FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Markas Besar TNI angkat bicara terkait kabar dugaan penyerangan yang melibatkan 15 warga negara China di kawasan perusahaan pertambangan emas, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang, pada akhir pekan lalu.
Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah, menyatakan pihaknya masih melakukan pendalaman atas informasi yang beredar.
TNI, kata dia, tengah mengumpulkan serta memverifikasi data langsung di lapangan.
“Terkait informasi tersebut, saat ini TNI masih mengumpulkan dan memverifikasi data di lapangan,” ujar Freddy, kemarin.
Freddy menjelaskan, hingga kini Mabes TNI belum memperoleh gambaran utuh mengenai kronologi kejadian tersebut.
Informasi terkait jumlah korban juga masih belum dapat dipastikan.
“Belum ada informasi yang komprehensif terkait kronologi maupun jumlah korban. Perkembangan selanjutnya akan kami sampaikan setelah data lengkap dan terkonfirmasi,” sebutnya.
Ia menegaskan, TNI akan menyampaikan keterangan lanjutan kepada publik setelah seluruh informasi yang dibutuhkan berhasil dihimpun dan diverifikasi secara menyeluruh.
Untuk diketahui, peristiwa itu terjadi pada Minggu siang sekitar pukul 15.40 WIB dan sempat menimbulkan kepanikan di lingkungan operasional tambang.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, kejadian bermula saat petugas keamanan internal perusahaan mencurigai adanya sebuah drone yang terbang di sekitar kawasan tambang.
Aktivitas drone tersebut dianggap berpotensi mengganggu keamanan objek vital nasional.
Menindaklanjuti temuan itu, sejumlah personel TNI dari Batalyon Zeni Tempur (Yonzipur) 6 yang kebetulan tengah melaksanakan latihan di wilayah sekitar ikut membantu petugas keamanan untuk melakukan pengejaran terhadap operator drone.
Sekitar 300 meter dari pintu masuk area tambang, petugas gabungan menemukan beberapa WNA yang diduga terkait dengan penerbangan drone tersebut.
Situasi awalnya masih terkendali, namun berubah tegang ketika belasan orang lainnya tiba di lokasi.
Kelompok tersebut diduga membawa sejumlah benda berbahaya, mulai dari senjata tajam, airsoft gun, hingga alat setrum.
Tanpa peringatan, mereka disebut langsung melakukan penyerangan terhadap anggota TNI dan petugas keamanan perusahaan.
Karena jumlah penyerang lebih banyak dan untuk mencegah bentrokan yang lebih luas, personel TNI bersama petugas pengamanan memilih menarik diri dan menyelamatkan diri dari lokasi kejadian.
Akibat insiden itu, sejumlah kendaraan operasional milik perusahaan mengalami kerusakan, baik mobil maupun sepeda motor yang berada di sekitar area tambang.
Meski demikian, tidak dilaporkan adanya korban jiwa dalam kejadian tersebut.
Aparat keamanan menegaskan bahwa aksi kekerasan tersebut merupakan pelanggaran serius yang tidak dapat ditoleransi.
Adapun, Direktorat Jenderal Imigrasi mengamankan sementara 26 WNA asal China terkait insiden tersebut. Jumlah ini berpotensi bertambah hingga 34 orang karena sebagian belum berada di lokasi saat pengamanan.
Imigrasi kini memeriksa dokumen keimigrasian mereka dan berkoordinasi dengan TNI-Polri, sementara dugaan tindak pidana pengerusakan didalami oleh kepolisian. (Muhsin/fajar)

