FAJAR, SURABAYA — Laga melawan Borneo FC pada lanjutan Super League 2025/2026 menjadi ujian paling berat yang harus dihadapi Persebaya Surabaya sejauh musim ini. Bukan hanya karena kekuatan lawan yang sedang berada di puncak klasemen, tetapi juga karena Green Force harus tampil dalam kondisi timpang, kehilangan lima sosok penting sekaligus.
Persebaya dipastikan tampil tanpa dua pemain asing andalan, Bruno Moreira dan Francisco Rivera. Lebih dari itu, klub kebanggaan Bonek ini juga tidak akan didampingi pelatih kepala definitif, manajer tim, bahkan pelatih caretaker Uston Nawawi di pinggir lapangan. Situasi yang jarang terjadi di level kompetisi tertinggi nasional.
Kehilangan Kreator Utama
Absennya Bruno Moreira dan Francisco Rivera menjadi pukulan paling telak bagi Persebaya. Dua pemain ini selama ini berperan vital dalam membangun ritme permainan. Bruno kerap menjadi pemecah kebuntuan di sisi sayap, sementara Rivera adalah pengatur tempo sekaligus jembatan transisi dari lini tengah ke depan.
Tanpa keduanya, daya gedor Persebaya jelas menurun. Opsi serangan menjadi terbatas, kreativitas berkurang, dan potensi permainan mudah terbaca lawan semakin besar. Dalam laga melawan tim sekelas Borneo FC yang disiplin dan agresif, kehilangan dua otak permainan ini bisa menjadi faktor penentu.
Kursi Pelatih yang Masih Kosong
Masalah Persebaya tidak berhenti pada absennya pemain. Hingga kini, manajemen belum juga menunjuk pelatih kepala definitif pasca pemecatan Eduardo Perez. Selama kurang lebih satu bulan terakhir, tim ditangani oleh Uston Nawawi sebagai caretaker.
Namun, status sementara ini justru menambah ketidakpastian. Uston sendiri mengaku belum mendapat kejelasan dari manajemen terkait siapa yang akan menjadi pelatih kepala.
“Untuk pelatih baru, saya belum berkomunikasi dengan manajemen. Saya belum mengetahui soal itu,” ujar Uston beberapa waktu lalu.
Dalam situasi seperti ini, fokus tim cenderung terpecah. Ketika kompetisi menuntut konsistensi dan kepastian arah, Persebaya justru masih berjalan di wilayah abu-abu.
Ironi: Caretaker Pun Absen
Ironisnya, pada laga krusial melawan Borneo FC, Persebaya justru harus bermain tanpa kehadiran Uston Nawawi di sisi lapangan. Mantan pemain Persebaya itu terkena sanksi akumulasi kartu kuning.
Kartu pertama diterima saat laga melawan Persija Jakarta pada menit ke-39, disusul kartu kedua ketika menghadapi Bhayangkara FC di menit ke-89. Sesuai regulasi I.League, ofisial yang mengoleksi dua kartu kuning wajib menjalani larangan mendampingi tim satu pertandingan.
Akibatnya, peran pendamping di pinggir lapangan akan diambil alih oleh Shin Sang-gyu, pelatih fisik yang minim pengalaman sebagai pemimpin utama dalam pertandingan kompetitif. Kondisi ini membuat bangku cadangan Persebaya terlihat pincang, terutama dalam laga dengan tensi tinggi dan dinamika cepat.
Tanpa Manajer, Struktur Kian Rapuh
Situasi semakin kompleks karena Persebaya juga tidak akan didampingi manajer tim. Absennya figur manajerial mempertegas kesan bahwa klub sedang tidak berada dalam struktur ideal saat menghadapi laga penting.
Padahal, lawan yang dihadapi bukan tim sembarangan. Borneo FC datang ke Stadion Gelora Bung Tomo dengan status pemuncak klasemen sementara dan kepercayaan diri tinggi. Mereka tampil konsisten, solid, dan efisien sepanjang putaran pertama.
Bermain di kandang memang memberi keuntungan psikologis, namun kondisi internal Persebaya membuat modal tersebut tidak sepenuhnya solid.
Tekanan dari Bonek Menguat
Kondisi serba terbatas ini memicu gelombang kritik dari Bonek. Suporter menilai potensi pemain lokal belum dimaksimalkan, terutama di saat pemain asing absen.
“Lokalmu optimalkan jol! Kon lho nduwe Alfan Syuaib, ngosek pol arek iku,” tulis salah satu Bonek, menyindir minimnya menit bermain pemain lokal.
Kritik juga diarahkan pada kualitas pemain asing yang dianggap belum merata. “Pemain asing yang di atas standar cuma dua orang,” ujar Bonek lainnya.
Manajemen pun tak luput dari sasaran. Lambannya penunjukan pelatih kepala dianggap menjadi akar masalah.
“Padahal ada waktu libur beberapa minggu, tapi kok ora ndang meresmikan pelatih,” keluh seorang suporter.
Bahkan, sebagian Bonek mulai mempertanyakan prioritas klub. “Iki sidone balbalan ta pabrik bisnis?” tulis komentar lain yang menyinggung aktivitas komersial klub.
Titik Balik atau Awal Masalah Baru
Hingga pekan ke-14, Persebaya berada di posisi kesembilan klasemen sementara dengan 18 poin dari 13 laga. Catatan ini mencerminkan performa yang belum stabil. Di bawah Uston Nawawi, Persebaya memang belum menang, namun juga belum kalah.
Laga melawan Borneo FC kini menjadi lebih dari sekadar perebutan tiga poin. Ini adalah ujian mental, kedalaman skuad, dan cermin arah masa depan klub. Kemenangan bisa menjadi titik balik yang mengangkat moral dan meredam kritik. Kekalahan, sebaliknya, berpotensi memperlebar krisis kepercayaan.
Dalam kondisi serba darurat ini, satu hal menjadi jelas: Persebaya harus menang. Bukan hanya demi klasemen, tetapi demi menjaga harapan, identitas, dan kepercayaan publik Kota Pahlawan.



