Satu Hari Dua Krisis Dunia: Brussels Chaos, Iran Dicekik

erabaru.net
2 jam lalu
Cover Berita

EtIndonesia.  Jantung politik Uni Eropa berubah menjadi lautan traktor. Pada Rabu, 18 Desember, ribuan petani dari berbagai negara Eropa melakukan aksi protes besar-besaran di Brussels, Belgia, mengepung pusat pemerintahan Uni Eropa sebagai bentuk penolakan keras terhadap rencana perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara Amerika Selatan.

Aksi ini bukan sekadar demonstrasi simbolik. Ratusan traktor bergerak konvoi dari berbagai penjuru kota, memblokir jalan-jalan utama menuju kawasan institusi Uni Eropa. Para petani datang dari Prancis, Belgia, Spanyol, Polandia, hingga sejumlah negara Eropa lainnya, menyatukan suara dalam satu tuntutan utama: menghentikan PerjanjianPerjanjian Asosiasi Uni Eropa–Mercosur (EU–Mercosur Agreement).

Traktor, Api, dan Gas Air Mata di Jantung Eropa

Situasi dengan cepat memanas. Ban-ban dibakar di persimpangan strategis, asap hitam membumbung tinggi dan menyelimuti pusat kota Brussels. Bentrokan pun tak terhindarkan ketika polisi antihuru-hara berupaya membubarkan massa dengan meriam air dan gas air mata.

Sebagian petani terlihat membawa telur dan kentang sebagai bentuk simbol perlawanan, sementara sejumlah petani asal Prancis bahkan melemparkan kotoran ternak ke arah kendaraan polisi. Ketegangan meningkat hingga Parlemen Eropa sempat dievakuasi, dan untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan terakhir, kendaraan militer dikerahkan di sekitar kawasan Uni Eropa guna mengamankan situasi.

Inti Masalah: Produk Murah dan Perang Harga

Perjanjian yang diprotes tersebut akan membuka pintu pasar Uni Eropa bagi produk pertanian dari Brasil, Argentina, Uruguay, Paraguay, dan Bolivia. Dalam skema jangka panjang—sekitar 15 tahun—hampir seluruh tarif bea cukai akan dihapuskan.

Bagi Komisi Eropa, kesepakatan ini dinilai strategis: produk murah dari Amerika Selatan dapat menekan inflasi pangan, sementara dana yang dihemat dari subsidi tertentu bisa dialihkan untuk mendukung Ukraina dalam menghadapi agresi Rusia.

Namun bagi petani Eropa, perjanjian ini dianggap sebagai vonis mati. Mereka menilai produk pertanian Amerika Selatan diproduksi dengan biaya jauh lebih rendah dan standar lingkungan yang berbeda, sehingga akan menghancurkan daya saing petani lokal.

Seorang petani Prancis berusia 23 tahun menyampaikan kemarahannya di tengah demonstrasi: “Kami tidak berjuang demi slogan politik. Kami berjuang agar bisa bertahan hidup.”

Uni Eropa Terbelah Dua

Perpecahan tajam pun muncul di antara negara anggota Uni Eropa. Prancis, Italia, Polandia, Belgia, Austria, dan Irlandia secara terbuka menolak penandatanganan perjanjian tersebut dalam waktu dekat. Mereka menuntut perlindungan lebih kuat bagi sektor pertanian domestik.

Sebaliknya, Jerman bersikeras mendorong kelanjutan perjanjian, dengan alasan bahwa pembatalan atau penundaan akan merusak kredibilitas Uni Eropa sebagai mitra dagang global. Berlin memperingatkan bahwa Uni Eropa tidak boleh terlihat goyah di tengah persaingan geopolitik global yang semakin keras.

Pengamat menilai, konflik ini mencerminkan perubahan besar dalam perdagangan internasional. Perdagangan global kini bergerak dari liberalisasi menuju politisasi, di mana keputusan geopolitik langsung berdampak pada kehidupan sehari-hari rakyat. Ketika strategi besar menyentuh isi piring makan masyarakat, benturan sosial menjadi sulit dihindari.

Amerika Serikat Gempur Armada Bayangan Iran

Di hari yang sama ketika Eropa dilanda gejolak, Amerika Serikat melancarkan langkah keras terhadap Iran. Departemen Keuangan AS mengumumkan sanksi baru terhadap armada bayangan minyak Iran, yang selama ini dituding menjadi tulang punggung ekspor minyak ilegal Teheran.

Sebanyak 29 kapal dan perusahaan pengelolanya dijatuhi sanksi karena membantu Iran menghindari sanksi internasional. Menurut Washington, kapal-kapal tersebut secara sistematis menyamarkan identitas dengan mengganti nama dan bendera, serta mematikan sistem pelacakan otomatis (AIS) untuk menghindari pengawasan global.

Pemerintah AS menegaskan bahwa seluruh aset pihak yang terlibat di wilayah Amerika Serikat akan dibekukan, dan setiap pelanggaran terhadap sanksi ini dapat berujung pada hukuman pidana maupun perdata yang berat.

Langkah ini dipandang sebagai sinyal tegas bahwa Washington tidak akan mentoleransi upaya Iran mempertahankan pendapatan minyaknya melalui jalur gelap, terutama di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

Kesimpulan

Tanggal 18 Desember 2025 menjadi potret nyata dunia yang sedang bergeser. Di Eropa, petani turun ke jalan demi kelangsungan hidup mereka. Di Amerika, sanksi ekonomi kembali dijadikan senjata utama. Dua peristiwa berbeda, namun disatukan oleh satu benang merah: ketika geopolitik dan ekonomi global bertabrakan, tekanan paling keras sering kali jatuh langsung ke rakyat.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Trump: Ketua The Fed Baru Akan Dukung Pemangkasan Suku Bunga Besar-Besaran
• 13 jam laluwartaekonomi.co.id
thumb
AI hingga Etnoparenting: Simposium ECED 2025 Bahas Masa Depan Anak Usia Dini
• 22 jam lalukumparan.com
thumb
Pemulihan Pascabencana Sumatra, 81% Jalan Nasional Berfungsi
• 4 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Polri Bangun Sumur Bor untuk Penuhi Air Bersih Korban Banjir Aceh Tamiang
• 12 jam laludetik.com
thumb
PNBP Baru Capai Rp444,9 Triliun per November 2025, Wakil Menkeu Ungkap Sektor Migas Jadi Penekan
• 7 jam lalutvonenews.com
Berhasil disimpan.