FAJAR, JAKARTA – Seorang oknum jaksa di Banten yang diduga terlibat pemerasan terhadap warga negara (WN) Korea Selatan terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus ini menjadi sorotan publik setelah KPK mengungkap adanya kerja sama antara aparat penegak hukum dengan pihak swasta.
Mereka mengintimidasi korban di tengah proses hukum.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa praktik lancung ini terdeteksi saat proses persidangan sedang berjalan.
Oknum jaksa tersebut diduga menggunakan kewenangannya untuk menekan WN Korea Selatan tersebut demi keuntungan materiel.
Sejumlah taktik intimidasi digunakan oleh pelaku.
Korban diancam akan diberikan tuntutan hukuman yang jauh lebih berat.
Pelaku juga menggunakan status penahanan sebagai alat pemerasan.
Bentuk ancaman lain kemudian memaksa korban untuk menyerahkan sejumlah uang.
“Kami menemukan dugaan kuat adanya pemerasan oleh oknum penegak hukum. Korbannya adalah warga asing asal Korea Selatan yang sedang menghadapi proses hukum,” jelas Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (19/12/2025).
Keterlibatan Pengacara dan Penerjemah
Operasi senyap yang digelar KPK ini tidak hanya menangkap sang jaksa.
Petugas di lapangan juga mengamankan beberapa pihak yang diduga sebagai “kaki tangan” atau perantara dalam aksi pemerasan tersebut.
Pihak-pihak yang turut diamankan meliputi seorang Penasihat Hukum (PH) dan seorang Ahli Bahasa (Penerjemah).
Kehadiran ahli bahasa diduga kuat untuk mempermudah komunikasi penekanan terhadap korban yang berkebangsaan asing.
Budi menegaskan bahwa kasus ini harus dikawal ketat demi menjaga reputasi hukum Indonesia di kancah internasional.
Penyidikan Dilimpahkan ke Kejagung
Pasca-penangkapan, KPK memutuskan untuk menyerahkan penanganan perkara ini kepada Kejaksaan Agung (Kejagung).
Langkah ini diambil setelah diketahui bahwa para pelaku sebenarnya sudah masuk dalam radar penyidikan di internal korps adhyaksa tersebut.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebutkan bahwa koordinasi antarlembaga telah dilakukan.
“Barang bukti dan pihak-pihak yang terjaring sudah kami serahkan ke Kejaksaan Agung. Karena di sana surat perintah penyidikannya sudah terbit dan mereka telah berstatus tersangka, maka proses hukum selanjutnya menjadi kewenangan Kejagung,” tegas Asep. (*)





