Satu per satu perempuan dari beragam latar belakang profesi melenggang di atas panggung. Mereka mengenakan pakaian sesuai dengan profesi masing-masing. Ada yang berprofesi sebagai pemadam kebakaran, pengojek daring, petani, nelayan, ada pula guru dan dokter. Panggung Ballroom Jayakarta, Gedung Nyi Ageng Serang, Jakarta, Kamis (18/12/2025), siang itu berubah bak peragaan busana.
Mereka bukan sekadar berjalan. Mereka membawa cerita tentang kerja keras yang sunyi, tentang pengabdian yang dijalani bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, jauh dari sorotan. Tepuk tangan penonton mengiringi setiap langkah, seolah menjadi pengakuan atas peran perempuan yang kerap terlupakan.
Suasana yang semula hangat mendadak mengharukan ketika tiga perempuan veteran naik ke atas panggung. Sriatun, Sofiatun, dan Murtinah. Tiga nama perempuan yang merekam jejak panjang perjuangan bangsa disambut dengan standing ovation. Hadirin berdiri, memberi penghormatan atas dedikasi mereka yang tak lekang oleh waktu.
Tak hanya para veteran, panggung juga menghadirkan sosok-sosok inspiratif dari penjuru Nusantara. Mahariah, seorang penjaga lingkungan dari Kepulauan Seribu yang setia merawat laut, serta Maria Loretha, pejuang pangan dari Nusa Tenggara Timur yang bertahun-tahun bergulat dengan keterbatasan demi ketahanan pangan masyarakatnya.
Para perempuan dari beragam profesi dan usia itu tampil di atas panggung untuk peragaan busana. Acara itu digelar untuk memperingati Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember 2025.
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri hadir dalam peringatan Hari Ibu bertema ”Merawat Pertiwi” itu. Melihat para perempuan yang hadir, Presiden ke-5 RI itu pun menyampaikan pesan yang menggugah. Di hadapan para perempuan tangguh tersebut, Megawati menekankan peran strategis perempuan dalam keberlanjutan bangsa.
”Kalian mesti semangat. Udah deh, mau dandan secantik apa pun, boleh. Tapi jangan hanya untuk diri sendiri. Karena apa? Kalian itu Ibu Bangsa, yang akan menurunkan anak-anak, meneruskan Indonesia Raya agar tetap abadi,” ujar Megawati.
Megawati mengungkapkan pentingnya kepercayaan diri bagi perempuan Indonesia. Ia mengingatkan bahwa konstitusi menjamin kesetaraan penuh antara laki-laki dan perempuan sebagai warga negara.
”Jangan merasa rendah diri sebagai perempuan. Karena dalam konstitusi kita, setiap warga negara punya hak yang sama. Laki-laki dan perempuan itu sama, yang beda cuma kodratnya,” tegas Megawati.
Ia lalu memotivasi para ibu dengan merujuk pada pengalaman pribadinya. Megawati menyebut pencapaiannya sebagai bukti bahwa perempuan mampu menembus batas-batas yang kerap dianggap mustahil. ”Gelar kehormatan saya ada 13. Kalau saya bisa, kenapa kamu tidak bisa? Makanya kalian mesti semangat,” ujarnya.
Cerita Megawati kemudian mengalir ke sebuah pengalaman yang mengundang tawa. Ia mengenang sebuah pertemuan dengan para ibu. Saat ia meminta salah seorang di antaranya naik ke panggung untuk berlatih berpidato, ibu tersebut malah terdiam cukup lama.
”Ternyata kertasnya terbalik,” kata Megawati, disambut gelak tawa hadirin.
”Jadi kamu jangan ketawa. Bisa kejadian lho. Awas lho suatu saat saya suruh pidato. Ibu-ibu jangan kalah sama laki-laki,” tambahnya.
Sebagai ketua umum partai, Megawati mengaku terbiasa berbicara lantang di hadapan publik, meski usianya kini telah menginjak 78 tahun. Ia bahkan berkelakar tentang perbedaan sikapnya ketika sedang memimpin partai dan saat tampil santai.
”Kalau saya lagi diem, kan, kayaknya manis, cakep. Tapi kalau saya sudah sebagai ketua umum partai, saya kayak laki-laki lho,” ujarnya, yang kembali disambut tepuk tangan meriah.
Ketua DPP PDI-P Bidang Perempuan dan Anak Bintang Puspayoga mengatakan, parade perempuan lintas profesi yang ditampilkan dalam peringatan Hari Ibu ini mengandung misi edukatif. Parade tersebut ingin menegaskan perempuan mampu mengisi berbagai ruang dan profesi strategis dalam kehidupan berbangsa.
”Hari Ibu adalah tonggak sejarah perjuangan yang dimulai dari Kongres Perempuan Pertama tahun 1928. Hari ini kita melihat hasilnya lewat perempuan-perempuan tangguh yang hadir di hadapan kita,” ujar Bintang.
Ia berharap, edukasi yang terus-menerus diberikan kepada perempuan akan berbuah pada tahun-tahun mendatang. Bintang mengingatkan pentingnya peningkatan kapasitas diri agar perempuan tidak hanya hadir sebagai obyek pembangunan, melainkan sebagai subyek yang aktif membangun bangsa dan negara.
”Kita jangan lelah meningkatkan kapasitas diri. Hadir tidak hanya sebagai obyek pembangunan, tetapi sebagai subyek pembangunan untuk membangun bangsa dan negara yang kita cintai. Perempuan berdaya, Indonesia Raya,” tegasnya.
Selain parade profesi, PDI-P juga memaknai peringatan Hari Ibu tahun ini dengan aksi nyata pelestarian lingkungan. Upaya ini ditujukan untuk mendorong perempuan mengambil peran sentral dalam menjaga ekosistem alam. Secara simbolis, bibit-bibit pohon diserahkan oleh Megawati kepada para kepala daerah perempuan dan Ketua DPRD perempuan dari kader PDI-P.
Bintang mengatakan, penyerahan bibit tersebut menjadi penanda dimulainya ”Gerakan Perempuan Menanam” yang akan digelorakan oleh kader perempuan PDI-P di seluruh Indonesia. Gerakan ini diharapkan menjadi pemantik bagi para pemimpin perempuan di daerah untuk menggalakkan penghijauan di wilayah masing-masing.
Menurut Bintang, pemberian bibit bukan sekadar seremoni belaka, melainkan penegasan akan peran aktif perempuan dalam menjaga, merawat, dan melestarikan lingkungan demi harmoni dan keutuhan bangsa. Aksi menanam pohon, menurut dia, merepresentasikan karakter perempuan itu sendiri, yakni merawat, menumbuhkan, dan menjaga keberlanjutan.
”Tema ini juga mengandung pesan tentang kekuatan, kemampuan, dan ketabahan perempuan Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan, baik dalam kehidupan keluarga maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujarnya.
Rangkaian peringatan Hari Ibu ini turut diisi dengan penggalangan donasi bagi korban bencana di Pulau Sumatera. Donasi yang terkumpul sebesar Rp 3,2 miliar dan rencananya akan diserahkan secara resmi pada puncak peringatan Hari Ibu, 22 Desember mendatang.
Wakil Gubernur Jakarta yang juga Ketua DPP PDI-P Bidang Kebudayaan Rano Karno mengungkapkan, peringatan Hari Ibu tahun ini dirancang sebagai ruang permenungan. Tema merawat pertiwi, menurut dia, mengajak publik untuk tidak hanya merayakan, tetapi juga menaruh empati pada para ibu di berbagai daerah yang tengah menghadapi musibah, terutama di sejumlah wilayah di Sumatera.





