JAKARTA, KOMPAS — Jaksa Penuntut Umum menuntut bekas Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata, dengan hukuman pidana empat tahun penjara dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Isa dinilai terbukti menyalahgunakan kewenangannya sebagai regulator untuk memoles kondisi keuangan Jiwasraya yang sebenarnya sudah lama tidak sehat.
Tuntutan untuk Isa dibacakan dalam sidang lanjutan perkara korupsi Jiwasraya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (19/12/2025). Majelis hakim dipimpin Sunoto dengan hakim anggota, Dennie Arsan Fatrika, Ni Kadek Susiantiani, Mardiantos, dan Alfis Setyawan. Selain pidana badan, jaksa juga menuntut Isa membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan, serta membebankan uang pengganti sebesar Rp 90 miliar.
”Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Isa Rachmatarwata dengan pidana penjara selama 4 tahun, dikurangkan sepenuhnya dengan masa penahanan yang telah dijalani,” ujar jaksa.
Dalam uraian fakta hukumnya, jaksa menyoroti peran sentral Isa dalam industri asuransi yang justru membuka pintu bagi praktik manipulatif. Isa disebut telah mengetahui bahwa rasio kecukupan modal Jiwasraya sudah minus hingga 60 persen sejak tahun 2006. Secara teknis, perusahaan pelat merah tersebut sudah dalam kondisi tidak mampu membayar kewajiban jangka panjang.
Namun, alih-alih menjatuhkan sanksi penyehatan keuangan, Isa justru memberikan persetujuan lisan kepada direksi Jiwasraya saat itu untuk mencatatkan cadangan teknis yang tidak sebenarnya. Persetujuan ini menjadi ”lampu hijau” bagi Jiwasraya untuk tetap meluncurkan produk investasi berisiko tinggi guna menambal likuiditas jangka pendek.
Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Isa Rachmatarwata oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun, dikurangkan sepenuhnya dengan masa penahanan yang telah dijalani.
Hal utama yang memberatkan tuntutan Isa, jelas jaksa, adalah keterlibatannya dalam menyetujui skema reasuransi finansial sebagai upaya memoles laporan keuangan. Isa menyetujui kerja sama Jiwasraya dengan dua perusahaan asing, yakni Provident Capital Indemnity (PCI) dan Best Meridian Insurance Company (BMIC).
Transaksi reasuransi ini tidak memiliki substansi ekonomi pengalihan risiko, melainkan hanya formalitas administrasi agar laporan keuangan Jiwasraya terlihat sehat. Akibat kebijakan tersebut, negara dirugikan karena harus membayar biaya reasuransi atau fee yang seharusnya tidak perlu dikeluarkan.
Fee tersebut yang menjadi dasar perhitungan uang pengganti Rp 90 miliar, dengan rincian aliran dana ke Provident Capital Indemnity sebesar Rp 50 miliar dan ke Best Meridian Insurance Company sebesar Rp 40 miliar.
Jaksa menegaskan, jika Isa tidak membayarnya dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita dan dilelang.
”Dan jika terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana dengan pidana penjara selama satu tahun,” tegas jaksa.
Selain itu, jaksa menilai perbuatan Isa tidak mendukung program pemerintah dalam penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Perbuatannya dinilai turut berkontribusi pada total kerugian negara dalam megaskandal Jiwasraya yang mencapai Rp 16,8 triliun.
Setelah tuntutan jaksa dibacakan, majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa dan tim penasihat hukum untuk menyusun nota pembelaan atau pleidoi. Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan pledoi dijadwalkan digelar pada Selasa (23/12/2025) sore, pukul 16.00 WIB.
”Nanti kalau memang sudah siap (pleidoi), mau dibaca pokok-pokoknya silakan,” ujar Sunoto menutup persidangan.




