Gara-gara Kebiasaan Ngopi Gen Z China, Harga Kelapa Melonjak hingga Emak-emak di Indonesia Menjerit

fajar.co.id
2 jam lalu
Cover Berita

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Di balik segelas kopi dingin bercampur susu kelapa yang tengah digandrungi Generasi Z (Gen Z) di China, ada kegelisahan yang menjalar hingga dapur-dapur rumah tangga Indonesia. Tren minuman bernama coconut latte itu bukan sekadar gaya hidup anak muda Negeri Tirai Bambu, melainkan turut memicu lonjakan permintaan kelapa dunia yang dampaknya kini dirasakan langsung oleh ibu rumah tangga dan pelaku usaha kecil di Tanah Air.

Popularitas coconut latte mulai menanjak sekitar 2021. Perpaduan rasa kopi dengan gurihnya susu kelapa menawarkan sensasi baru, terlebih bagi kalangan muda yang mencari alternatif non-susu hewani atau memiliki intoleransi laktosa. Namun, tren yang tampak sederhana ini ternyata menciptakan efek domino pada rantai pasok kelapa global.

Pakar Ekonomi Indonesia, Gede Sandra, menilai ledakan tren tersebut membuat kebutuhan kelapa di China meningkat tajam. Dalam rilis Lembaga Survei KedaiKOPI, Rabu (17/12/2025), ia menjelaskan bahwa China terpaksa mengandalkan impor karena tidak memiliki sumber kelapa dalam negeri.

“Jadi sebenarnya terjadi produk kopi untuk kalangan anak muda di China itu mulai trendnya itu minum kopi dan susu nya itu dari kelapa, akhirnya kan mau gak mau mereka harus menyiapkan itu kan, mau gak mau mereka membangun industri hilirisasi. Karena dia banyak industri yang terbangun di China untuk memproduksi susu santan, akhirnya mereka harus impor nih, karena di China gak ada kelapa kan, dan dia impor dari yang paling gampang ya dari Indonesia, kawan lama,” ucapnya.

Sementara itu, di Indonesia, dampak lonjakan ekspor kelapa mulai dirasakan masyarakat. Lembaga Survei KedaiKOPI pada Selasa, 17 Desember 2025, merilis hasil survei tentang kondisi kebutuhan kelapa nasional. Survei tatap muka yang dilakukan pada 24 November hingga 1 Desember 2025 di enam kota besar ini melibatkan 400 responden, terdiri atas 200 ibu rumah tangga, 160 pelaku UMKM, dan 40 penjual kelapa utuh.

Peneliti Lembaga Survei KedaiKOPI, Ashma Nur Afifah, mengungkapkan bahwa 83 persen responden merasakan kenaikan harga kelapa dan produk olahannya dalam enam bulan terakhir. “Bahkan, dari masyarakat yang mengalami kenaikan harga kelapa itu, 45,2 persen di antaranya menilai kenaikan tersebut signifikan,” kata Ashma.

Menurut Ashma, lonjakan harga dipicu oleh ekspor kelapa bulat yang masif. Banyak responden menyadari bahwa tingginya permintaan luar negeri menyebabkan pasokan domestik menyusut.

“Indonesia sebagai salah satu produsen kelapa terbesar di dunia, dengan produksi sekitar 2,8 juta ton per tahun, dan satu-satunya negara yang masih memperbolehkan ekspor kelapa bulat tanpa pembatasan ketat membuat pasokan dalam negeri rentan terganggu,” ujarnya.

Dampak ekonomi pun terasa luas. Ibu rumah tangga harus menambah pengeluaran untuk kebutuhan pangan dan mulai mengurangi penggunaan santan dalam masakan. Di sisi lain, pelaku UMKM menghadapi tekanan biaya yang kian berat.

“Apalagi, pelaku UMKM melaporkan kenaikan biaya modal double dan operasional yang signifikan, bahkan memaksa sebagian menaikkan harga jual menu hingga 50 persen pada usaha catering. Penjual kelapa utuh juga mengalami penurunan laba meski sebagian besar sudah menaikkan harga jual,” kata Ashma.

Kekhawatiran pun membayangi ke depan. Survei menunjukkan 82,1 persen responden cemas harga kelapa tidak stabil dalam tiga bulan mendatang.

“Jika dibiarkan, kondisi ini dikhawatirkan mengancam kelestarian makanan tradisional Indonesia yang banyak menggunakan santan dan produk kelapa, sehingga berpotensi ditinggalkan masyarakat karena semakin tidak terjangkau,” tutur Ashma.

Sebagai solusi, 80 persen responden mendukung penerapan pungutan ekspor kelapa bulat. Kebijakan ini dinilai dapat menstabilkan pasokan dan harga di dalam negeri sekaligus menambah penerimaan negara untuk kesejahteraan petani dan pengembangan UMKM. “Sebanyak 77,9 persen responden pun optimistis bahwa pungutan ekspor akan efektif menekan harga dan menjaga ketersediaan kelapa,” katanya. Bahkan, 89 persen responden mendesak pemerintah segera mengambil kebijakan agar harga kembali terjangkau.

Dalam peluncuran survei tersebut, berbagai pihak menyampaikan pandangan. Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), Tulus Abadi, menilai pungutan ekspor saja tidak cukup.

“Selain pungutan ekspor, pemerintah perlu menentukan Domestic Market Obligation (DMO), tentukan dulu kebutuhan dalam negeri berapa dan menstabilkan harga,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan risiko inflasi jika kebijakan komprehensif tak segera diterapkan. “Ketika inflasi tinggi, daya beli masyarakat menjadi tergerus dan kemudian itu mengancam kualitas bahan pangan, mengancam kesehatan anak-anak khususnya karena kemudian kualitas bahan pangan yang disajikan oleh orang tua itu menurun,” kata Tulus.

Peneliti Core Indonesia, Eliza Mardian, menyoroti perbedaan data ekspor kelapa yang perlu ditelusuri lebih jauh.

“Produksi kelapa sekitar 2,8 juta ton, yang diekspor 2,4 juta ton. Di Kementan tercatat angka ekspor hanya 1,2 juta ton, yang berarti hanya setengahnya, ini perlu ditelusuri,” ujarnya.

Ia pun mengusulkan penetapan harga eceran tertinggi. “Selain rekomendasi KedaiKOPI yaitu pungutan ekspor atau DMO, perlu ada HET (harga eceran tertinggi) agar menjaga harga untuk konsumen di bawah,” lanjutnya.

Gede Sandra kembali menekankan pentingnya hilirisasi industri kelapa di dalam negeri.
“Perolehan ekspor kita soal kelapa ini hanya 1,6 miliar dollar, namun jika ada hilirisasi, ini bisa meningkatkan sampai 6,5 miliar dollar. Oleh karena itu, harus bangun produksi industri kelapa di tanah air, jangan ekspor gelondongan,” ungkapnya.

Dari sisi sosial, influencer sekaligus advokat perlindungan anak dan ibu, Cornelia Agatha, menegaskan bahwa dampak paling besar dirasakan perempuan.

“Masalah kenaikan dan kelangkaan kelapa ini paling berdampak pada UMKM, dan UMKM ini sebagian besar adalah perempuan, terutama ibu-ibu. Jadi ada hubungannya antara perlindungan anak dengan kenaikan dan kelangkaan kelapa ini,” kata Cornelia.

“Saran saya, apa pun kebijakan yang dibuat pemerintah harus berpihak kepada rakyat,” tegasnya.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Jason ingin hadiahkan bonus SEA Games 2025 untuk orang tua
• 18 jam laluantaranews.com
thumb
Harga Cabai Rawit Merah Tembus Rp79.400 per Kg, Telur Ayam Rp32.850
• 10 jam lalusuarasurabaya.net
thumb
Terapkan KUHP dan KUHAP Baru, Pemerintah Siapkan Aturan Turunan
• 10 jam laluokezone.com
thumb
Saat WN China Serang Anggota TNI di Ketapang, Kalbar
• 13 jam lalukumparan.com
thumb
Rincian Lengkap Formula UMP 2026 Berdasarkan PP Pengupahan
• 9 jam lalunarasi.tv
Berhasil disimpan.