FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan menyoroti persoalan sulitnya memperoleh pekerjaan yang kini tak hanya terjadi di Indonesia.
Menurutnya, kondisi serupa juga dirasakan negara-negara dengan kekuatan ekonomi besar seperti Amerika Serikat dan Tiongkok.
Hal itu disampaikan Luhut saat membuka diskusi Policy and Research Dialogue yang digelar LPEM UI dengan tema Sustainable Growth in Indonesia.
“Tidak hanya di Indonesia, bahkan di AS saat ini dan juga di Tiongkok, bahkan lulusan baru pun tidak mudah mendapatkan pekerjaan seperti dulu,” ungkapnya, dikutip Jumat (19/12/2025).
Luhut menekankan, tantangan terbesar saat ini bukan sekadar soal jumlah lapangan kerja, melainkan kualitas pekerjaan yang tersedia. Ia menyebut kondisi ketenagakerjaan formal masih belum pulih sepenuhnya sejak pandemi.
“Lapangan kerja formal menurun. Saya pikir ini sangat penting. Pekerjaan penuh waktu masih di bawah level pra-pandemi. Pengangguran lulusan meningkat,” ucapnya.
Terkait perkembangan teknologi, Luhut menilai kehadiran kecerdasan buatan bukan ancaman utama bagi tenaga kerja nasional. Ia justru menekankan pentingnya penguatan kualitas sumber daya manusia.
“AI juga merupakan isu lain yang harus kita tangani tapi kita berbicara tentang modal manusia,” imbuhnya.
Ia pun optimistis Indonesia masih memiliki peluang besar untuk menciptakan lapangan kerja baru, khususnya melalui penguatan pendidikan dan keterampilan teknis.
Bahkan, Luhut menyebut tenaga kerja teknis Indonesia berpotensi menembus pasar global.
“Saya berada di Solo kemarin, dua hari yang lalu, menghadiri forum investasi di sana. Saya mengatakan, anda dapat membangun pendidikan pekerjaan teknis sekarang seperti perawat atau seperti kelistrikan. Kita bisa mengekspor (tenaga kerja teknis) dan menciptakan peluang kerja karena itu,” ujarnya.
Lebih lanjut, Luhut memastikan pemerintah siap mengambil peran aktif untuk mendorong program-program tersebut. Ia menilai percepatan industrialisasi harus dibarengi dengan inovasi, riset, dan penguasaan teknologi agar pembukaan lapangan kerja bisa lebih luas dan berkelanjutan.
“Pemerintah, tentu saja, juga dapat membantu memfasilitasi program ini. Dan Indonesia harus mempercepat industrialisasi dengan inovasi melalui riset dan pengembangan serta teknologi,” katanya. (Wahyuni/Fajar)





