Jakarta: Jaksa Penuntut Umum menyebut mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim memperkaya diri senilai Rp809,5 miliar dalam perkara dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek. Dugaan tersebut terungkap dalam sidang perdana pembacaan dakwaan terhadap tiga terdakwa lain yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
Sidang pembacaan dakwaan untuk Nadiem sendiri ditunda hingga pekan depan. Namun, nama Nadiem disebut secara eksplisit dalam dakwaan terhadap Sri Wahyu Ningsih, Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek periode 2020–2021.
Dalam dakwaan jaksa, Sri Wahyu Ningsih disebut bersama Nadiem menyalahgunakan kewenangan dengan mengarahkan spesifikasi pengadaan laptop ke Chromebook yang menggunakan Chrome OS dan Chrome Device Management. Kebijakan tersebut dinilai menjadikan Google sebagai satu-satunya pihak yang menguasai ekosistem pendidikan digital di Indonesia.
Baca Juga :
KPK Pertajam Kerugian Negara Kasus Rasuah Pengadaan EDCSelain Sri Wahyu Ningsih, jaksa juga menyebut keterlibatan pihak lain, yakni Yudistira, dalam penyusunan anggaran dan penentuan spesifikasi pengadaan.
Sementara itu, kuasa hukum Nadiem Makarim, Ari Yusuf Amir, membantah tudingan bahwa kliennya memperkaya diri. Ia menyatakan pihaknya akan menggunakan pembuktian terbalik dalam persidangan mendatang.
“Kami akan menjelaskan satu per satu asal-usul seluruh aset Nadiem dan membukanya ke publik. Tidak ada harta yang berasal dari tindak pidana korupsi,” kata Ari.
Perkara pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek ini merupakan bagian dari program digitalisasi pendidikan nasional periode 2019–2022. Namun, Kejaksaan Agung menilai terdapat penyimpangan serius sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan.
Kejaksaan Agung menyebut kerugian negara dalam perkara ini mencapai lebih dari Rp2,1 triliun, yang berasal dari selisih harga perangkat, biaya layanan tambahan, serta pengadaan yang dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan riil sekolah.
Baca Juga :
Penasihat Hukum: Nadiem Tidak Diuntungkan SepeserpunJaksa menjerat para terdakwa dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 18 serta Pasal 55 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana berat hingga penjara seumur hidup.
Persidangan selanjutnya akan menjadi ajang pembuktian jaksa untuk menguji apakah pengadaan Chromebook dilakukan sesuai tujuan digitalisasi pendidikan atau justru menyimpang dan merugikan keuangan negara.




