JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IV DPR Daniel Johan mengingatkan agar rencana pembangunan Papua harus dilakukan berbasis kehati-hatian, dengan kajian lingkungan yang ketat, memberikan perlindungan masyarakat adat yang ada di sana, serta pembagian tata ruang yang jelas.
Menurutnya, kemandiran energi yang tengah digenjot pemerintah melalui rencana penanaman sawit di sana, tidak boleh dibayar dengan kerusakan lingkungan permanen dan menambah peneritaan masyarakat Papua ke depannya.
"Untuk memaksimalkan energi dari minyak nabati (sawit) cukup dengan memaksimalkan potensi lahan yang sudah ada yang mencapai lebih dari 16 juta ha. Bahkan melalui Satgas PKH sudah melakukan inventarisasi lahan-lahan yang bermasalah dan diambil alih negara, ini yang harus dimaksimalkan produksinya sehingga tidak ada lagi membuka hutan/lahan untuk perkebunan sawit," kata Daniel kepada Kompas.com, Rabu (17/12/2025).
Baca juga: Kecanduan Kelapa Sawit: Berlomba Merusak Bumi?
Politikus PKB itu memahami bahwa gagasan pengembangan lahan sawit untuk energi memiliki tujuan baik demi mewujudkan kemandirian energi nasional.
Namun, upaya strategis itu semestinya dibarengi dengan kajian yang sangat matang. Terutama, bila rencana penanaman sawit itu akan dibarengi kebijakan alih fungsi hutan di Bumi Cendrawasih.
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=papua, daniel johan, sawit, alih fungsi hutan, kemandirian energi&post-url=aHR0cHM6Ly9uYXNpb25hbC5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8xOC8wOTE5NDQ3MS9sZWdpc2xhdG9yLXNlYnV0LXBhcHVhLWJ1a2FuLXRhbmFoLWtvc29uZy1wZW5hbmFtYW4tc2F3aXQtd2FqaWItZGliYXJlbmdp&q=Legislator Sebut Papua Bukan Tanah Kosong, Penanaman Sawit Wajib Dibarengi Kajian Lingkungan Ketat§ion=Nasional' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di Sumatera akibat krisis ekologi yang timbul dari alih fungsi hutan, semestinya menjadi pelajaran berharga pemerintah.
Daniel pun mengingatkan bahwa pemerintah harus melihat kontur tanah Papua yang hendak ditanami sawit. Ia tak ingin pembukaan lahan baru justru dilakukan di daerah pegunungan atau daerah aliran sungai (DAS), yang dapat memicu potensi bencana seperti banjir dan tanah longsor.
Baca juga: Seberapa Jauh Ekspansi Sawit di Tanah Papua? Ini Data BPS
"Jika penanaman sawit dilakukan di lahan yang sudah eksisting, tentu tidak menjadi permasalahan baru, ini yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Bahwa tidak boleh ada pembukaan hutan baru untuk lahan sawit," tegas Daniel.
Ia juga mengingatkan bahwa Papua bukan sekadar ruang kosong untuk ekspansi komoditas, melainkan benteng ekologis terakhir Indonesia dengan fungsi hidrologis yang sangat vital.
Maka dari itu, Daniel khawatir, bencana banjir dan longsor yang terjadi di Sumatera bisa terulang di Papua.
"Jika pembukaan hutan dilakukan tanpa kehati-hatian, tanpa perlindungan hutan dan wilayah adat, risiko bencana ekologis yang kini terjadi di Sumatera, Aceh berpotensi terulang, bahkan dengan dampak yang lebih besar," jelasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang


:strip_icc()/kly-media-production/medias/5449240/original/013709200_1766051673-bajing_loncat_di_kelapa_gading.png)
