Grid.ID - Petani di Madiun dipenjara gegara selamatkan dan rawat landak jawa. Kini hanya bisa nangis dan minta bantuan pada Presiden Prabowo.
Darwanto, pria asal Dusun Gemuruh, Desa Tawangrejo, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, kini ditahan. Hal itu karena sosoknya menyelamatkan dua landak jawa lalu merawatnya hingga berkembang biar menjadi enam ekor.
Berikut kronologi petani di Madiun dipenjara gegara selamatkan dan rawat landak jawa. Kini hanya bisa nangis dan minta bantuan pada Presiden Prabowo.
Nasib hukum Darwanto kini ditentukan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun. Ia didakwa melanggar Pasal 40A ayat (1) huruf d juncto Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Hal ini diperberat karena satwa yang dipeliharanya merupakan Landak Jawa, yang masuk dalam daftar hewan dilindungi. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, setiap orang dilarang menangkap, menyimpan, memiliki, memelihara, maupun memperjualbelikan satwa dilindungi tanpa izin resmi.
Darwanto menjelaskan bahwa ia memelihara landak tersebut karena menganggapnya sebagai hama yang merusak tanaman di kebunnya.
Menurut pengakuannya, dua ekor Landak Jawa itu awalnya terperangkap dalam jaring yang ia pasang untuk melindungi tanaman. Sejak saat itu, ia memutuskan untuk merawatnya.
Ia mengaku tidak memahami bahwa memelihara Landak Jawa dapat berujung pada persoalan hukum. Niat awalnya semata-mata untuk menjaga tanamannya dari gangguan satwa.
“Niat saya sebenarnya hanya untuk mengamankan tanaman dari hama. Tetapi saya tidak tahu kalau landak jawa itu hewan dilindungi. Dan kalau memelihara landak jawa itu ternyata melanggar hukum,” ujar Darwanto usai mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun, dikutip dari Kompas.com.
Sejak dipelihara pada 2021, landak tersebut berkembang biak hingga jumlahnya menjadi enam ekor. Selama merawat satwa itu, Darwanto menegaskan tidak pernah menjual atau memperdagangkannya.
“Saya memelihara itu karena kasihan. Tapi sekarang saya malah dipenjara. Dan sampai saat ini saya masih ditahan di Lapas Kelas I Madiun,” kata Darwanto.
Dalam persidangan, Darwanto memohon perhatian dari Bupati Madiun Hari Wuryanto hingga Presiden Prabowo Subianto. Ia menyampaikan bahwa dirinya hanyalah petani kecil yang tinggal di kawasan pinggiran hutan dan tidak memahami aturan terkait satwa dilindungi.
“Kami ini hanyalah petani kecil. Kami tinggal di pinggir hutan dan tidak tahu aturan. Saya mohon Pak Bupati, Pak Presiden Prabowo tolong nasib kami sebagai petani kecil diperhatikan,”ungkap Darwanto.
Kuasa hukum Darwanto dari LKBH UIN Ponorogo, Suryajiyoso menyatakan tidak terdapat unsur kesengajaan maupun motif ekonomi pada perbuatan kliennya.
“Klien saya ini seorang petani. Ia tidak memahami status hukum Landak Jawa. Saat landak itu terperangkap, pilihan klien saya adalah merawat. Jadi tidak ada jual beli dan tidak ada keuntungan ekonomi,” ujar Suryajiyoso.
Ia menilai kasus ini mencerminkan persoalan klasik dalam penegakan hukum lingkungan, yang kerap terjadi akibat rendahnya pemahaman hukum masyarakat desa serta pendekatan pidana yang terlalu kaku.
Oleh karena itu, Suryajiyoso berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan latar belakang sosial dan kondisi terdakwa. Ia menekankan bahwa dalam kasus ini tidak terdapat niat jahat dari Darwanto saat memelihara Landak Jawa tersebut.
Mengenal Landak Jawa
Melansir dari TribunJogja.com, Landak Jawa (Hystrix javanica) merupakan salah satu jenis landak yang hidup di Pulau Jawa, Indonesia. Walau kerap disebut “landak”, satwa ini sebenarnya tergolong mamalia berduri yang memiliki ciri khas tubuh dipenuhi duri tajam.
Duri tersebut berfungsi sebagai alat pertahanan diri dari ancaman pemangsa. Landak Jawa memiliki bentuk tubuh relatif bulat dan pendek, dengan warna bulu cokelat hingga abu-abu gelap. Saat merasa terancam, duri-durinya dapat berdiri tegak sebagai bentuk perlindungan.
Satwa ini juga termasuk hewan nokturnal, yakni lebih aktif pada malam hari dan cenderung bersembunyi saat siang. Habitat Landak Jawa meliputi kawasan hutan tropis, lahan pertanian, hingga daerah perbukitan di Pulau Jawa.
Dalam kesehariannya, Landak Jawa hidup secara soliter atau menyendiri, biasanya menempati lubang atau gua yang dibuat di dalam tanah. Pakan utama satwa ini berasal dari tumbuh-tumbuhan, akar-akar, serta sesekali serangga kecil.
Namun, keberadaan Landak Jawa di alam semakin terancam akibat alih fungsi lahan, perburuan liar, dan menyusutnya habitat alami, sehingga spesies ini dikategorikan sebagai satwa yang rentan. Landak Jawa (Hystrix javanica) termasuk salah satu mamalia yang dilindungi di Indonesia karena populasinya terus tertekan oleh aktivitas manusia, khususnya perburuan ilegal dan kerusakan lingkungan.
Perlindungan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, yang mencantumkan Landak Jawa sebagai satwa dilindungi. Dalam peraturan ini dijelaskan bahwa satwa yang terancam punah atau memiliki peran penting dalam keseimbangan ekosistem wajib dilindungi agar tidak mengalami kepunahan.
Pasal 21 ayat (2) PP Nomor 7 Tahun 1999 menegaskan bahwa setiap orang dilarang menangkap, memburu, melukai, maupun membunuh satwa liar yang dilindungi. Ketentuan tersebut secara langsung mencakup Landak Jawa, mengingat populasinya di alam liar sangat rentan terhadap gangguan manusia.
Selain itu, Pasal 40 dalam peraturan yang sama mengatur bahwa pelanggaran terhadap ketentuan perlindungan satwa dilindungi dapat dikenai sanksi pidana berupa hukuman penjara dan/atau denda dalam jumlah besar. Dasar hukum perlindungan Landak Jawa juga diperkuat melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Dalam undang-undang tersebut ditegaskan bahwa upaya konservasi bertujuan menjaga kelestarian keanekaragaman hayati, termasuk melindungi spesies yang terancam punah atau memiliki nilai ekologis penting. Dengan adanya berbagai regulasi ini, Landak Jawa memperoleh perlindungan hukum dari beragam aktivitas yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya, seperti perburuan liar, perdagangan satwa ilegal, serta alih fungsi lahan yang merusak habitat alaminya.
Karena itu, upaya pelestarian tidak hanya bergantung pada aturan hukum, tetapi juga membutuhkan peran aktif masyarakat dan seluruh pihak terkait dalam menjaga keberlanjutan spesies ini. (*)
Artikel Asli



