Jakarta, VIVA – Direktur Eksekutif Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Marwan O. Baasir menjelaskan skema penerapan sistem registrasi Subscriber Identity Module (SIM) baru berbasis pengenalan wajah yang akan diterapkan mulai 1 Januari 2026.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) bersama ATSI menerapkan sistem registrasi kartu SIM berbasis pengenalan wajah untuk mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan digital, yang menjadikan nomor telepon seluler sebagai alat kejahatan.
Ia juga menyampaikan bahwa pada tahap awal penerapan sistem registrasi kartu SIM yang baru masih bersifat sukarela, pelanggan baru layanan telekomunikasi bisa memilih menggunakan sistem lama atau sistem baru berbasis pengenalan wajah.
"Mulai 1 Januari 2026, masyarakat punya dua pilihan, ingin pakai NIK dan KK, atau mau sukarela menggunakan biometrik. Ada dua jalur dulu, karena kita perlu sosialisasi ke masyarakat, jadi yang lama tetap berlaku, biometrik juga jalan. Ini hanya berlaku untuk pelanggan baru, sedangkan pelanggan lama tidak perlu registrasi lagi," katanya, Kamis, 18 Desember 2025.
Marwan mengatakan bahwa penerapan sistem registrasi kartu SIM berbasis pengenalan wajah akan diberlakukan penuh mulai 1 Juli 2026.
Menurut dia, registrasi kartu SIM nantinya akan dilakukan melalui aplikasi yang disediakan oleh masing-masing operator seluler, tidak lagi menggunakan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK) seperti dalam sistem yang lama.
Dukungan akan disediakan bagi pengguna kartu SIM baru yang berada di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) serta menggunakan ponsel model lama yang tidak dilengkapi dengan kamera dan tidak bisa mengakses internet.
Dalam kondisi yang demikian, menurut dia, registrasi penggunaan kartu SIM dapat dilakukan melalui situs web di gerai operator seluler maupun gerai layanan telekomunikasi.
"Kalau pakai smartphone bisa, karena sudah ada 4G di 3T. Tapi, kalau masyarakat yang masih pakai feature phone, maka harus datang ke gerai atau ke retail outlet yang bisa bantu, pakai web," jelas Marwan.
Menurut Kemkomdigi, sebagian besar modus kejahatan siber, termasuk scam call, spoofing, smishing (penipuan melalui SMS), dan penipuan berbasis social engineering, melibatkan penggunaan nomor seluler sebagai alat utama.



