Jakarta: Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai energi panas bumi berpotensi menjadi motor utama pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia. Penilaian tersebut didasarkan pada besarnya potensi panas bumi nasional yang mencapai 23,74 gigawatt (GW), seiring posisi Indonesia yang berada di jalur ring of fire.
Dengan potensi tersebut, Indonesia tercatat sebagai negara dengan cadangan panas bumi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Namun, Fahmy menilai pemanfaatan potensi tersebut hingga kini belum optimal.
"Indonesia memiliki potensi panas bumi yang besar dan ini bisa menjadi kekuatan. Tetapi hingga saat ini belum dioptimalkan karena banyaknya permasalahan yang dihadapi, seperti ketersediaan infrastruktur untuk menuju ke lokasi panas bumi," kata Fahmy, dalam keterangannya, Kamis 18 Desember 2025.
Ia menekankan pentingnya dukungan pemerintah dalam mempercepat pengembangan panas bumi. Menurut dia, kesiapan infrastruktur menjadi faktor krusial, termasuk pembangunan interkoneksi antarpulau untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan listrik.
"Kalau dibebankan sepenuhnya kepada investor, modal yang dibutuhkan akan sangat besar. Jika infrastrukturnya sudah tersedia, maka akan menarik investor untuk menggali potensi panas bumi kita," ujar dia.
Baca Juga :
Industri Panas Bumi Bisa Melaju Jika Eksplorasi DipercepatBerdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, pemerintah merencanakan penambahan kapasitas pembangkit EBT sebesar 42,5 GW serta pembangunan penyimpanan energi sebesar 10,2 GW. Dari total tersebut, sekitar 70 persen ditargetkan berasal dari energi terbarukan.
Khusus panas bumi, pemerintah mengalokasikan tambahan kapasitas sebesar 5,2 GW dengan proyeksi kapasitas terpasang mencapai 1,1 GW pada 2029. Namun, realisasi EBT secara keseluruhan masih belum sesuai target. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bauran EBT sepanjang 2024 baru mencapai 14,68 persen, jauh di bawah target 19,5 persen.
Ilustrasi pengembangan panas bumi. Foto: Freepik.
Kementerian ESDM juga menyebutkan hingga Oktober 2025 kapasitas listrik berbasis energi bersih baru mencapai 14,4 persen dari total kapasitas nasional. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan target bauran listrik EBT sebesar 15,9 persen pada 2025 sulit tercapai.
Menurut Tri, kondisi tersebut menunjukkan besarnya potensi EBT Indonesia yang belum tergarap optimal, sementara sistem kelistrikan nasional masih didominasi energi fosil, khususnya batu bara.
Baca Juga :
Mengakselerasi Penerapan Energi Terbarukan dalam Operasional Manufaktur di IndonesiaDi tingkat global, pemanfaatan panas bumi terus berkembang, terutama di Amerika Serikat. Negara tersebut tercatat sebagai pemilik kapasitas terpasang panas bumi terbesar di dunia, mencapai 3,93 GW.
Reuters melaporkan, energi panas bumi yang bebas emisi karbon semakin diminati perusahaan teknologi besar yang membutuhkan pasokan listrik stabil dan berkelanjutan. Tidak seperti energi surya dan angin yang bergantung cuaca, panas bumi mampu memasok listrik secara konstan.
Perusahaan teknologi seperti Google dan Meta memanfaatkan karakteristik tersebut untuk mendukung operasional pusat data mereka. Pada 2023, Google mengumumkan inisiatif pemanfaatan teknologi panas bumi tingkat lanjut sebagai sumber listrik pusat data, seiring komitmen pengurangan emisi karbon.



