanan AS membocorkan rencana restrukturisasi terbesar sistem komando militer global AS dalam beberapa dekade, dengan mengurangi jumlah Komando Tempur dari 11 menjadi 8.
Dua perubahan utama:
- CENTCOM (Timur Tengah), EUCOM (Eropa), dan AFRICOM (Afrika) akan digabung menjadi satu struktur baru
- Komando Selatan dan Komando Utara Amerika akan dilebur menjadi Komando Amerika, dengan status dan sumber daya yang diturunkan
Namun ada satu komando yang tidak disentuh sama sekali:
Komando Indo-Pasifik (INDOPACOM)
Pesannya sangat jelas: Fokus strategis Amerika Serikat kini sepenuhnya bergeser ke Indo-Pasifik.
Ketegangan Karibia dan Bayang-bayang Venezuela
Restrukturisasi ini segera diikuti oleh eskalasi militer di kawasan Karibia.
Dalam beberapa hari terakhir:
- Pesawat angkut militer besar AS terlihat terus berdatangan ke wilayah sekitar Venezuela
- Trinidad dan Tobago, yang hanya berjarak 11 km dari Venezuela, mengizinkan AS menggunakan bandara mereka
- Pesawat C-17 Globemaster dan C-5M Super Galaxy diperkirakan akan membawa logistik militer skala besar
Di saat yang sama, Presiden Belarus, Alexander Lukashenko secara terbuka menyatakan kesiapan menerima Presiden Venezuela, Nicolás Maduro, yang oleh banyak analis ditafsirkan sebagai indikasi jalur pelarian darurat.
Pada hari yang sama, Menlu AS, Marco Rubio dan Menhan Pete Hegseth memasuki Kongres AS untuk dengar pendapat tertutup terkait perang melawan narkoba—sebuah langkah yang dipandang sebagai briefing terakhir sebelum aksi militer lanjutan.
Kesimpulan: Tinggal Menunggu Waktu
Jika seluruh kepingan ini disatukan—serangan udara, status WMD, kartel sebagai teroris, restrukturisasi komando militer, dan pergerakan pasukan—maka satu hal menjadi jelas:
Amerika Serikat sedang memasuki fase baru perang global, dan ini bukan sekadar perang melawan narkoba.
Apa yang akan terjadi selanjutnya bukan lagi soal kemungkinan, melainkan soal waktu.




