Bisnis.com, JAKARTA — Energi angin dan surya saat ini menjadi opsi pembangkitan listrik termurah untuk proyek baru. Namun, terlepas dari keunggulan biaya tersebut, para penentang energi terbarukan kerap mengklaim bahwa teknologi ini justru mendorong kenaikan harga listrik.
Kendati demikian, data statistik energi di dunia nyata dari sejumlah negara justru menantang klaim tersebut. Di banyak pasar, tingkat pemanfaatan energi terbarukan yang tinggi berkorelasi dengan harga listrik yang berada di bawah rata-rata.
Analisis Zero Carbon Analytics bertajuk The Myth of Renewables Pushing Up Power Prices menyebutkan bahwa banyak faktor memengaruhi biaya energi, mulai dari dinamika permintaan dan pasokan, biaya bahan bakar spesifik lokasi, pajak, aturan pasar, regulasi emisi, ketergantungan impor, waktu investasi energi, hingga biaya transmisi dan distribusi.
“Karena itu, tingkat pemanfaatan energi terbarukan saja tidak cukup untuk menjelaskan perubahan harga listrik,” tulis Zero Carbon Analytics.
Meski demikian, klaim bahwa energi terbarukan meningkatkan biaya secara keseluruhan tidak didukung oleh data empiris dari berbagai pasar. Di wilayah dengan adopsi energi angin dan surya yang tinggi, biaya listrik bagi pengguna akhir justru tidak naik lebih cepat dibandingkan wilayah yang masih bergantung pada bahan bakar fosil. Bahkan, tren sebaliknya lebih sering terjadi.
International Renewable Energy Agency (IRENA) mencatat bahwa pada 2024, sembilan dari sepuluh proyek energi terbarukan skala jaringan yang baru menghasilkan listrik dengan biaya lebih rendah dibandingkan alternatif pembangkit berbahan bakar fosil termurah.
Adapun tenaga angin darat tercatat sebagai sumber energi listrik baru termurah secara global, dengan rata-rata levelised cost of electricity (LCOE) sebesar US$0,034 per kilowatt hour (kWh), disusul surya fotovoltaik (PV) sebesar US$0,043 per kWh dan tenaga air sebesar US$0,057 per kWh
Listrik dari pembangkit angin darat baru juga 53% lebih murah dibandingkan alternatif fosil yang paling kompetitif. Sementara itu, energi terbarukan yang dikombinasikan dengan penyimpanan baterai kian mendekati paritas biaya dengan pembangkit fosil di sejumlah pasar utama, menurut IRENA.
Keunggulan biaya ini tercermin dalam data nyata di berbagai pasar.
Pasar Amerika SerikatDi Amerika Serikat, sebagian besar negara bagian dengan porsi energi angin dan surya di atas rata-rata dalam bauran listriknya memiliki harga listrik rumah tangga di bawah rata-rata nasional. Termasuk di antaranya tiga negara bagian yang dalam sembilan bulan pertama 2025 mencatat kontribusi energi terbarukan dengan variabel di atas 50%, yakni Iowa, South Dakota, dan New Mexico.
Dari 10 negara bagian dengan tarif listrik rumah tangga terendah, tujuh di antaranya memiliki tingkat integrasi angin dan surya di atas rata-rata, termasuk Oklahoma yang dikenal sebagai salah satu pemimpin energi angin di AS. Tiga pengecualian adalah Louisiana, Arkansas, dan Washington.
Uni EropaGambaran serupa terlihat di Uni Eropa (UE), di mana transisi energi telah berada pada tahap lebih maju. Sebagian besar negara UE dengan porsi angin dan surya di atas rata-rata mencatat harga listrik rumah tangga (sebelum pajak) yang lebih rendah dari rata-rata kawasan. Denmark, yang saat ini memimpin dunia dalam peralihan ke energi terbarukan variabel, termasuk dalam kelompok ini.
Riset menunjukkan bahwa meningkatnya energi terbarukan variabel telah memutus keterkaitan langsung antara bahan bakar fosil dan harga listrik, sehingga menekan biaya bagi konsumen.
Di Eropa, seperti di banyak pasar lain, harga listrik grosir ditentukan oleh pembangkit termahal yang beroperasi pada suatu waktu. Gas fosil umumnya menjadi komponen termahal dalam bauran energi Eropa, sehingga memberikan dampak yang tidak proporsional terhadap harga. International Energy Agency (IEA) mencatat dalam laporan World Energy Outlook 2025 bahwa gas menetapkan harga pasar harian sekitar 60% waktu pada 2022, meskipun hanya menyumbang 20% dari total produksi listrik kawasan.
Seiring meningkatnya pangsa energi terbarukan yang lebih murah, bahan bakar fosil yang mahal makin jarang menentukan harga karena frekuensi penggunaannya menurun.
Dalam laporan sebelumnya, IEA memperkirakan konsumen di Uni Eropa menghemat sekitar 100 miliar euro sepanjang 2021–2023 berkat masuknya pembangkit surya dan angin yang menggantikan pembangkit fosil mahal. Penghematan tersebut diperkirakan bisa 15% lebih besar apabila ekspansi energi terbarukan berlangsung lebih cepat.
Di kawasan lain di Eropa, National Energy System Operator Inggris memperkirakan total belanja energi tahunan negara tersebut akan turun dari sekitar 10% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2025 menjadi sekitar 5% PDB pada 2050, apabila Inggris menempuh jalur pengembangan energi terbarukan yang agresif.
IndiaDi negara dengan populasi terbesar di dunia ini, transisi menuju energi bersih masih berada pada tahap awal, meskipun pemasangan pembangkit baru mengalami lonjakan dalam beberapa tahun terakhir.
Batu bara masih mendominasi hampir tiga perempat atau 73,6% total produksi listrik pada 2024, menurut data Ember. Dalam konteks ini, belum terlihat hubungan yang jelas antara energi terbarukan dan harga listrik, terutama karena banyak negara bagian masih mencatat kontribusi angin dan surya yang sangat kecil dalam bauran pembangkitnya.
Jika disimpulkan, harga listrik dipengaruhi oleh beragam faktor, sehingga hubungan antara penetrasi energi terbarukan dan biaya bagi pengguna akhir sulit dikuantifikasi secara sederhana.
Namun demikian, klaim bahwa energi angin dan surya mendorong kenaikan harga listrik tidak didukung oleh data dari berbagai pasar global. Sebaliknya, banyak wilayah dengan porsi energi terbarukan variabel di atas rata-rata justru menikmati harga listrik yang lebih rendah.
Selain itu, terdapat bukti kuat bahwa energi terbarukan telah melindungi konsumen dari lonjakan harga energi selama krisis global. Dengan biaya energi angin, surya, dan penyimpanan baterai yang terus menurun secara cepat, negara-negara memiliki peluang besar untuk membangun sistem kelistrikan yang lebih tangguh dan terjangkau melalui kerangka kebijakan yang tepat.





