JAKARTA, KOMPAS.com - Menjelang peringatan Hari Ibu pada 22 Desember 2025, tantangan melawan kekerasan dan ketidakadilan terhadap perempuan masih berderet.
Salah satunya adalah persoalan beban ganda yang kerap dialami perempuan, terutama para ibu, yang hingga kini belum mendapat penanganan secara menyeluruh.
Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Maria Ulfah Anshor menegaskan bahwa beban ganda atau double burden merupakan salah satu bentuk nyata ketidakadilan gender yang masih mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Beban ganda adalah bagian dari ketidakadilan gender. Dia mengatakan terdapat lima faktor utama sebagai unsur pembentuk beban ganda.
“Beban ganda atau double burden merupakan salah satu bentuk adanya ketidakadilan gender, dibentuk oleh marginalisasi atau pemiskinan ekonomi, subordinasi yang menganggap perempuan tidak penting, stereotipe atau pelabelan negatif, kekerasan, serta diskriminasi,” kata Maria Ulfah, kepada Kompas.com, Selasa (16/12/2025).
Baca juga: Pemenuhan Hak untuk Ibu Bekerja, Sudahkah Ideal?
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=hak perempuan, Hari Ibu, Kekerasan terhadap Perempuan, indepth&post-url=aHR0cHM6Ly9uYXNpb25hbC5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8xNy8xNjE5MTkyMS9zZWRlcmV0LXRhbnRhbmdhbi1tZWxhd2FuLWtla2VyYXNhbi1kYW4ta2V0aWRha2FkaWxhbi10ZXJoYWRhcC1wZXJlbXB1YW4=&q=Sederet Tantangan Melawan Kekerasan dan Ketidakadilan terhadap Perempuan§ion=Nasional' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `Di luar persoalan beban ganda, Komnas Perempuan juga menyoroti tantangan besar dalam upaya penghentian kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan, khususnya kekerasan seksual yang masih saja terjadi saat ini.
“Jika mengacu pada mandat Komnas Perempuan untuk menghentikan kekerasan dan Diskriminasi terhadap perempuan, masalah yang masih dihadapi perempuan khususnya terkait kekerasan seksual,” ujar Maria Ulfah.
Menyambung Maria Ulfah, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima laporan 11.850 kasus kekerasan sepanjang Januari hingga 12 Juni 2025.Korban kasus kekerasan yang masuk ke dalam data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) ini mencapai sekitar 12.000 orang.
"Data Simfoni dari kementerian kami, dari Januari - 12 Juni 2025 sudah terlaporkan sebanyak 11.850 kasus kekerasan yang korbannya adalah 12.000 sekian," kata Arifah di Gedung Heritage, Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).
Baca juga: Ironi Beban Ganda Perempuan Indonesia, Bentuk Nyata Kesenjangan yang Dianggap Normal
Arifah menuturkan, korban didominasi oleh perempuan yang mencapai sekitar 10.000 orang. Sedangkan sisanya, sekitar 2.000 korban adalah laki-laki.
"Dari jumlah kekerasan yang paling banyak adalah kekerasan seksual, lokasi terbanyak ada dalam ranah rumah tangga," ucap dia.
Kekerasan terhadap perempuan juga terbukti dari Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional tahun 2024, yang menunjukkan satu dari empat perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan.
Hambatan dalam menindak kekerasan perempuanMenurut aktivis perempuan dari LBH Jentera Kota Jember, Yamini, dari banyak kasus KDRT yang ia dampingi, banyak ibu rumah tangga yang tak berani berbicara tentang perasaannya.
"Mau bicara takut salah akhirnya mereka menarik diri, hingga akhirnya melakukan perbuatan di luar nalar," ungkap dia.
"Padahal di beberapa kasus, perempuan terutama istri lebih kuat bertahan jika ada apa-apa di keluarganya dibandingkan dari pihak suami," tambah dia.



