Sidang perdana eks Bupati Sleman, Sri Purnomo, terdakwa kasus dugaan korupsi Dana Hibah Pariwisata, digelar pada Kamis (18/12) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Yogyakarta. Agenda sidang berupa pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang berlangsung sekitar 1,5 jam.
Istri terdakwa, Kustini Sri Purnomo, serta anak sulungnya, Aviandi Okta Maulana, tampak hadir mengikuti jalannya persidangan. Dalam dakwaan, jaksa menguraikan dugaan penyimpangan kebijakan, pengelolaan anggaran, hingga struktur pemerintahan daerah yang disebut diarahkan untuk kepentingan Pilkada Sleman 2020.
Berikut lima fakta utama yang terungkap dalam sidang perdana tersebut:
1. Jaksa Sebut Dana Hibah Pariwisata Disiapkan untuk Pemenangan Pilkada
Jaksa mengungkap bahwa dana hibah pariwisata tidak semata diposisikan sebagai program pemulihan sektor pariwisata akibat pandemi Covid-19. Dana yang bersumber dari pemerintah pusat itu, menurut jaksa, justru dipandang sebagai peluang politik menjelang Pilkada Sleman 2020.
Niat tersebut, kata jaksa, disampaikan langsung oleh Sri Purnomo kepada elite partai politik pendukung pasangan calon nomor urut 3, yakni istrinya sendiri, Kustini Sri Purnomo. Dalam dakwaan, jaksa mengutip ucapan Sri Purnomo kepada Ketua DPC PDI Perjuangan Sleman saat itu, Koeswanto:
“Ini ada dana dari kementerian pariwisata pusat yang nganggur, bisa digunakan untuk pemenangan.”
Dikonfirmasi usai persidangan, Kustini enggan menanggapi saat namanya disebut dalam dakwaan. Sementara itu, Koeswanto membantah penggunaan dana tersebut untuk pemenangan Pilkada.
“Bukan untuk pemenangan Kustini-Danang, untuk membantu rintisan desa wisata tapi waktu itu pas kampanye Pilkada,” kata Koeswanto saat dihubungi Pandangan Jogja, Kamis (18/12).
2. Kebijakan Daerah Disebut Menyimpang dari Petunjuk Teknis Pusat
Dalam uraian dakwaan, jaksa menjelaskan bahwa penggunaan dana hibah pariwisata telah diatur secara rinci oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Petunjuk teknis tersebut, menurut jaksa, tidak membuka ruang pemberian hibah langsung kepada kelompok masyarakat sektor pariwisata.
Namun, Sri Purnomo disebut menerbitkan Peraturan Bupati Sleman Nomor 49 Tahun 2020 yang mengalokasikan 30 persen dana hibah kepada kelompok masyarakat.
“Bahwa ketentuan mengenai peruntukan hibah pariwisata dalam Peraturan Bupati Sleman Nomor 49 Tahun 2020 bertentangan dengan Petunjuk Teknis Hibah Pariwisata dalam Keputusan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI / Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor : KM/704/PL.07.02/M-K/2020 yang secara limitatif telah menentukan alokasi/peruntukkan hibah pariwisata, dan tidak ada alokasi/peruntukan penggunaan hibah pariwisata untuk Kelompok Masyarakat di sektor pariwisata sebagaimana dalam Peraturan Bupati Sleman Nomor 49 Tahun 2020,” kata JPU.
3. Aparatur Dinas Pariwisata Disebut Dilarang Sosialisasi Resmi
Jaksa juga memaparkan dugaan upaya pengendalian arus informasi terkait program hibah pariwisata. Aparatur Dinas Pariwisata Sleman disebut tidak diberi ruang untuk melakukan sosialisasi secara terbuka kepada desa wisata atau pelaku pariwisata.
Menurut jaksa, perintah tersebut datang langsung dari terdakwa agar sosialisasi dilakukan oleh jaringan di luar struktur pemerintahan. Dalam dakwaan, jaksa mengutip perintah Sri Purnomo kepada aparatur Dinas Pariwisata:
“Tidak melakukan sosialisasi/mengumumkan kegiatan hibah pariwisata tahun 2020 kepada Desa Wisata karena sosialisasi tentang hibah pariwisata akan dilakukan oleh ‘anak-anak’.”
4. Anak Terdakwa Disebut Aktif Mengatur Proposal dan Menekan Aparatur
Jaksa menyebut anak Sri Purnomo, Raudi Akmal, yang juga merupakan anggota DPRD Sleman, juga terlibat. Dalam dakwaan, Raudi Akmal disebut mengarahkan pengumpulan proposal hibah, memberi tanda khusus pada proposal titipan, serta menekan aparatur agar mengikuti mekanisme yang telah diatur.
Jaksa mengutip pernyataan Raudi Akmal kepada pejabat Dinas Pariwisata Sleman: “Bapak minta jangan disosialisasikan ke Desa Wisata, kalau Ibu tidak percaya kita ketemu Bapak sekarang.”
Pandangan Jogja telah mencoba mengonfirmasi hal tersebut kepada Raudi Akmal, namun hingga kini belum mendapatkan respons.
5. Penyaluran Rp17,2 Miliar Disebut Rugikan Negara Hampir Rp11 Miliar
Jaksa menyatakan bahwa akibat kebijakan dan tindakan tersebut, dana hibah pariwisata disalurkan tidak sesuai peruntukan. Dari total dana hibah pariwisata Sleman, sebesar Rp 17,2 miliar dialokasikan kepada kelompok masyarakat sektor pariwisata yang ditetapkan melalui keputusan bupati.
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan DIY, penyaluran tersebut menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 10,9 miliar.
“Bahwa perbuatan terdakwa Sri Purnomo selaku Bupati Sleman (pada waktu itu) bersama-sama dengan saksi Raudi Akmal telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 10.952.457.030,00,” kata jaksa.
Perbuatan itu dianggap melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Ajukan Eksepsi Pekan Depan
Usai pembacaan dakwaan, Sri Purnomo menyatakan keberatan dan akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan pada sidang berikutnya, Selasa (23/12).
“Kami tidak ingin berkomentar terlebih dahulu (terhadap poin-poin dakwaan jaksa),” kata penasihat hukum Sri Purnomo, Rizal, ditemui di area Pengadilan Tipikor Yogyakarta.
Rizal menegaskan tidak ada aliran dana hibah yang masuk ke rekening pribadi kliennya.
“Yang ingin kami tegaskan bahwa tidak ada satu rupiah pun dari dana hibah itu mengalir ke rekening pribadi klien kami. Tidak ada tindakan pengayaan diri yang dilakukan oleh klien kami dan juga tidak ada penambahan aset secara pribadi terhadap klien kami,” kata Rizal.
“Persidangan merupakan ruang terbaik untuk menggali kebenaran materil atau fakta-fakta berdasarkan pada keadilan dan objektif,” tambahnya.




