JAKARTA, KOMPAS.com — Setiap akhir bulan, Putri Lestari (25) sudah hafal ritual yang sama, yaitu membuka aplikasi perbankan, menghitung sisa saldo, lalu menyesuaikan pola hidup agar bisa bertahan hingga gajian berikutnya.
Di tengah mahalnya biaya hidup Jakarta, rutinitas itu bukan sekadar kebiasaan, melainkan strategi bertahan hidup.
Bekerja sebagai admin media sosial di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Putri menerima gaji sekitar Rp 5,4 juta per bulan, setara Upah Minimum Regional (UMR) Jakarta.
Dengan penghasilan tersebut, ia harus membagi pendapatan untuk biaya kos, makan, transportasi, dan kebutuhan harian lainnya.
Baca juga: Gaji Jakarta Rp 5 Juta Hanya Sekadar Cukup, Bahkan Terasa Kurang
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=indepth, kondisi ekonomi, ketakutan menikah, in depth, pekerja muda, finansial yang tidak stabil&post-url=aHR0cHM6Ly9tZWdhcG9saXRhbi5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8xOS8wNzQ5NTIyMS9wZWtlcmphLWJlcmdhamktdW1yLXRha3V0LW1lbmlrYWgtc2FhdC1jaW50YS1rYWxhaC1vbGVoLWtldGF0bnlhLWVrb25vbWk=&q=Pekerja Bergaji UMR Takut Menikah, Saat Cinta Kalah oleh Ketatnya Ekonomi§ion=Megapolitan' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `Hampir tidak ada ruang untuk kesalahan. Satu kebutuhan mendadak saja bisa membuat perencanaan keuangannya berantakan. Dalam kondisi seperti ini, menikah bukan sesuatu yang ia bayangkan dalam waktu dekat.
“Hidup di Jakarta itu butuh ekonomi yang stabil. Sementara dengan kondisi sekarang saya merasa belum siap. Itu juga yang bikin saya memilih fokus kerja dulu dan belum kepikiran menikah,” ujar Putri saat ditemui di kawasan Dukuh Atas BNI, Rabu (17/18/2025).
Menikah jadi beban finansialBagi Putri, ketakutan menikah bukan soal komitmen emosional, melainkan tanggung jawab finansial. Menghidupi diri sendiri saja masih terasa berat, apalagi jika harus berbagi hidup dengan pasangan, bahkan anak di kemudian hari.
Putri bukan satu-satunya. Di tengah mahalnya biaya hidup Ibu Kota, semakin banyak pekerja muda bergaji UMR memandang pernikahan sebagai beban tambahan, bukan fase kehidupan yang membahagiakan.
Sebagian besar gaji Putri habis untuk kos sebesar Rp 1,5 juta per bulan, transportasi Rp 500.000–Rp 700.000, serta makan dan kebutuhan harian. Menabung masih bisa dilakukan, tetapi jumlahnya kecil dan tidak konsisten.
“Kadang niat nabung, tapi begitu ada kebutuhan tak terduga, tabungan langsung kepakai,” kata dia.
Menjelang tanggal gajian, Putri mengaku harus lebih selektif membeli makanan dan menahan pengeluaran. Hiburan dan rencana masa depan menjadi hal pertama yang dikorbankan.
Baca juga: Hidup dari Gaji UMP di Jakarta: Bertahan, Berhemat, dan Menunda Mimpi
Hidup pas-pasan di atas UMRKondisi serupa dialami Ria (27), pegawai swasta di Jakarta Pusat dengan gaji sekitar Rp 5,6 juta per bulan. Meski sedikit di atas UMR, ia tetap merasa hidupnya jauh dari kata layak.
“Setiap bulan gaji terasa habis sebelum waktunya. Gaji UMR dan mandiri dengan uang tersebut saja masih kurang apalagi berumah tangga,” kata Ria saat dihubungi.
Ria mengakui tekanan finansial memengaruhi pandangannya terhadap relasi dan pernikahan.
“Saya tahu kalau soal usia pasti saya sendiri sudah bisa menikah, namun menikah bukan soal usia tapi uang nya ada atau tidak kedepannya bagaimana,” tutur Ria.





