Jakarta: Penindakan terhadap ribuan demonstran, penangkapan aktivis lingkungan, hingga evaluasi internal kepolisian menjadi sorotan utama Komisi Percepatan Reformasi Polri. Komisi yang dibentuk Presiden Prabowo Subianto pada November 2025 itu diharapkan menjadi pintu pembenahan penegakan hukum dari dalam tubuh Polri.
Presiden Prabowo membentuk Komisi Percepatan Reformasi Polri, sebagai respons atas berbagai kritik publik terhadap kinerja dan pendekatan penegakan hukum kepolisian. Pembentukan komisi tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 122P Tahun 2025.
Komisi Reformasi Polri beranggotakan 10 tokoh berlatar belakang hukum, termasuk tiga mantan Kapolri. Komisi ini dipimpin oleh Jimly Asshiddiqie, dengan anggota Mahfud MD, Yusril Ihza Mahendra, Supratman Andi Agtas, Otto Hasibuan, Listyo Sigit Prabowo, Tito Karnavian, Idham Azis, dan Badrodin Haiti. Mandat Evaluasi dan Rekomendasi
Presiden Prabowo menegaskan tugas utama komisi adalah mempelajari, mengkaji, dan memberikan rekomendasi terkait berbagai persoalan di tubuh Polri. Setiap rekomendasi, kata Prabowo, akan ditindaklanjuti pemerintah melalui langkah-langkah pembenahan institusional.
“Tugas utama adalah mempelajari, mengkaji, dan memberikan rekomendasi kepada saya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan,” ujar Prabowo saat memberi arahan kepada anggota komisi di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat, 7 November 2025.
Baca Juga: Komisi Reformasi Polri Minta Solusi Rinci dari Masyarakat Sipil
Komisi diminta menjadi jembatan antara kritik publik dan perbaikan kebijakan kepolisian, sekaligus memastikan reformasi Polri berjalan sesuai prinsip profesionalisme dan perlindungan hak warga negara. Koreksi atas Penindakan Demonstran
Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie bersama anggotanya. Metrotvnews.com/Siti Yona
Salah satu rekomendasi paling disorot publik adalah permintaan pengkajian ulang penindakan terhadap demonstran dalam rangkaian unjuk rasa akhir Agustus 2025. Dalam periode 25–31 Agustus 2025, Bareskrim Polri bersama 15 polda menangani 246 kasus kerusuhan di berbagai daerah.
Sebanyak 959 tersangka ditangkap, terdiri atas 664 orang dewasa dan 295 anak. Polda Metro Jaya mencatat jumlah tersangka dewasa terbanyak, sementara Polda Jawa Timur mencatat penangkapan anak terbanyak.
Ketua Komisi Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie menilai jumlah penangkapan tersebut perlu dikaji ulang. Komisi merekomendasikan agar Polri mempertimbangkan keringanan hukuman, khususnya bagi perempuan, anak-anak, serta penyandang disabilitas fisik maupun mental.
“Kami minta supaya diberi pertimbangan. Kalau pun tidak bisa dilepaskan, setidaknya ada penangguhan,” kata Jimly. Sorotan Kasus Aktivis Lingkungan
Komisi Reformasi Polri juga menaruh perhatian pada kasus dugaan penangkapan aktivis lingkungan. Komisi meminta Kapolri segera meninjau kembali penahanan Laras Faizati, serta dua aktivis lingkungan hidup Adetya Pramandira (Dera) dan Fathul Munif, yang dijerat pasal penghasutan.
Anggota Komisi Reformasi Polri Mahfud MD menilai ketiganya layak mendapat perlindungan hukum. Menurut Mahfud, Dera dan Munif dilindungi ketentuan Anti-Strategic Lawsuit Against Public Participation (Anti-SLAPP).
Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, yang menegaskan bahwa pegiat lingkungan tidak dapat dipidana atau digugat perdata karena memperjuangkan hak atas lingkungan yang baik dan sehat.
“Kami memberi perhatian kepada tiga orang yang mungkin perlu diperhatikan untuk segera dilepas,” kata anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri, Mahfud MD, di kawasan Jakarta Selatan, dilansir dari Antara, Kamis, 4 Desember 2025.
Baca Juga: Reformasi Polri dan Jejak Absolutisme
Komisi Percepatan Reformasi Polri berharap Dera dan Munif bisa dibebaskan karena secara eksplisit dilindungi undang-undang. Polri Terbuka Dievaluasi
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan Polri terbuka terhadap kritik dan evaluasi sebagai bagian dari proses reformasi berkelanjutan. Dia menegaskan Polri ingin terus memperbaiki kinerja agar sesuai harapan masyarakat.
“Polri selalu terbuka untuk menerima perbaikan dan evaluasi agar bisa mewujudkan institusi yang profesional dan dipercaya publik,” ujar Listyo.
Dia mengingatkan Polri merupakan bagian dari produk reformasi, sehingga tuntutan akuntabilitas dan transparansi merupakan konsekuensi yang harus dijawab dengan kerja nyata.

:strip_icc()/kly-media-production/medias/5448323/original/065493300_1766026397-Prabowo_Agam.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5442550/original/068265100_1765543015-20251212BL_Timnas_Indonesia_U-22_Vs_Myanmar_SEA_Games_2025-42.jpg)
