FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Forum Tanah Air (FTA) menyatakan sikap tegas menolak Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 yang diteken Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Aturan tersebut dianggap bertentangan dengan konstitusi, undang-undang, serta putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketua Umum FTA, Tata Kesantra, menyebut Perpol 10/2025 membuka ruang bagi anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan di luar struktur kepolisian, termasuk di 17 kementerian dan lembaga negara, tanpa harus pensiun atau mengundurkan diri.
“Perpol ini jelas bertentangan dengan Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang bersifat final dan mengikat. MK secara tegas melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil tanpa pensiun atau berhenti dari dinas kepolisian,” ujar Tata dalam keterangannya yang diterima fajar.co.id, Kamis (18/12/2025).
Menurutnya, Perpol tersebut juga melanggar aturan yang lebih tinggi, yakni Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, khususnya Pasal 28 ayat (3), serta Undang-Undang ASN Nomor 20 Tahun 2023. Selain melawan hierarki hukum, kebijakan ini dinilai berisiko menimbulkan konflik kepentingan dan mengaburkan fokus institusi kepolisian.
“Ini bertentangan dengan prinsip negara hukum dan demokrasi. Kepolisian bisa kehilangan independensinya karena kepentingan lembaga yang saling bertabrakan,” tegas Tata.
FTA juga menyinggung sikap Kapolri yang dinilai berulang kali melakukan subordinasi atau pembangkangan terhadap semangat reformasi.
Salah satunya melalui pembentukan reformasi internal Polri yang melibatkan puluhan jenderal, sebelum Presiden Prabowo Subianto membentuk Komisi Percepatan Reformasi Polri yang diharapkan independen.
“Keinginan publik untuk mereformasi Polri dan memulihkan kepercayaan masyarakat justru ternodai oleh tindakan-tindakan yang mengabaikan aspirasi tersebut,” katanya.
Lebih lanjut, Tata menilai keberadaan Kapolri dan sejumlah mantan Kapolri dalam Komisi Percepatan Reformasi Polri justru berpotensi mengikis legitimasi publik. Apalagi, hingga beberapa bulan berjalan, kinerja komisi tersebut dinilai tidak transparan.
“Tidak jelas masalah apa saja yang sudah dihimpun dari masyarakat dan tuntutan apa yang sedang diperjuangkan. Reformasi kepolisian tidak boleh menjadi kosmetik politik untuk meredam kritik,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Harian FTA, Donny Handricahyono, menyampaikan bahwa FTA yang merupakan jaringan aktivis diaspora Indonesia di 22 negara lintas lima benua, bersama aktivis dan tokoh di 38 provinsi di Indonesia, secara resmi mendesak pembatalan Perpol 10/2025.
“Perpol ini menimbulkan preseden sangat berbahaya bagi negara hukum di Indonesia,” ujar Donny secara terpisah.
FTA juga menuntut Presiden Prabowo Subianto segera mencopot Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo serta mengeluarkannya dari Komisi Percepatan Reformasi Polri, termasuk tiga mantan Kapolri yang tergabung di dalamnya.
“Langkah ini penting agar komisi benar-benar independen, kredibel, dan bebas dari konflik kepentingan,” kata Donny.
Selain itu, FTA menyerukan kepada masyarakat sipil untuk menolak hasil kerja Komisi Percepatan Reformasi Polri apabila prosesnya tidak independen dan tidak transparan.
“Pernyataan sikap ini merupakan bentuk tanggung jawab bersama untuk menjaga tegaknya hukum yang adil dan demokrasi yang sehat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kuncinya.
(Muhsin/fajar)


