jpnn.com - Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri mengkritik Presiden Prabowo Subianto yang terkesan menutupi informasi dan kondisi sebenarnya yang terjadi pascabencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Menurut dia, masa seputar bencana alam memang kerap dibanjiri oleh hoaks dan misinformasi lainnya.
BACA JUGA: Pemulihan Pascabencana Aceh Lambat, HNW: Kasihan Betul Warga di Sana
Reza Indragiri Amriel. Foto: dok. JPNN.com
“Itu pula yang coba ditangkis Presiden Prabowo saat mengatakan ada pihak-pihak eksternal yang menyebar kebohongan tentang bencana Sumatera,” ucap Reza dalam keterangannya, pada Kamis (18/12).
BACA JUGA: Surat Pemprov Aceh ke UNDP & UNICEF Dimaknai untuk Kemanusiaan
Reza mengaku sudah lama khawatir terhadap Prabowo yang mungkin kerap mendapatkan pasokan informasi kacau oleh lingkungan
Prabowo dianggap terus menyebutkan bahwa kondisi di wilayah bencana berangsur membaik.
BACA JUGA: Ada Jaksa Kena OTT KPK, Kejari Tangerang Buka Suara
"Menyangkal, menimbun berita negatif, dan membesar-besarkan upaya yang telah dilakukan. Itukah yang pemerintah lakukan?" tanyanya.
Hal itu berbanding terbalik dengan kondisi yang terjadi di lapangan. Reza menyinggung pemberitaan yang dikabarkan reporter CNN Indonesia mengenai kondisi di Aceh Tamiang yang masih sangat memprihatinkan.
Salah seorang reporter CNN Indonesia yang bernama Irine Wardhani bahkan tak sanggup menahan tangisnya saat melaporkan kondisi terkini di Aceh Tamiang.
Reporter itu menyebutkan bahwa warga termasuk anak-anak masih kelaparan dan sulit mendapatkan makanan.
Menurut Reza, kondisi reporter tersebut yang melaporkan berita hingga menangis tersebut karena mengalami compassion fatigue atau yang justru muncul dari begitu besarnya kepedulian kepada masyarakat Aceh.
“Compassion fatigue menunjukkan bahwa korban bukan sebatas mereka yang dilanda banjir secara langsung,” kata dia.
“Melihat langsung situasi yang serba tidak menentu, menyimak kisah pilu para korban, ditambah lagi mendengar dusta demi dusta dari kalangan elit, pada gilirannya membuat si wartawan ikut jatuh dalam trauma. Trauma sekunder, tepatnya,” lanjutnya.
Selain wartawan, para korban juga diperkirakan menderita compassion fatigue. Pekerja kemanusiaan, tentara, dan polisi yang berjibaku di lapangan pun berisiko mengalami kepenatan dalam kepedulian serupa.
“Benar, itu tanggung jawab sekaligus risiko profesional yang harus dipikul si wartawan, tapi dia harus ditolong, dan tidak menutup kemungkinan pertolongan baginya perlu melibatkan profesional,” tutur Reza.
Adapun, Prabowo Subianto terus mengatakan bahwa Indonesia mampu mengatasi bencana di Sumatera tanpa bantuan pihak lain.
Dia bahkan mengaku dihubungi oleh banyak kepala negara lain yang menawarkan bantuan untuk membantu bencana banjir bandang dan longsor itu.
Walau begitu, Prabowo menegaskan bahwa Indonesia masih mampu mengatasi sendiri.
“Sehingga saya ditelepon banyak pimpinan kepala negara ingin kirim bantuan, saya bilang terima kasih, konsen Anda, kami mampu. Indonesia mampu mengatasi ini, ya,” ucap Prabowo, Senin (15/12) lalu.
Prabowo lalu menyindir bahwa banyak pihak yang meminta agar bencana banjir bandang ini ditetapkan dengan status Bencana Nasional.
Namun, pemerintah sekali lagi enggan menetapkan status tersebut karena menilai tanpa status itu, bencana sudah ditangani secara besar-besaran.
“Ada yang teriak-teriak ingin ini dinyatakan bencana nasional. Kita sudah kerahkan, ini tiga provinsi dari 38 provinsi. Jadi, situasi terkendali. Saya monitor terus,” kata dia. (mcr4/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi




