Asuransi Khusus Fintech P2P Lending, Asei Ungkap Deretan Tantangan

bisnis.com
2 jam lalu
Cover Berita

Bisnis.com, JAKARTA — PT Asuransi Asei Indonesia (Asei) memandang baik langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang meresmikan produk asuransi kredit khusus bagi industri fintech P2P lending alias pinjaman online (pinjol). 

Direktur Utama Asuransi Asei Dody Achmad Sudiyar langkah tersebut menunjukkan komitmen regulator dalam memperkuat ekosistem pembiayaan digital yang sehat, prudent, dan berkelanjutan. 

“Kehadiran produk asuransi kredit ini berpotensi meningkatkan kepercayaan pelaku usaha maupun masyarakat terhadap fintech P2P lending, terutama dalam aspek mitigasi risiko gagal bayar,” tuturnya kepada Bisnis, Rabu (17/12/2025).

Kendati demikian, Dody tidak menampik ada beberapa tantangan yang akan dihadapi dalam memasarkan produk asuransi kredit khusus pinjaman online. Misalnya, kualitas dan ketersediaan data historis pinjaman, perbedaan model bisnis antar platform P2P lending, serta tingkat risiko kredit yang relatif dinamis. 

googletag.cmd.push(function() { googletag.display("div-gpt-ad-parallax"); });

Selain itu, lanjutnya, pemahaman pelaku pinjol dan pemberi dana (lender) terhadap mekanisme asuransi kredit juga Dody nilai masih perlu ditingkatkan.

“Dari sisi perusahaan asuransi, diperlukan kemampuan underwriting yang lebih adaptif, integrasi sistem teknologi, serta kolaborasi yang erat dengan penyelenggara fintech agar pengelolaan risiko dapat dilakukan secara optimal,” beber dia.

Baca Juga

  • Konsorsium Asuransi Kredit Pinjol, Ada Asei dan ACA
  • Daftar Lengkap Pinjol Legal OJK September 2025, Sudah Cairkan Kredit Rp84,66 Triliun
  • Etika Penagihan Kolektor Pinjol, Simak 9 Norma yang Harus Dipatuhi

Meski begitu, Dody tetap memandang bahwa produk asuransi kredit khusus P2P lending ini berperan strategis terhadap perkembangan industri keuangan digital. Produk ini dianggap membuka peluang diversifikasi portofolio, sekaligus memperluas kontribusi industri asuransi dalam mendukung inklusi keuangan nasional.

“Selain itu, kehadiran asuransi kredit di sektor P2P lending juga mendorong penerapan manajemen risiko yang lebih disiplin, baik bagi penyelenggara fintech maupun pemberi pinjaman,” sebutnya.

Untuk diketahui, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK lainnya OJK Agusman menyebut pada tahap awal, asuransi kredit ini akan ditujukan bagi lender institusi, kemudian akan terus dikembangkan dan diharapkan bisa mencakup seluruh lender.

Menanggapi hal itu, Dody menilai hal ini karena lender institusi bisa dibilang memiliki tata kelola (GCG) yang ketat dalam berinvestasi, termasuk dalam menentukan risk appetite

Sementara itu, menurutnya lender ritel merupakan bagian besar dari ekosistem P2P lending dan sering kali memiliki tingkat toleransi risiko yang lebih terbatas dibandingkan lender institusi. Namun, dalam jangka menengah hingga panjang, akses bagi lender ini terhadap produk asuransi kredit juga menjadi hal penting.

“Dengan demikian, penerapan bagi lender ritel perlu dilakukan secara bertahap, dengan edukasi yang memadai serta desain produk yang sederhana dan transparan, agar manfaat perlindungan dapat dirasakan tanpa menimbulkan kesalahpahaman mengenai risiko investasi,” tandasnya.

Sementara itu, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menilai tantangan yang akan dihadapi perusahaan asuransi umum dalam memasarkan produk asuransi kredit P2P lending adalah perlu memastikan kesiapan permodalan, likuiditas, dan tata kelola risiko.

Adapun, ketentuan POJK Nomor 20 Tahun 2023 telah mengatur persyaratan bagi perusahaan asuransi yang memasarkan produk asuransi kredit, antara lain kewajiban pemenuhan tingkat likuiditas yang memadai serta ekuitas minimum sebesar Rp250 miliar. 

“Ketentuan ini penting untuk memastikan hanya perusahaan yang memiliki ketahanan keuangan yang cukup yang dapat berpartisipasi,” tegas Ketua Umum AAUI Budi Herawan kepada Bisnis, Rabu (17/12/2025).

Lebih jauh, dia menyoroti program yang saat ini diterapkan dengan batas nilai perlindungan hingga Rp5 juta per debitur dipandang sebagai tahap awal untuk menguji kesiapan sistem, manajemen risiko, dan mekanisme operasional. 

“Ke depan, evaluasi secara berkala tetap diperlukan agar pengembangan produk dapat dilakukan secara bertahap, terukur, dan sejalan dengan kapasitas industri serta tujuan perlindungan konsumen,” pungkasnya.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Get The Look: Inspirasi Gaya Santai Pakai Jeans dari Nikita Willy
• 10 jam lalubeautynesia.id
thumb
Pria di Palembang Digebuki Warga Usai Aniaya Anak Tirinya
• 6 jam lalukumparan.com
thumb
Wapres Gibran bertolak ke Aceh tinjau dua kabupaten terdampak bencana
• 15 jam laluantaranews.com
thumb
Trump blokade total kapal tanker dari dan ke Venezuela
• 4 jam laluantaranews.com
thumb
Wapres Tinjau Jembatan Putus dan Pengungsi di Gayo Lues
• 13 jam lalumetrotvnews.com
Berhasil disimpan.