FAJAR, MAKASSAR — Perum Bulog memastikan ketersediaan beras di Sulawesi Selatan berada dalam kondisi sangat aman menjelang perayaan Hari Besar Keagamaan Natal dan Tahun Baru.
Dengan stok beras yang dikuasai saat ini mencapai 586 ribu ton, Bulog menegaskan tidak ada alasan bagi masyarakat untuk khawatir terhadap isu kelangkaan maupun potensi gejolak harga pangan di pasar.
Kepala Bulog Sulselbar Fahrurozi menjelaskan, jika stok tersebut hanya digunakan untuk keperluan rutin Bulog seperti penyaluran bantuan pangan dan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), maka daya tahannya bisa mencapai 58 bulan atau sekitar lima tahun.
Durasi ini dinilai sangat panjang dan mencerminkan posisi stok Bulog yang berada dalam kondisi kuat.
Namun demikian, Fahrurozi memaparkan bahwa jika stok dihitung berdasarkan kebutuhan konsumsi seluruh penduduk Sulawesi Selatan, maka daya tahannya tetap berada pada kategori aman.
Dengan konsumsi beras per kapita Sulawesi Selatan sekitar 101 kilogram per tahun dan jumlah penduduk sekitar 9,5 juta jiwa, kebutuhan beras daerah ini diperkirakan mencapai sekitar 80 ribu ton per bulan.
Dengan perhitungan tersebut, stok beras yang ada saat ini masih mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Sulawesi Selatan selama kurang lebih tujuh bulan ke depan.
Artinya, baik secara skema operasional Bulog maupun secara kebutuhan riil penduduk, kondisi stok beras dinilai sangat aman dan terkendali.
“Kalau untuk Natal dan Tahun Baru, kami pastikan stok sangat aman. Masyarakat tidak perlu panik atau khawatir, karena Bulog tetap menyediakan beras, termasuk minyak goreng dan gula,” katanya, saat ditemui di kantor Perum Bulog, Kanwil Sulsel dan Sulbar Jl AP Pettarani, kemarin.
Selain menjamin ketersediaan, Bulog juga menyiapkan berbagai skema untuk menjaga stabilitas harga. Salah satunya melalui penyaluran bantuan pangan kepada masyarakat yang telah terdata.
Di Sulawesi Selatan, terdapat sekitar 589.000 penerima bantuan pangan yang mendapatkan beras dan minyak goreng dalam dua alokasi sekaligus, yakni Oktober dan November.
Setiap penerima memperoleh 20 kilogram beras dan 4 liter minyak goreng secara rapel.
Dengan skema ini, masyarakat penerima bantuan tidak perlu berbelanja ke pasar menjelang Natal dan Tahun Baru, sehingga tekanan permintaan dapat ditekan dan harga tetap stabil.
“Bantuan ini sifatnya targeted subsidy. Yang menerima sudah terdata dari Kementerian Sosial dan Badan Pangan Nasional, sehingga bantuan tepat sasaran,” ujarnya.
Di sisi lain, Bulog juga menjalankan penyaluran beras SPHP bagi masyarakat yang tidak terdaftar sebagai penerima bantuan namun tetap membutuhkan beras dengan harga terjangkau.
Beras SPHP disalurkan melalui pasar tradisional, koperasi, ritel modern, hingga outlet BUMN, dengan harga maksimal Rp12.500 per kilogram.
Langkah-langkah tersebut turut berdampak pada kondisi inflasi daerah. Fahrurozi menyebutkan, pada Oktober dan November, beras justru berkontribusi terhadap deflasi di Sulawesi Selatan, dengan angka minus sekitar 0,7 persen.
Kondisi ini menunjukkan bahwa beras berperan signifikan dalam menjaga stabilitas inflasi daerah.
“Harapannya, sampai Desember ini tidak ada gejolak harga yang besar dan inflasi tetap terkendali sesuai target pemerintah,” katanya.
Hingga Lebaran yang diperkirakan jatuh pada Maret mendatang, Bulog juga menilai kondisi akan tetap aman.
Pasalnya, periode tersebut justru bertepatan dengan puncak panen petani di Sulawesi Selatan, yang selama ini menjadi salah satu daerah lumbung pangan nasional. (an)





