Penulis: Lidya Thalia.S
TVRINews, Jakarta
Kementerian Kesehatan mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit leptospirosis yang berpotensi meningkat setelah bencana banjir dan tanah longsor. Penyakit ini kerap luput dikenali karena gejala awalnya menyerupai demam biasa, namun dapat berakibat fatal apabila tidak segera ditangani.
Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kementerian Kesehatan, drg. Murti Utami, mengatakan leptospirosis perlu mendapat perhatian khusus, terutama di wilayah yang terdampak banjir.
“Gejala leptospirosis pada tahap awal sering kali ringan sehingga tidak disadari. Padahal jika penanganannya terlambat, penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi serius hingga berujung kematian,”kata Murti Utami dalam keterangan tertulis, Kamis, 18 Desember 2025.
Peringatan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kementerian Kesehatan Nomor PV.03.03/C/5559/2025 tentang kewaspadaan terhadap potensi Kejadian Luar Biasa (KLB) leptospirosis.
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan bakteri Leptospira, yang umumnya ditularkan melalui urin hewan terinfeksi, terutama tikus. Penularan dapat terjadi melalui air, lumpur, tanah, maupun makanan yang tercemar, kondisi yang lazim ditemukan di lingkungan pascabencana.
Kemenkes mencatat, buruknya sanitasi, genangan air, serta meningkatnya populasi tikus setelah banjir menjadi faktor utama tingginya risiko penularan. Selain itu, aktivitas masyarakat di area tergenang tanpa menggunakan alat pelindung diri turut meningkatkan peluang terinfeksi.
Murti Utami mengingatkan masyarakat untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan apabila mengalami gejala seperti demam, nyeri otot, sakit kepala, atau mata merah setelah terpapar air banjir atau lumpur.
“Jangan menunda pemeriksaan jika muncul keluhan setelah kontak dengan lingkungan berisiko. Penanganan dini sangat menentukan,” tegasnya.
Guna mencegah keterlambatan diagnosis, Kementerian Kesehatan meminta fasilitas pelayanan kesehatan meningkatkan kewaspadaan dengan menjadikan leptospirosis sebagai salah satu diagnosis banding pada kasus demam akut dengan riwayat paparan risiko dalam dua minggu terakhir.
Selain itu, penguatan surveilans penyakit juga terus didorong. Dinas kesehatan daerah diminta memantau perkembangan kasus, melakukan pelaporan cepat melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR), serta melakukan penyelidikan epidemiologi apabila terjadi peningkatan kasus.
Upaya pencegahan di tingkat masyarakat juga ditekankan melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta pengendalian lingkungan.
“Leptospirosis dapat dicegah apabila kewaspadaan dilakukan sejak dini, baik oleh masyarakat, lingkungan, maupun layanan kesehatan,” pungkasnya.
baca juga: Kemenkes Waspadai Penyakit Menular di Pengungsian Bencana Sumatra
Editor: Redaktur TVRINews



