JAKARTA,KOMPAS-Praktik aborsi ilegal masih menggurita di DKI Jakarta. Terakhir, polisi menangkap lima pelaku praktik terlarang ini di sebuah apartemen di Cipinang Besar, Jakarta Timur. Beraksi sejak 2022, pasiennya mencapai 361 orang. Para pelaku meraup keuntungan hingga Rp 2,6 miliar.
Kasus ini terkuak setelah muncul laporan praktik aborsi ilegal di sebuah apartemen di Jakarta Timur pada November 2025. Lewat sejumlah pengintaian, polisi menggerebek apartemen itu. Saat dicokok, para pelaku tertangkap tangan sedang melayani pasien.
”Para pelaku punya peran berbeda. Ada yang kebagian menjemput pasien hingga eksekutor aborsi,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Budi Hermanto, Kamis (18/12/2025).
Eksekusi aborsi biasanya dilakukan tersangka NS. Di hadapan pasien, dia berlagak sebagai dokter obstetri dan ginekologi yang paham praktik aborsi. NS dibantu RH saat beraksi.
Selain itu, ada M yang bertugas menjemput dan mengantar pasien. Dia menjadi orang yang paling rajin berkomunikasi dan menyakinkan mangsanya.
Meski tidak berhubungan langsung dengan pasien, peran LN dan YH juga vital. LH adalah penyewa apartemen. Sedangkan YH bertanggungjawab mengelola situs yang mempromosikan aborsi ilegal itu.
Direktur Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Edy Suranta Sitepu menambahkan, selain lima pelaku, polisi juga menangkap KWM dan R. Mereka adalah pasien saat polisi menggerebek praktik itu.
"Mereka ditangkap saat aborsi berlangsung," ujar Edy.
Ironisnya, kasus ini ternyata sudah berlangsung lama, sejak 2022. Dari data yang ditemukan, sudah 361 pasien yang ditangani pelaku.
Setiap pasien mesti membayar Rp 5 juta-Rp 8 juta. Jatah terbesar diambil NS, Rp 1,7 juta per pasien. "Total, praktik ini meraup keuntungan hingga Rp 2,6 miliar," kata Edy.
Tingginya pendapatan para pelaku dipengaruhi mudahnya mereka berpromosi secara daring sejak 2022. Dengan klaim berizin dan dilakukan dokter spesialis, situs yang mereka kelola mendatangkan banyak pasien.
"Kebanyakan dari pasien ingin melakukan aborsi karena tidak menginginkan janin tersebut atau karena hamil di luar nikah," kata Edy.
Atas perbuatannya, semua tersangka dijerat Pasal 428 ayat 1 juncto Pasal 60 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Mereka terancam maksimal 12 tahun penjara.
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Jasra Putra mengapresiasi upaya polisi yang mengungkap praktik ini. Menurutnya tindakan ini adalah sebuah bentuk kejahatan serius karena telah merampas hak hidup manusia.
Hak hidup adalah hak dasar yang tidak boleh satu pun bisa menghambatnya kecuali untuk situasi-situasi tertentu," kata dia sembari merujuk Keputusan Presiden No 36 tahun 1990 yang mengesahkan Konvensi tentang Hak-Hak Anak.
Apalagi, jika melihat banyaknya pasien yang datang, kemungkinan jumlahnya sama dengan anak-anak yang mati sebelum dilahirkan. "Kejahatan ini tentu harus menjadi perhatian serius, baik pemerintah pusat atau daerah," ucapnya.
Ke depan, keterlibatan masyarakat sangat diperlukan mencegah hal ini terulang lagi. Ia mencontohkan pentingnya pendampingan orangtua pada anak saat mencari informasi di media sosial tanpa validasi yang tepat.
Situasi ini membuat anak muda rawan tersesat dan dimanfaatkan pelaku kejahatan, termasuk pelaku aborsi. "Edukasi ini harus terus disampaikan kepada anak agar mereka tercerahkan dan tidak terjerumus dalam mata rantai kejahatan ini," ucap Jasra.

:strip_icc()/kly-media-production/medias/5348741/original/044965300_1757868710-Persija_Jakarta_vs_Bali_United-28.jpg)

:strip_icc()/kly-media-production/medias/5448299/original/032159400_1766025503-Papua.jpg)