Kepala PPATK Ivan Yustiavandana membeberkan perputaran dana di sektor sumber daya alam (SDA) sangat besar. Temuan PPATK, perputaran dana ini mengindikasikan adanya potensi kerusakan alam yang masif.
"Ada sebanyak 120 Hasil Analisis PPATK di sektor sumber daya alam periode 2021-Q2 2024 yang kami sampaikan ke penegak hukum, total perputaran dana lebih dari Rp. 1.700 triliun," kata Ivan kepada kumparan, Rabu (17/12).
"Hasil riset kami sejak 2017 sudah yakin mengindikasikan potensi kerusakan alam yang sangat masif," sambungnya.
Menurut Ivan, terkait apa yang terjadi pada saat ini, sejatinya sudah terprediksi melalui data yang ditemukan bertahun-tahun lalu.
"Data sudah memprediksi kerusakan yang masif ini," ujarnya.
Latar Belakang Riset PPATKIvan menjelaskan, kajian risiko terkait dengan pencucian uang Sumber Daya Alam sudah dilakukan sejak tahun 2017 sampai 2020. Kemudian kajian lanjutan dilakukan pada 2022.
"Ini pun sejalan dengan maraknya, banyaknya LTKM (Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan) dilaporkan kepada PPATK dari teman-teman PJK (Penyedia Jasa Keuangan) di bidang kehutanan dan di bidang lingkungan hidup," kata Ivan.
"Tampak sekali ada penurunan di sisi laporan terkait dengan bidang kehutanan, tapi kenaikan yang luar biasa drastis di sisi bidang lingkungan hidup," sambungnya.
Kajian kembali dilakukan pada 2024. Salah satu temuannya, yakni bagaimana kegiatan-kegiatan yang mengeksplorasi sumber daya alam mencoba untuk mengelabui revenue-nya dengan menggunakan proksi.
"Ini adalah proksi yang disimpan di proksi perusahaan-perusahaan. Ada anak perusahaan, cicit perusahaan, cucu perusahaan, segala macam seperti itu ya. 579 (pihak) yang menggunakan proksi, ini berdasarkan laporan dan berdasarkan apa yang kita kerjakan bersama," ucapnya.
"Lalu proksi paling banyak itu dilakukan di pengurus. Kalau kita semua bisa melihat ini, proksi transaksi itu terpantau dilakukan melalui para pengurus perusahaan. Ini baru dari dua terbesar dari setiap perusahaan yang kita pantau," lanjutnya.
"Ada sekitar 176.000 kegiatan usaha yang kita pantau transaksinya, dan mereka banyak menggunakan entitas individu untuk mengelabui pajak dari apa yang mereka bisa hasilkan secara korporasi," sambungnya.
Ivan menyebut, perusahaan-perusahaan ini melakukan transaksi tidak secara benar, lalu uangnya dikirimkan ke negara tax heaven.
Temuan-temuan tersebut, lanjut Ivan, telah disampaikan ke penegak hukum.
"Penegak hukum meminta data kepada PPATK, inilah hasilnya dari periode 2021 sampai dengan 2024. Semester 2 sampai sekarang masih kita hitung. Total perputaran dana dari register terkait dengan kasus perkebunan sawit, batubara, emas, kehutanan, nikel, perkebunan sawit lagi, ada pertambangan, ada timah itu Rp 1.767 triliun," ucapnya.
"Dampak nyata masifnya transaksi, kalau dilihat masifnya transaksi itu berbanding lurus dengan masifnya kerusakan alam," pungkasnya.




