Bra Mastektomi Jadi Komoditas Ekspor Terbesar DIY

kumparan.com
19 jam lalu
Cover Berita

Komoditas ekspor terbesar dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah bra mastektomi, pakaian dalam yang dirancang khusus untuk perempuan pascaoperasi pengangkatan payudara. Produk ini menjadi penopang utama ekspor DIY sepanjang Januari–Oktober 2025.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DIY yang dirilis 1 Januari silam, nilai ekspor DIY selama Januari–Oktober 2025 mencapai US$460,44 juta atau sekitar Rp7,68 triliun. Dari jumlah tersebut, 99,14 persen berasal dari sektor industri pengolahan.

Nilai ekspor bra mastektomi tercatat mencapai Rp124 miliar atau setara 16,40 persen dari total ekspor DIY. Angka ini menjadikan bra mastektomi sebagai satu-satunya komoditas ekspor DIY dengan kontribusi hingga belasan persen, sekaligus melampaui komoditas lain seperti perabotan kayu yang berada di posisi berikutnya dengan nilai sekitar Rp36 miliar.

Komoditas lain yang juga menyumbang ekspor cukup besar di antaranya sarung tangan baseball, minyak atsiri dari buah jeruk, barang-barang dari kulit samak, kemeja pria, hingga celana dalam perempuan.

Statistisi Ahli Utama BPS Provinsi DIY, Sentot Bangun Widoyono, mengatakan dominasi industri pengolahan dalam struktur ekspor DIY sudah berlangsung lama dan relatif tidak banyak berubah.

“Kalau kita bicara unggulan ya berarti share kan (persentase). Pakaian dan aksesorisnya yang bukan rajutan itu yang paling besar. Diikuti barang dari kulit samak, kemudian pakaian dan aksesoris yang rajutan. Yang kita rilis dari bertahun-tahun ya itu,” ujar Sentot ditemui Pandangan Jogja di kantornya, Rabu (17/12).

Data BPS DIY menunjukkan, selama Januari–Oktober 2025, kelompok pakaian dan aksesori bukan rajutan menyumbang 29,64 persen dari total ekspor DIY. Barang dari kulit samak berkontribusi 14,18 persen, sementara pakaian dan aksesori rajutan menyumbang 11,40 persen. Di dalam kelompok pakaian tersebut, bra mastektomi menjadi produk dengan nilai ekspor tertinggi.

Sentot menjelaskan hampir seluruh ekspor DIY berasal dari produk yang telah melalui proses pengolahan menjadi barang jadi atau setengah jadi.

“Makanya pasti dikatakan sekitar 99 persennya itu adalah hasil industri. Ya itu termasuk mengolah hasil pertanian yang diekspor,” kata Sentot.

Ia mencontohkan produk gula semut yang berasal dari gula aren atau gula kelapa yang telah diproses terlebih dahulu sebelum diekspor.

“Contoh paling gampang yang saya selalu ingat itu adalah gula semut. Gula semut itu kan sebenarnya asalnya dari gula aren atau gula papa diproses, sehingga menjadi produk industri berupa gula semut kan. Nah itu baru diekspor, itu udah hasil industri,” ujarnya.

Sementara itu, kontribusi sektor pertanian murni—yang mencakup komoditas tanpa proses pengolahan—hanya sebesar 0,85 persen. Sektor pertambangan dan penggalian tercatat menyumbang 0,01 persen dari total ekspor DIY.

“Pertanian itu komoditasnya paling yang masih murni ya. Seperti salak, manggis, kemudian ada beberapa misalnya ada delima, ada sirsak, dan lain-lain. Tapi nilainya nggak begitu besar. Kemudian juga untuk kelompok-kelompok seperti kopi, teh, dan rempah-rempah itu masih ada,” kata Sentot.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY, Yuna Pancawati, membenarkan bahwa pakaian dalam, termasuk bra dan lingerie, memang menjadi komoditas ekspor utama DIY. Produk tersebut diproduksi oleh perusahaan yang berlokasi di Kabupaten Bantul.

“Perusahaannya tidak hanya memiliki reputasi di tingkat nasional tetapi juga termasuk perusahaan produsen terbesar di kawasan Asia Tenggara. Bahkan di posisi global masuk dalam 10 besar produsen pakaian di dunia,” kata Yuna dihubungi Pandangan Jogja, Rabu (17/12).

Yuna menambahkan, Amerika Serikat masih menjadi negara tujuan ekspor terbesar bagi DIY dengan andil mencapai 43,1 persen selama periode Januari–Oktober 2025. Pada periode tersebut, tarif impor Amerika Serikat terhadap produk Indonesia masih berada di angka 19 persen.

Struktur ekspor yang didominasi industri pengolahan, menurut Sentot, merupakan konsekuensi dari keterbatasan sumber daya alam di DIY.

“Kalau industri selalu pasti menjadi ekspor yang utama. Di DIY itu enggak ada lain. Karena kita memang enggak punya sumber daya alam,” ujarnya.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Kick Off Program Quick Win Presiden Prabowo, Menteri Mukhtarudin Lepas 1.035 Pekerja Migran Terampil
• 5 jam lalusuara.com
thumb
Gerindra Klaim Negara Hadir Usai Bencana Sumatera, Susi Pudjiastuti: yang Mereka Butuhkan Bukan Negara Hadir, tapi Nasi Padang, Starlink, Air, DLL
• 2 jam lalufajar.co.id
thumb
Luncurkan Corporate Rebranding, BRI Tegaskan Tetap Fokus di Segmen UMKM
• 2 jam laludisway.id
thumb
Terjemahan Alquran ke Bahasa Tegal Masuk Validasi, Berlanjut Proses Cetak
• 17 jam lalumediaindonesia.com
thumb
Jadwal Pertandingan Final Voli SEA Games 2025: Indonesia Vs Thailand Hari Ini
• 4 jam lalunarasi.tv
Berhasil disimpan.